Catatan Haji #2: Madina, Madina, Madinatun Nabi

Lokasi sekitar hotel tempat kami menginap di Madinah
Salah satu lagu favorit yang sering saya putar berulang-ulang adalah Madina, yang dinyanyikan Maher Zain. Sejak Ramadhan, saya senang memutar lagu tersebut, bahkan mengalahkan lagu-lagu gambusnya Sabyan. 

Biidznillah, anak saya yang paling kecil, Fatihan juga suka lagu tersebut. Suaranya cedalnya suka meniru backing vocal cilik yang menemani Maher Zain di video tersebut.

Madina, Madinatun Nabi... Thola'al badru 'alaina

Nah, setelah 10 jam penerbangan, tepatnya 2 jam Solo-Padang untuk isi bahan bakar, dilanjut 8 jam Padang-Madinah, akhirnya pesawat Garuda yang membawa jamaah haji SOC 39 mendarat mulus di Bandara Prince Muhammad bin Abdul Aziz (Amir Muhammad bin Abdul Aziz), Madinah sekitar jam 13 siang. Gemetar rasanya, ada haru saat kaki menginjak ke lantai bandara yang sangat luas, indah, megah namun relatif sepi itu. Bangunan baru bandara ini setelah direnovasi dan diresmikan pada 2 Juli 2015 kemarin, memiliki luas area total sekitar 4 juta meter persegi. Terbayang ya, luasnya?

Suasana perjalanan dari airport menuju hotel

Di luar dugaan, ternyata kami masih harus melakukan pemeriksaan biometri ulang di bandara ini. Namun, Allahumma yassir walaa tuassir, pemeriksaan berjalan cepat dan efektif. Petugas Bandaranya juga ramah, banyak yang tampaknya masih fresh graduate, masih seger, dan... ehm, kata ibu-ibu yang antre di belakang saya: ganteng-ganteng sangat! Wkkk....

Walhasil, pemeriksaan berjalan cepat. Hanya sekitar 1 jam mendarat, seluruh penumpang SOC 39 sudah berhasil diangkut dengan bus-bus yang akan membawa kami ke penginapan. Perjalanan menuju hotel sekitar 1,5 jam. Plus proses ini dan itu, asyar kami sudah sampai di hotel. Ngejar start shalat arbain mulai asyar jelas tak mungkin, karena kami harus membagi kamar, mencari koper dan sebagainya. Bahkan koper saya sempat nyasar pula di rombongan lain.

Maka, shalat asyar kami lakukan di hotel, sekaligus jamak takhir qoshor dengan shalat dhuhur yang tak mungkin dilakukan di Bandara karena ribet sekali urusannya.

Suasana perjalanan menuju masjid Nabawi, banyak burung merpati

Hotel kami bernama Wardah Mubarok, berlokasi sekitar 750 meter dari Masjid Nabawi, alhamdulillah... tak terlalu jauh. Kami berada di lantai 4. Tapi, aslinya sebenarnya lantai 7 atau 8, saya agak lupa, karena masih ada 3 atau 4 lantai lain seperti mezzanine, restaurant, service dan sebagainya. Beberapa kali, lift cukup padat dan antre panjang, maka kami memutuskan naik tangga. Nah, hal serupa tak mungkin dilakukan di hotel Mekah, di mana kami ada di lantai 11 (plus 5 lantai P, M, R, MS dan S), hehe...

Kamar kami di Hotel Wardah Mubarok memuat 6 orang, dengan fasilitas satu toilet, tanpa dapur, tanpa tempat dan mesin cuci. So, kami njemur baju dekat jendela, hehehe.

Saya sekamar dengan Bu Yatini, Bu Kas, Bu Giman, Bu Khayatin dan Bu Mul. Usia mereka sudah lewat 50 semua. Jadi, saya memang paling muda. Tapi senang sekali sekamar dengan ibu-ibu yang kebanyakan sudah jadi simbah itu, logistik terjamin, hihi! Tapi, ya harus sabar juga, karena harus mendampingi mereka yang usia sudah tak terlalu muda bahkan sebagian memiliki risiko kesehatan tinggi.

Usai semua beres, kami bersiap-siap untuk memulai shalat arbain di Masjid Nabawi. Nah, setelah semua beres dan kelelahan terobati inilah, kami mulai bisa merasakan betapa kota Madinah ini sungguh menakjubkan.

Sekitar Haram, kondisi sangat bersih. Tak ada sedikit pun sampah. Bahkan lokasi jalan kaki semua tarpaving dan nyaris tak ada lumpur atau kotoran lain. Tata letak pun sangat rapi. Suasana begitu damai dan mengharukan. Ratusan ribu orang berduyun-duyun berjalan kaki mendatangi masjid, menciptakan gelombang massa yang teratur, damai dan unik. Ya, unik, karena berbagai jenis ras dengan aneka budayanya berkumpul menjadi satu. Beberapa negara dengan jamaah yang cukup dominan di antaranya Indonesia (terbanyak), menyusul India, Pakistan, Bangladesh, Turki, Iran, Nigeria, Mesir, Malaysia, Mali, China (Uighur), Thailand, Uzbekistan dan sebagainya, membaur menjadi satu.

Saat kami datang, Madinah sudah mulai di puncak keramaian. Sebab, kloter kami adalah kloter-kloter akhir jamaah haji gelombang pertama yang mengawali haji dengan berziarah di Madinah. Menurut seorang jamaah dari Malaysia yang ada di samping saya, kemarin-kemarin suasana tidak seramai hari ini, katanya.

Di pelataran Masjid Nabawi
Ternyata, jarak 750 meter itu hanya dihitung dari hotel ke pintu masjid (kami masuk lewat gate 6). Sementara, dari gate 6 menuju lokasi shalat untuk muslimah, masih harus berjalan sekitar 500 atau meter, karena lokasinya ada di belakang, dan masjid ini benar-benar sangat luas. Jadi, sekali shalat di masjid PP, kami harus berjalan kaki sekitar 1,5 km. Kalikan 5, deh!

Plus jalan-jalan di sekitar masjid di aktivitas lain, sehari paling tidak kami berjalan kaki minimal 5 km. Di Madinah, rekor jalan kaki saya 15 km, kalau di Mekah lebih dahsyat lagi: 21 km sehari. Itu terjadi ketika  saya memadukan 3 kegiatan sekaligus, jamarat, thowaf ifadhah dan jalan kaki ke Haram saat bus belum beroperasi.

Maklum, transportasi di sana memang sangat minim.Di Mekah memang ada bus, tapi hanya melayani rute hotel ke Masjidil Haram, itu pun jarak dari pemberhentian bus ke tempat shalat terdekat pun jaraknya sekitar 1 km.

Awal-awal di Madinah, pinggang saya bahkan tak bisa ditekuk ke depan,saking sakitnya. Tapi kata suami saya, "Nggak usah istirahat, jalan terus aja, percepat jalannya!"

Dan, saran suami saya memang tokcer. Akhirnya, kami terbiasa berjalan bahkan hingga belasan KM sehari. Bisa nggak, ya, hal itu berlanjut setelah kembali ke tanah air? Dari rumah ke kantor Indiva sebenarnya cuma sekitar 5 KM, tapi apa punya nyali ya, buat jalan kaki?

* * *

Masjid Nawabi...

Kelelahan berjalan kaki benar-benar libas saat masuk ke masjid yang luar biasa megah itu. Sepasang mata saya terbelalak karena takjub, menyaksikan salah satu kebesaran Allah yang terbentang di hadapan kami.

Menurut data yang saya baca, luas masjid Nabawi mencapai 235.000 meter persegi, dan bisa menampung jamaah hingga 1 juta. Dan saat kami masuk, sejuta jamaah tampaknya sudah berada di Madinah, Masjid Nabawi mengalami puncak kapasitasnya.

Maka, shalat maghrib yang membuka rangkaian arbain ini, merupakan shalat yang pertama kali saya lakukan bersama sekitar sejuta jamaah. Subhanallah Walhamdulillah Allahu Akbar!

BERSAMBUNG

2 komentar untuk "Catatan Haji #2: Madina, Madina, Madinatun Nabi"

Comment Author Avatar
pengen bgt kesana.. semoga suatu hari kesampean. aamiin
Comment Author Avatar
Ehm.. Ada biometri lagi y mb..
Btw 21km?
Wah jalan pagiku brati harus ditambah nih durasinya..

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!