Widget HTML #1

Sukses Ramadhan: Dari Mukmin Menjadi Muttaqin


Ramadhan tiba! Alhamdulillah, bulan yang disambut dengan sepenuh kegembiraan oleh Umat Muslim sedunia. Meskipun kaum muslimin di belahan bumi utara harus menjalani puasa lebih lama, mereka tak terlalu mempermasalahkannya. Seorang teman di UK berkirim pesan, bahwa mereka berpuasa 19 jam dalam sehari, namun kegembiraan tetap menyelaput dalam jenak kehidupannya.

Dalam ayat yang selalu dibaca oleh para pengisi ceramah dan kultum di awal-awal Ramadhan, yakni surat Al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman yang artinya: “Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana umat sebelum kamu supaya kamu bertakwa.”

Renungilah secara mendalam ayat tersebut! Kita melihat ada sebuah proses bernama shiyam (puasa), dengan input orang-orang yang beriman (Mukmin), dan output orang-orang yang bertakwa (Muttaqin). Jadi, tujuan dari puasa, adalah menaikkan “grade” seorang Mukmin menjadi Muttaqin.

Input Berupa Mukmin
Dalam ayat di atas, disebutkan dengan tegas, bahwa yang diwajibkan untuk masuk ke dalam proses berupa “shiyam” adalah Mukmin. Siapa itu Mukmin? Mukmin artinya orang-orang yang beriman.  Mari kita renungkan ayat di bawah ini!

“Orang-orang Arab Badui itu berkata:  ‘Kami telah beriman’. Katakanlah:  ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah Al-Hujurat [49]:14).

Iman (الإيمان) secara etimologis/bahasa berarti 'percaya'. Perkataan iman (إيمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) - yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Sedangkan secara istilah, iman adalah “keyakinan dalam hati, perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan.” Adapun iman itu sendiri bisa bertambah karena ketaatan, dan bisa berkurang karena maksiat.

Menurut Syaikh Al-Fauzan seperti tersebut di atas, bahwa akidah adalah iman itu sendiri. Adapun iman adalah seperti yang disabdakan Rasulullah saw., yang diriwayatkan dari Umar sebagai jawaban pertanyaan yang diajukan oleh Malaikat Jibril. “...Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk...” (HR. Muslim).

Proses Bernama Shiyam
Dalam sebuah hadist Qudsi Allah berfirman, "Setiap amal anak Adam itu untuknya (sendiri) selain puasa, sesungguhnya puasa itu bagiKu, dan Aku membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila salah seorang di antaramu berpuasa pada suatu hari maka janganlah berkata keji dan jangan teriak-teriak pada hari itu. Jika salah seorang memakimu atau melawanmu maka katakanlah: "Sesungguhnya saya sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tanganNya, sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah pada hari Qiyamat dari pada bau kasturi. Orang yang berpuasa itu mendapat dua kesenangan yang dinikmatinya yaitu apabila ia berbuka, maka senang karena bukanya dan apabila bertemu dengan Tuhannya, maka ia senang karena puasanya". (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dalam berpuasa, kita diwajibkan meninggalkan makan, minum dan berhubungan suami istri dari fajar hingga terbenam matahari. Kita juga diberikan berbagai anjuran beramal, berderma, memperbanyak ibadah, dan sebagainya. Lingkungan yang kondusif telah dianugerahkan oleh Allah SWT untuk optimalisasi ibadah kita, di antaranya adalah: dilipatgandakannya pahala, dibelenggunya setan-setan (berubah jin dan iblis), dibukakannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka dan sebagainya.

Banyak ulama menyebutkan bahwa puasa merupakan sebuah madrasah bagi ruhiyah kita. Lewat berbagai amal, kita ditempa untuk semakin dekat kepada Allah SWT, kuat secara psikis, memiliki empati sosial yang menimbulkan semangat solidaritas terhadap sesama, dan fungsi-fungsi pendidikan jiwa lainnya. Itulah mengapa puasa disebut sebagai sebuah proses tarbiyah (pendidikan) dengan Allah SWT sendiri yang langsung Mendidik kita dengan perintah-perintah dan larangan-Nya.

Jika kedelai diproses dengan baik, kita akan mendapatkan tahu atau tempe yang lezat. Ini adalah ilustrasi yang sederhana. Akan tetapi, proses yang buruk, kadang justru menjadikan kedelai yang baik, alih-alih menjadi tempe yang lezat, malah akhirnya menjadi kedelai busuk.

Kita tentu tak menginginkan proses berupa “shiyam” yang kita jalani akhirnya tidak mencapai tujuan, bukan? Jadi, mari kita optimal menjalani berbagai aktivitas ibadah di bulan Ramadhan.

Output Berupa Muttaqin
Jika prosesnya baik, hasilnya, seorang Mukmin akan naik kelas menjadi Muttaqin, artinya orang-orang yang bertakwa. Apakah itu takwa?

Umar bin Khattab bertanya kepada Ubay bin Ka’ab mengenai arti takwa. Ubay menjawab, “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar berkata, “Pernah.” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab, “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata, “Maka demikian pulalah takwa.”

Penjelasan Imam Al-Ghazali dalam buku Minhajul Abidin  ini mungkin bisa kita simak. Al Ghazali membagi definisi taqwa menjadi tiga:

1.  Taqwa berarti  takut, Alloh berfirman: “…dan hanya kepadakulah kalian harus  takut/taqwa “ (QS. Al Baqarah: 41).
2.      Taqwa bermakna taat, sesuai dengan firman Allah:  ittaqulloh haqqo tuqootih
3.      Taqwa yang berarti tanziihul qulub 'anidz dzunuub ( membersihkan hati dari segala dosa)
Jadi, takwa adalah sebuah derajat yang sangat luhur di dalam Islam. Apakah setelah proses madrasah Ramadhan berlalu kita telah berhasil menjadi orang yang takut kepada Allah sehingga kemudian kita selalu waspada dan serius, karena seolah-olah kita sedang berjalan di jalan penuh duri; lalu kita senantiasa taat—menjalani perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan senantiasa membersihkan hati dari segala dosa, itu berarti kita telah sukses menjalani proses. Berat memang, ya?! Tapi, mari kita mencoba dengan sepenuh kesungguhan. Semoga kita semua berhasil. Amiin Ya Rabb. (@affiahafra79)


2 komentar untuk "Sukses Ramadhan: Dari Mukmin Menjadi Muttaqin"

Comment Author Avatar
Kapan-kapan, suatu hari nanti, ingin juga merasakan puasa yang lebih dari 12 jam itu
Comment Author Avatar
Ah, saya juga... tapi kalau boleh memilih, jangan belahan bumi selatan (katanya panas banget), tapi belahan bumi utara. Amiin...

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!