Jangan Sepelekan Akad Nikah!
Akad nikah! Apa sih yang perlu kita renungkan dari frasa ini? Seberat apa konsekuensinya, sehingga setiap orang yang hendak memasuki proses ini, harus melakukan persiapan sebaik mungkin?
Beberapa tahun yang lalu, ada sebuah tayangan infotainment di televisi tentang pernikahan seorang selebritas yang dipinang pujaan hatinya. Pernikahan itu pastilah menegangkan, karena disorot oleh puluhan kamera wartawan, dan disaksikan jutaan mata secara tak langsung lewat media. Jika para pemirsa teliti, terlihat bagaimana si pengantin pria agak tersendat-sendat saat membaca kalimat qabul yang membalas ucapan ucapan ijab dari wali pengantin putri.
Grogikah? Bisa jadi.
Tak perlu pernikahan selebritis. Kisah-kisah tentang betapa beratnya mengucapkan akad nikah sudah sering saya dengar, bahkan pada pernikahan orang yang ‘biasa-biasa saja.’ Kakak ipar saya, saat menikah dengan kakak perempuan saya, harus diulang tiga kali pengucapan qabulnya karena tersendat-sendat, saking groginya. Ayah saya sendiri, saat sebelum menikahkan saya, sudah ber-iltizam untuk mengucapkan ijab-qabul dalam bahasa Arab. Beliau menghapal kalimat ijab-qabul dengan lancar. Namun, beberapa saat menjelang pelaksanaan, mendadak beliau dengan grogi meminta ijab-qabulnya dilakukan dalam bahasa Indonesia saja.
Adapun suami saya, lancar-lancar saja, alhamdulillah. Tetapi menurut pengakuannya, pada detik-detik pengucapan itu, keringat bercucuran dengan sangat deras, sehingga seorang kakaknya harus berkali-kali mendekat dan mengusap keringatnya dengan sapu tangan dari belakang.
Kisah dari seorang teman lebih seru lagi. Kata beliau, ada seorang teman lelaki yang mendadak tak bisa mengucap sepatah kata pun kata saat qabul, sehingga pernikahan terpaksa harus ditunda. Usut punya usut, konon, ada mantan pacar lelaki itu yang patah hati, lalu pergi ke dukun dan mengirimkan semacam jin yang membuat si lelaki itu mendadak bisu. Wah, saya sulit mengonfirmasi kebenaran cerita ini. Tetapi, melihat tabiat sebagian masyarakat kita, dan bahwa jampi-jampi perdukunan itu memang ada, cerita dari teman saya ini bisa jadi benar adanya.
Sementara, seorang teman juga berkisah, bahwa ada sebuah pernikahan yang batal gara-gara sang calon suami mendadak lupa nama calon istrinya. Serem, ya?!
Sebagian orang mungkin akan merasa bingung, apa sesulit itu sebuah proses akad nikah? Mengapa mengucapkan kalimat yang ‘Saya terima nikahnya X binti Y dengan mas kawin tersebut dibayar tunai’ saja begitu berat? Dimana letak kesulitannya? Bukankah anak kecil saja bisa melakukannya?
Oh, tidak! Jangan sepelekan sebuah akad nikah. Jangan anggap mudah kalimat ijab-qabul. Tentunya bukan sekadar pada sepenggal kalimat itu. Tetapi pada konsekuensi dari apa yang diucapkan dari kalimat itu.
Pada sebuah peristiwa akad nikah, terjadi sebuah proses ‘serah-terima’ dari wali kepada suami. Seorang wali menyerahkan tanggung jawab perwalian kepada sang suami. Sang calon suami mengikrarkan tanggungjawabnya untuk komitmen menjadi qowwam (pemimpin, pembimbing, ‘guardian’) bagi sang istri. Dalam konsep agama yang saya anut, nilai perjanjian itu sangat dahsyat, sehingga disebut sebagai mitsaqon ghalidzo. Perjanjian yang kuat. Jadi, bukan sesuatu yang main-main.
Menurut guru ngaji saya, mitsaqon ghalidza ini bukan perjanjian biasa, lho. Ada 3 ayat Al-Quran yang menyebutkan kata ini. Pertama, di surat Al-Ahzab ayat 7. Dalam ayat ini, mitsaqon ghalidza merupakan perjanjian antara Allah SWT dengan para nabi ulul azmi, yakni nabi yang memiliki kesabaran dan keteguhan luar biasa dalam menghadapi problematika dakwah. Ayat selanjutnya adalah QS An-Nisa ayat 21, yakni tentang akad nikah. Kemudian QS An-Nisa ayat 154, tentang perjanjian Bani Israil dengan Allah SWT, di mana Gunung Thursina diangkat Allah SWT di atas kepada Bani Israil.
Bagi lelaki sejati, yang tidak mau bermain-main dengan janji, kalimat qabul itu akan mengingatkan senantiasa, bahwa dia terlibat sebuah janji yang disaksikan Allah SWT dan segenap makhluk-Nya. Janji agung, tentang kesediaannya melindungi, menyayangi, menafkahi, mendidik dan memimpin sang istri menempuh separuh dien. Maka, jika pada perjalanannya dia ternyata menelantarkan, menyakiti, bahkan mungkin berselingkuh, sesungguhnya semesta akan memakinya sebagai pengkhianat sejati.
Jadi, seorang lelaki sejati, yang tahu betul makna sebuah mitsaqon gholidzo, tak akan bermain-main dengan ijab-qabul. Dia akan sangat serius, tidak sekadar menghapal kalimat tersebut, tetapi berdoa agar semua dilancarkan. Berusaha agar saat mengucapkan janji itu, dia dalam keadaan dekat dengan-Nya. Dia harus sangat intens memohon dan memohon, agar dia dipermudah dalam menjalankan amanah berat itu.
Maka, tabik dan tahniah sedalam-dalamnya kepada para lelaki yang serius mempersiapkan janjinya, dan terlebih lagi, bersungguh-sungguh dalam memegang teguh janji itu. Kalian layak mendapatkan cinta terindah dari perempuan terindah yang kalian sunting. Selamat!
Akad Nikah dan Komitmen
Dalam perspektif Psikologi, akad nikah adalah sebuah pernyataan komitmen. Psikolog terkenal dari Amerika Serikat, Robert J. Sternberg, mengatakan bahwa cinta yang sempurna (consummate love), terdiri dari 3 aspek, yaitu intimacy (keintiman, keakraban, perasaan dekat, kasih sayang), passion (gairah, gelora cinta, daya tarik seksual), dan commitment (komitmen, keputusan untuk menerima hak dan kewajiba serta menjaga agar cinta tersebut terus tumbuh subur). Pada sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta, passion yang meliputi dirinya tentu sangat membara. Kemudian, lambat laun, sepasang kekasih itu akan saling terikat dalam hubungan yang akrab dan mesra (intimacy). Namun, yang membuat cinta awet, adalah komitmen yang ada pada keduanya.
Akad nikah, dalam pembahasan di atas, bukan sekadar komitmen antara dua orang yang saling berjanji untuk saling setia, tetapi juga komitmen di depan Allah SWT. Jadi, akad nikah merupakan sebuah hal yang sangat penting, baik dalam pandangan interaksi antarmanusia, maupun manusia dengan sesembahannya.
Dalam Islam, terdapat konsep Samara, atau Sakinah Mawaddah dan Rahmah. Mawaddah mirip dengan passion, rahmah mirip dengan intimacy, tetapi Sakinah lebih dari sekadar komitmen. Komitmen merupakan salah satu aspek dari sakinah. Masih ada aspek lain, seperti keimanan, keyakinan akan kebesaran Allah SWT, dan perasaan trust terhadap seseorang kepada pasangannya karena Allah SWT.
Sakinah inilah sesungguhnya tonggak awal dari kuatnya bangunan cinta dalam rumah tangga. Sakinah adalah modal dari sebuah pernikahan, yang diberikan Allah SWT kepada sepasang manusia yang menikah karena iman.
Allah berfirman dalam Al-Quran, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah) kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa cinta (mawaddah) dan sayang (rahmah)." (Q.S. Ar-Ruum: 21).
Ayat ini dibuka dengan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya yang harus diimani oleh manusia, berupa terciptanya pasangan-pasangan. Karena mengimani tanda-tanda kebesaran-Nya itulah, Allah pun menurunkan perasaan sakinah, yang jika dikelola dengan baik, akan melahirkan rasa mawaddah dan rahmah.
Wallahu a'lam.
37 komentar untuk "Jangan Sepelekan Akad Nikah!"
nice post, mbak..
Lumayan, artikel ini bisa buat bekal persiapan saya menuju akad nanti hehe.
Nanya : gimana dengan selebriti yang akadnya dalam rangka akting? termasuk dosa gak tuh?
Ya, klo biasa akting sih, mungkin lancar-lancar aja ya... krn nggak paham konsekuensinya :-D
saya non muslim
ikut coment ya :D
deg2an ya untung belum nikah ya jadi belum berasa deg2annya :)
Memang menegangkan, suami saya aja grogi banget katanya, Tapi Alhamdulillah cukup 1 kali dan langsung Saaah...
Tulisannya keren mbak... ^_^
Berarti tinggal mengokohkan bangunan pernikahan yang sudah ada, mengisinya, menghiasnya
www.alimuakhir.com
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!