Menang, Tapi Kok Tidak Dapat Piala
Catatan Final Leg 2 Piala AFF
By Afifah Afra
"Yaaa, goool?!" Anis berteriak kecewa ketika Safee Sali mendadak menjebol gawang Markus Horizon. Sebagai suporter setia, Anis, Rama dan Mbak Ratna (20 th), sudah sejak selesai shalat maghrib duduk di depan televisi. Alhamdulillah, mereka masih setia memegang kebiasaan belajar pasca maghrib. Sembari nonton bola, tangan mereka memegang pensil, menggambar, menulis dan sebagainya. Hanya saja, pensil Anis dan Rama kali ini menggoreskan sesuatu yang khusus: nama-nama pemain timnas. Anis membuat kolom di kertas, sebelah kiri Indonesia, sebelah kanan Malaysia. Di kolom Indonesia, tertulis penuh: Gonzales, Irfan, Maman, Ridwan, Firman dst. Setiap ia melihat kaos belakang pemain yang tercantum nama pemain, Anis langsung membaca dan mencatat di kolom istimewanya.
Mas Ahmad sedang tidak ada di rumah. Semula ia tampak berat untuk meninggalkan televisi, namun jamaah pengajian ibu-ibu (yang pastinya tidak suka bola), sudah menunggu. Godaan yang berat! Tetapi akhirnya beliau memilih datang ke pengajian, meskipun usai itu sibuk mencari tayangan ulang.
Awalnya, seperti para suporter di Senayan, mereka tampak sangat surprais dengan permainan Firman Utina c.s. yang memang menggebrak dari awal. Mungkin mereka akan meniru trik Jerman ketika mengalahkan Argentina di putaran final piala dunia kemarin. Bikin gol seawal mungkin untuk menggoyang konsentrasi lawan sekaligus menaikkan rasa percaya diri. Sayang, taktik itu jelas terbaca lawan yang memilih bermain taktis, praktis, dan sigap di lini pertahanan (ini Mourinho banget). Walhasil, sampai peluit setengah main ditiup, skor masih kosong-kosong. Tusukan-tusukan timnas selalu mentah saat penyelesaian akhir. Bahkan pinalti pun gagal dimanfaatkan Firman Utina.
Diam-diam saya merasa khawatir. Takutnya karena kehabisan energi, timnas lantas kehilangan fokus, soalnya sejak awal mereka memang tampil dengan begitu 'ngotot'.
Dan... sebuah serangan balik tercipta oleh Malaysia. Ketika bola digiring Safee, para suporter nan setia sudah berteriak-teriak ngeri.
"Lho, kok gol?!" Anis garuk-garuk kepala. Kaget, sedih.
"Wis, jebol wae terus (sudah, jebol saja terus), 5 kosong untuk malaysia!" gerutu Mbak Ratna, khas orang Jawa kalau sedang marah kepada sesuatu yang disayanginya.
Mereka sudah hampir kabur dari televisi. Saya sendiri sudah merasa malas dan memilih masuk kamar, ngeloni si kecil Hanifan sambil membaca The Firm-nya John Grisham. Dengan 0-1 Indonesia harus membuat gol 5 lagi untuk menang. Berat niaaan.
"Goool!" tiba-tiba terdengar teriakan Mbak Ratna. Saya langsung berlari meninggalkan Hanifan yang sudah pulas. Petualangan dengan Mitch di The Firm terputus. Saya melihat wajah bersinar Anis dan Mbak Ratna. Rama sendiri sudah pulas di kamarnya sejak beberapa menit yang lalu.
"Paling tidak, nggak malu-maluin, lah!" kata Mbak Ratna, membuat saya tercenung. Sisa laga yang akhirnya dimenangkan Indonesia dengan skor 2-1 aku selesaikan dengan pikiran mengawang-awang. Hebat juga timnas yang bisa membalik keadaan. Meskipun mereka sudah tahu, berat untuk menang, mereka tetap bersemangat, paling tidak untuk memperkecil kekalahan. Ini sikap mental yang baik.
Dan akhirnya, Indonesia memang menang, meski tak juara.
Anis berteriak senang. "Indonesia menang!" tetapi ketika tropi justru disematkan ke Malaysia, dia kebingungan.
"Lho Mi, menang... tapi kok tidak dapat piala?"
Posting Komentar untuk "Menang, Tapi Kok Tidak Dapat Piala"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!