Widget HTML #1

Jika Ja'far Terus Mendekap Ar-Rayah Hingga Wafat, Mengapa Kalian Justru Membakarnya?



Mari sejenak merenung, memutar kenangan pada peristiwa yang terjadi sekitar 14 abad silam. Sebuah peristiwa besar terjadi saat itu. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 5 Jumadil Awal 8H, atau 5 September 629M. Disebut Perang Mu'tah, karena lokasinya berada di Mu'tah, Al Karak, Yordania. Pada saat itu, Rasulullah mengirim pasukan yang dipimpin oleh 3 sahabat yang mulia, yaitu Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahah, untuk melawan Pasukan Romawi Timur yang saat itu ada di bawah kekuasaan Heraklius.

Medan Perang Mu'tah pun bergolak. Api ghirah menggelegak di jiwa kaum Mukminin, meski kekuatan sungguh tak berimbang. 3000 tentara Kaum Muslimin, melawan 200.000 tentara Romawi (ada yang mengatakan 100.000), yang terlatih sebagai militer profesional dan bersenjata lengkap. Jika saat ini ada istilah cicak vs buaya, barangkali seperti itulah gambaran kondisi saat itu.

Namun, pasukan Muslimin tak pernah gentar menghadapi lawan seberat apapun. 

Ada kisah mengharukan tertulis dengan tinta emas sejarah, yaitu syahidnya 3 panglima pembawa bendera Ar-Rayah, panji kaum Muslimin yang menjadi simbol keutuhan ummat saat itu. 

Pertama, panji itu dipegang oleh Zaid bin Haritsah. Zaid berjuang sekuat tenaga melawan tentara musuh yang seperti semut mengerumuninya. Sambil bertempur, dia tetap menjaga agar bendera alias panji itu tidak jatuh ke tangan lawan. Namun, Zaid kemudian terbunuh.

Tak ingin bendera Ar-Rayah terhinakan, Ja'far bin Abi Thalib langsung mengambil bendera itu. Dia mengambil alih kepemimpinan dan berjuang dengan gagah perkasa. Akan tetapi, suasana perang benar-benar tak berimbang.

Pedang musuh menebas tangan kanannya hingga putus. Tak mau Panji Ar-Rayah jatuh, Ja'far pun merangkul Ar-Rayah dengan tangan kiri. Ketika tangan kiri pun ditebas, dengan sisa lengannya dia mendekap Ar-Rayah di dada. Namun, akhirnya Ja'far pun menemui kesyahidan.

Melihat kondisi Ja'far, Abdullah bin Rawahah pun mengambil bendera Ar-Rayah agar tak jatuh. Dia angkat panji itu tinggi-tinggi. Biidznillah, beliau pun menjadi sasaran musuh dan syahid.

Akhirnya, bendera pun dibawa oleh Khalid bin Al-Walid. Dengan kecerdasan luar biasa, Khalid pun berhasil melepaskan Kaum Muslimin dari jepitan 200 ribu tentara Romawi. Beliau mampu menarik mundur pasukan Muslimin, sehingga korban pun berhasil diminimalisir.

Tahukah Anda, seperti apa bendera yang dipertahankan oleh 3 sahabat utama, sampai-sampai mereka rela wafat untuk menjaga tetap tegak?

Foto: detikperjuangan.com

AR-RAYAH! Ibnu ‘Abbas ra. berkata, "Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam dan Liwa’ beliau berwarna putih." (HR at-Tirmidzi, al-Baihaqi, ath-Thabarani dan Abu Ya’la). 

Dengan Ar-Rayah dan Al-Liwa inilah, Rasulullah dan para sahabat, serta penerus-penerusnya mendakwahkah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Kok mirip bendera yang dipakai HTI atau ISIS. Hanya mirip! Ketika mereka mengambil Ar-Rayah sebagai simbol mereka, bukan berarti hilang hak dan kewajiban kaum Muslimin untuk membelanya. HTI dan ISIS tidak memiliki "hak cipta" atau "hak paten" dari AR-RAYAH.

AR-RAYAH bukan milik HTI atau ISIS. Tapi milik kaum Muslimin! Tetapi mengapa kalian membakarnya, wahai Fulan! 

Sebagaimana kita semua tahu, oknum dari sebuah ormas Islam yang berada di negeri ini membakar bendera Ar-Rayah, dengan alasan bahwa itu merupakan bendera milik HTI. Silakan baca beritanya di SINI.

Karena ketidaktahuan, atau karena keteledoran? Semoga bukan karena tak ada perasaan hormat kepada panji yang dipertahankan mati-matian oleh ketiga panglima perang tersebut, di mana salah satu panglima itu, Abdullah Rawahan, adalah seorang sahabat dari kalangan Anshor.

Ja'far terus mendekap Ar-Rayah hingga kesyahidannya, mengapa kalian justru membakarnya?

Tepat sekali pernyataan Ustadz Moh. Fauzil Adzim, "Bahkan membenci pun ternyata perlu ilmu." 

Semoga Allah SWT memberimu petunjuk, wahai Fulan!

Posting Komentar untuk "Jika Ja'far Terus Mendekap Ar-Rayah Hingga Wafat, Mengapa Kalian Justru Membakarnya?"