Assertive, Yuk!


Pernahkah Anda merasa kesal kepada orang terdekat Anda. Misalnya suami atau istri, orang tua, saudara, atau sahabat? Kesal karena merasa mereka tidak bisa memahami Anda, sehingga Anda tidak bisa mendapatkan perlakuan atau sesuatu dari mereka yang sangat Anda harapkan.

“Apa dia nggak tahu, kalau aku ini kangeeeen banget dan ingin sekali menghabiskan waktu berdua saja, tanpa diganggu siapapun!”

Eh, tunggu! Jika hal itu terjadi, bisa jadi bukan karena mereka tidak perhatian kepada kita. Tetapi mungkin karena kita tidak pintar mengkomunikasikan isi hati kita dengan baik.

Jika begitu, mungkin kita kalah komunikatif dibandingkan dengan anak sulung saya, Anis, yang pada suatu sore mendadak mengajak saya bicara ‘dari hati ke hati’. Tadinya saya nyengir saja saat bocah 9 tahun itu mengajak saya bicara ‘dari hati ke hati.’

“Apa, Sayang, mau bicara apa sama Umi?” tanya saya.

“Aku ingin banget seharian berdua saja dengan Umi, tidak diganggu siapapun. Tidak diganggu Ipan atau Rama. Sekarang, saat Umi baru mau main sama aku, eh tiba-tiba Ipan datang, dan Umi mengabaikan aku. Demikian juga kalau Rama datang. Aku iri, Mi. Aku ingin sama Umi saja berdua, tanpa diganggu siapapun.”

Perlu Anda ketahui, Ipan dan Rama adalah adik-adik Anis yang memang sangat aktif, ya maklum karena mereka lelaki.

Aku terpana melihat bagaimana cara bocah itu berkomunikasi kepadaku. Aha, assertive banget! Asli, saya bahkan mungkin tidak akan sanggup mengatakan hal itu kepada suami saya misalnya. Merajuk dengan gaya begini, ‘Mas, temanin aku seharian dooong, kita berdua saja, nggak ada yang ganggu.’ 

Waduuh, saya pasti tak akan mau dituduh manja, dibilang kolokan dan sebagainya. Gengsi, dong!

Okay, topik obrolan kita saat ini memang soal asertif. Karena ketika saya cek di KBBI kata itu belum masuk, berarti yang benar adalah assertive. 

Assertivity means that you are capable of thinking and acting positively for yourself and your environment![1] Ya, assertivity  pada prinsipnya adalah kemampuan kita mengkomunikasikan apa isi kepala kita, keinginan kita, kemauan kita kepada orang lain secara baik.

Ketika Anda merasa lapar, lalu ada orang menawari Anda makanan, namun karena merasa hal itu memalukan dan Anda justru berkata, “Aduuuh, nggak usah repot-repot!” itu jelas bukan perilaku assertive.

Suami Anda mengajak Anda nonton film, sesuatu yang sangat Anda inginkan, tetapi karena ingin terlihat tidak merepoti Anda malah mengatakan, “Ndak usahlah, Mas… mas kan sangat capek!” berarti Anda tidak assertive. 

Jadi, jangan salahkan kalau suami Anda mengatakan, “Baiklah, Mas istirahat saja ya!” Waaah, jangan lantas Anda marah-marah sendiri dalam hati, curhat di facebook, membikin puisi-puisi mellow yang memperlihatkan kepada dunia betapa Anda sedang patah hati!

Saya sering merasa geli sendiri, ketika berhadapan dengan orang-orang yang seakan-akan memaksa saya untuk jadi seorang peramal, yang bisa meramalkan suasana hati mereka dengan tepat, dan memperlakukan dia sesuai keinginan dia tanpa dia mengatakan apa mau dia.

Saya juga heran dengan orang yang curhat di socmed tentang si-A, tentang si-B, meski terkadang dalam bahasa sindiran. Sulit ya, bicara langsung secara to the point? Apakah curhat di socmed itu menyelesaikan masalah?

Ya, ada sebagian dari kita, mungkin saya juga kadang begitu, yang sangat ingin orang tahu apa isi hati saya.

Tapiiii, kan kalau kamu perhatikan aku, kalau kamu peka kepadaku, kamu akan tahu apa mauku!

Ops, mari kita stop gaya berinteraksi semacam itu. Coba jika lawan bicara kita justru men-skak mat kita dengan ucapan: Emang di dalam hidupku hanya ada kamu! 

Waduuuh, kejaaamnyaaaa. 

Kalau menurut saya sih, sama sekali bukan kejam. Tetapi memang sangat tidak realistis mengharapkan orang tahu apa yang kita inginkan jika kita tidak mencoba mengutarakan isi hati kita secara tepat!

* * *

Yak, sobat! Jadi, assertive merupakan sebuah ketrampilan yang wajib kita kuasai, agar kita bisa lebih enjoy menikmati hidup. Dengan sikap assertive itu, bahkan kekritisan kita, ketidaksetujuan kita, dan berbagai kontra yang ada di pikiran kita, bisa diterima oleh orang lain tanpa kita kudu menyakiti orang tersebut. Ya, karena assertivity itu sesungguhnya berawal dari kejujuran kita yang dibungkus dengan kesantunan serta cara berkomunikasi yang baik.

Assertive bukanlah sifat agresif, yakni cenderung menyerang, menyepelekan, dan memaksakan orang untuk menerima pendapat kita. Assertive ada di tengah-tengah antara sikap agresif dengan laku non assertive.

Permintaan bocah sulung saya di atas, saya golongkan sikap yang cenderung assertive.  Dengan bahasa yang relatif baik dan pengucapan yang tenang, dia berbicara 'dari hati ke hati' tentang perasaannya, tentang keinginannya untuk mendapatkan perhatian lebih dari ibunya. Ini sangat berbeda dengan ketika si bocah itu memaksa dan menyerang saya, “Ummi selama ini nggak perhatian sama aku, yang diurusi cuman Ipan dan Rama. Aku selalu diabaikan! Pokoknya, aku ingin Ummi sama aku aja seharian!”

Ucapan seperti itu diungkapkan dengan nada ancaman. Mungkin, saya memang akhirnya akan meluluskan keinginan Anis. Tetapi, saya merasa dipaksa, merasa ditekan. Orang assertive akan mendapatkan yang dia inginkan tanpa menekan orang. Bahkan si lawan bicara mungkin justru akan merasa senang dan mungkin menambahkan apa yang dia inginkan.

Assertivity memang bukan kemampuan yang mudah. Orang-orang dengan tipe kecerdasan interpersonal yang kuat, mungkin akan lebih mudah mendapatkan skill semacam itu. Sementara, orang yang pemalu, yang cenderung bertipe ‘yes-man/woman’, pasti akan merasa lebih sulit menguasainya. Orang yang koleris, mungkin mudah bersikap assertive dibandingkan sosok yang melankolik. Tetapi, saya yakin, karakter assertive bisa kita miliki selama kita mengupayakannya.

Bagaimana caranya?

Pembuka karakter assertive saya kira adalah rasa percaya diri. Orang yang sudah merasa percaya diri, biasanya akan lebih berani menyampaikan isi hati secara baik. Dia akan berani ‘menagih’ sesuatu yang memang menjadi haknya. Tetapi, tentu saja dia tetap akan mendahulukan kewajibannya. Orang percaya diri adalah orang yang profesional, bisa mengukur 'nilai dirinya' secara tepat, tidak meninggikan diri, tetapi juga tidak merendahkan diri. Proporsional.

Setelah percaya diri, agar kita bisa bersikap assertive, kita harus jujur dengan perasaan sendiri, dan tidak menutup-nutupi. Jika Anda memang merasa terganggu dengan seseorang yang seenaknya sendiri membuang sampah di halaman rumah Anda, mengapa Anda berpura-pura menganggap bahwa itu bukan masalah? Jika Anda memang salut kepada seseorang, mengapa Anda gengsi menyatakan?

Lantas, yang perlu kita kembangkan selanjutnya adalah kemampuan berkomunikasi. Hal yang terpenting dalam sebuah komunikasi adalah: tersampaikannya pesan dari si pemberi pesan tanpa adanya penafsiran yang berbeda dari si penerima pesan. Coba bandingkan dua kalimat ini:

“Sahabatku, jika kamu ada waktu, bisakah kau luangkan sedikit waktu? Aku ingin berbicara denganmu barang satu dua jam, untuk menghapus rasa kangenku, serta membicarakan proyek kerjasama bisnis kita di minggu ini. Kamu bersedia?” 

Saya kira ucapan ini jauh lebih assertive daripada ketika kita berkata, “Aku pengiiin banget ketemu kamu, tapi kayaknya kamu sibuuuk banget. Jadi, ya sesempatmu ajalah!” 

Ahaa! Bagaimana sahabatmu akan menganggap perkataan Anda penting, karena Anda tidak sampaikan secara baik. 

Nah, demikian tadi sekilas tentang assertive. Kalau belum puas, ubek-ubek aja di internet ya, atau beli buku khusus yang membahas soal itu. Atau bisa juga menambahkan pertanyaan di kolom komentar. Insya Allah akan saya coba jawab, kalau saya bisa. Kalau nggak bisa, saya akan cari referensi, atau tanya kepada yang lebih ahli, hehe.

Daaan, yang terakhir, yang juga perlu saya pertebal: jangan takut dianggap tidak sopan hanya karena kita assertive. Justru, bersikap assertive itu sebenarnya mutualisme, saling menguntungkan. Enak di Gue, enak juga di Lu. Bukan enak di Gue dan nggak enak di Lu, tetapi juga buka enak di Lu nggak enak di Gue.

Opps, pasti ada yang protes nih, saya sudah ber-Lu-Gue. Hehe.


[1] http://www.happymondays.be/en/win-without-fighting-assertivity-skills

3 komentar untuk "Assertive, Yuk!"

Comment Author Avatar
makasih Mbak Yeni ^^
Selama ini ternyata saya memiliki sikap non assertive -_- #astaghfirullah
Karena setiap kali ditawari bantuan atau apapun itu saya selalu menolak karena takut merepotkan dan sebagainya...
Comment Author Avatar
Bisa jadi itu faktor dari kemandirian Feema, sebenarnya tergantung bagaimana kita memahami lawan bicara juga
Comment Author Avatar
Saya pernah baca buku yang termasuk membahas asertif, Mbak. Judulnya An Intelligent Life Karya Julian Short ...

Beberapa kutipan yang saya catat masih ada, nih :

- Setiap orang takut akan penolakan, tapi orang yang bahagia tidak merasa perlu takut mereka akan mendapatkannya


- Seorang yang asertif menerima kekalahan dengan baik, karena sikap asertif yang efektif memberi kita ruang untuk salah.

- Jika kita mengharapkan orang lain setuju dengan kita sebab kita benar, bersiaplah untuk kecewa.

- Jangan hanya memberi petunjuk, ungkapkan dengan kata-kata, jika kita marah atau pun terluka.

- Hanya memikirkannya bukan cara yang bagus untuk melengkapi atau menyelesaikan jalan pikiran kita. Membicarakannya adalah yang terbaik, tapi menuliskannya hampir sama baiknya --- buku harian bisa membantu mendefinisikan diri kita secara asertif


Mindahin catatan tangan ke sini.

Salam santun

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!