Rafting Anti “Galo” di Derasnya Sungai Elo


Ketika ibu-ibu pengajian di kampung saya mengajak rafting di Sungai Elo, sejatinya saya merasa senang-senang ngeri. Senang, karena rafting adalah sesuatu yang saya inginkan sejak dulu. Menyusuri sungai dengan memakai boat tentu akan jadi keasyikan sendiri. Apalagi jika arus sungai deras dan harus menyusuri sekian jeram. Pasti menyenangkan. Ngeri, karena saya sering mendengar cerita seram tentang kegiatan yang tak jarang memakan korban itu.

“Tenang, Mi... Sungai Elo itu aman,” ujar suami saya, yang memang pernah beberapa kali melakukan rafting di sana.

Sebenarnya, saya tidak terlalu takut pada air sungai. Lha, bagaimana mau takut? Saya besar di sebuah lokasi yang tak asing dengan sungai. Ada tiga sungai mengalir dekat rumah orang tua saya, yang semua bermuara di Sungai Klawing, dan akhirnya berkumpul di Sungai Serayu. Sejak kecil, saya biasa mandi dan berenang di sungai. Pernah juga loncat-loncat dari ketinggian dan mencebur ke permukaan kedung yang dalam.

Baiklah, the show must go on. Ahad pagi, habis subuh, saya dan anak saya, Anis, diantar suami ke lokasi pemberangkatan. Mengendarai bus DAMRI, 42 penumpang yang mayoritas ibu-ibu berusia 30-an ke atas, meluncur ke Magelang. Sekitar 3 jam perjalanan, tepatnya jam 9.00, bus merapat di Kampung Ulu, dekat objek wisata Candi Borobudur.

“Turun bus, semua harus sudah dalam kondisi siap ratfing. Semua barang ditinggal. Sepatu, jika takut hanyut, tinggal saja. HP, kacamata ditinggal, kecuali ada tas anti air.”

Saya melirik sepatu kets yang saya pakai. Sepertinya akan jadi masalah jika perahu tiba-tiba membalik dan saya tercebur ke air. Bakal berat berenang menggunakan kets. Akhirnya, saya memutuskan melepas sepatu, dan hanya mengenakan kaos kaki. Mestinya tadi pas kesini bawa sandal gunung saja. Ternyata, ibu-ibu lain pun banyak yang bernasib sama dengan saya.

Karena minus saya lumayan banyak, dan acara bisa terancam tidak seru hanya gara-gara mata yang tak bisa melihat jelas, saya memutuskan tetap berkacamata. HP saya simpan di tas kecil dari plastik yang saya kalungkan di leher. Meski dari pemandu sudah disiapkan jasa fotografi, saya tetap merasa sayang jika ada momen yang terlewatkan.

Rombongan pun bergerak menuju hulu, diangkut menggunakan mobil colt, berdesak-desakan dengan peralatan rafting mulai dari boat yang ditaruh di atap mobil, helm, pelampung dan dayung sebanyak isi mobil. Sekitar seperempat jam, mobil pun sampai di dermaga hulu Sungai Elo.

Oke, petualangan pun dimulai. Kami mengenakan jaket pelampung, helm dan masing-masing diberi sebatang dayung. Satu boat berisi 6 penumpang dan satu instruktur. Jadi, tepatnya kami menyewa 7 boat, siap bertanding di atas derasnya Sungai Elo. Kami akan menyusuri jalur sejauh sekitar 10 kilometer, dan memakan waktu sekitar 3 jam.

Kelompok Tiga, Yes!
Anggota Kelompok 3
Agar kian semangat, masing-masing kelompok membuat yel-yel. Kelompok kami juga. Yel-yelnya simpel saja: Kelompok Tiga, Yes! Meski simpel, efeknya ternyata lumayan membakar semangat. Boat kami segera melaju, meninggalkan boat teman-teman, dan ditempel ketat boat kelompok empat.
Meski arus cukup deras, kami tetap menggunakan dayung kami. “Kalau nggak mendayung, bisa sore hari nanti sampainya, Bu!” ujar instruktur, separuh bergurau.

Jeram pertama kami lewati, tak terlalu curam sih, cuma sekitar 2 meter tingginya. Tapi lumayan juga. “Lepaskan dayung, berpegangan!” teriak instruktur. Kami semua berpegangan erat ke tali.
Perahu meluncur deras, menuruni jeram. Duer! Perahu menghantam batu, sehingga membalik. Yang tadinya di depan, kini berubah posisi di belakang. Instruktur tampak berusaha keras mengendalikan arah kapal. Dada saya sedikit berdebar, sementara Anis, anak saya tampak tegang.

Akhirnya perahu masuk ke arus tenang. Kami mendayung perahu, berusaha mengembalikan arah perahu. Dan berhasil. Kami menghela napas lega, dan mendayung kembali. Awalnya santai. Namun kemudian terdengar suara teriakan, “Kelompok Empat, Semangaaat!”

“Awas, kesalip kelompok empat!”
“Ayo, dayung lagi...!”
“Dayung! Dayung! Dayung!”
Semula kami ada di depan, tapi ternyata dengan kekompakanya yang luar biasa, kelompok empat berhasil menyalip kami. Yaaah....
Melewati jeram... seruuu...
Jeram lagi... lebih deras!
Saya melihat perahu kelompok empat berbelok dan berbalik. Sementara perahu kami meluncur kencang didorong arus. Yeaaah, kami ditolong arus.
Kami pun kembali memimpin klasemen. Perahu semakin cepat meninggalkan lawan. Saat melewati jeram, kami sudah tidak takut lagi, dan bahkan tetap mendayung. Satu demi satu jeram kami lewati. Kilo demi kilo terjalani. Kami berteriak-teriak, berseru-seru dan bernyanyi-nyanyi sepuasnya.

Rest Area
Sampai di rest area, kami tetap terdepan. SERUUU!
“Ayo, sekarang saatnya minum kelapa muda!” ujar instruktur.

Boat merapat di dermaga. Waduuuh, kok kaki dan tangan jadi gemetaran gini ya. Ternyata ini efek mendayung sekuat tenaga tanpa pemanasan. Ketika turun dari boat dan berjalan ke atas bukit, saya sempat berpegangan tangan dengan peserta lain yang juga ternyata mengalami hal sama.

Di atas, puluhan kelapa muda, berjajar di gubuk-gubuk yang tersedia. Satu orang satu kelapa muda, masih dengan tempurungnya. Slruuuup, segaaar! Ada juga sendok untuk mengeruk daging kelapa. Sedaaap. Selain kelapa muda, ada juga aneka kue tradisional seperti onde-onde, martabak dan clorot. Kami makan dengan rakus. Ops, tetap baca doa, yaaa... hehe.

Kami beristirahat sembari menunggu kelompok lain.  Begitu kelompok lain sampai, ceritanya macam-macam. Ada yang perahunya terjepit batu, ada yang bocor, ada yang malah pesertanya cebur-ceburan di air. Rameeee! Hebohnya minta ampun.

Balapan Boat
Setelah puas istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Ternyata setelah makan, tenaga kami menjadi pulih. Apalagi, kami berubah posisi. Yang tadinya di kanan, pindah ke kiri. Ini untuk mengantisipasi agar pegal-pegalnya nanti tidak terlokalisir di satu tempat. Ide bagus!

Tetapi, kelompok empat, rival kami, ternyata juga semakin bersemangat. Mereka kompak mendayung sembari berseru-seru. SATU. DUA. TIGA. Woow, gak habis kali ya, suara mereka. Berkali-kali kami nyaris terkejar. Daaan... sampai mendekati finish, kami berjarak sangat tipiiiis. Tapi, yang menang ... tetap kami dong! Hehe.

Oke, kami sedang tidak menang-menangan. Ini cuma cara agar kami bisa kian semangat melakukan rafting. Namun, setelah mendengar cerita teman-teman di belakang, saya tiba-tiba menyesal.
“Tadi kami mandi-mandi, lho!”
“Tadi kami cebur-ceburan, asyiiik!”

Lha, menyesal, kenapa konsentrasi rafting jadi bukan menikmati indahnya aliran sungai? Mengapa justru jadi lomba mendayung.

Baiklah, kelak saya akan kembali kesana. Abaikan dayung. Simpan saja. Dan saya akan rafting sembari tiduran di atas boat. Sembari mencipta syair atau cerita. Biar saja sampai finish menjelang sore atau paginya. Yang penting sampai finish, satu novel selesai. Ahaiiii... ngayal!

Buat kamu, iya kamu... yang sedang galau, rafting di Sungai Elo, dijamin bikin hidup kita makin berkilau... nggak percaya? Buktikan saja!

Oya, untuk menyewa boat, kita membutuhkan dana Rp 750.000/boat dengan kapasitas 6 orang. Sudah termasuk biaya pemandu/instruktur, transportasi lokal dari Kampung Ulu ke dermaga, snack rest area, makan siang dan fotografer. Jadi, kita tinggal mengalokasikan biaya transportasi dari tempat kita menuju Kampung Ulu saja. Jika rafting dimulai jam 9, jam 1 sudah sampai ke Kampung Ulu. Mandi, ganti baju, makan siang. Masih ada sisa waktu? Bisa main ke Candi Borobudur. Tapi, itu kalau masih ada tenaga ya? Kalau saya sih, bawaannya ingin segera tidur dan istirahat.


4 komentar untuk "Rafting Anti “Galo” di Derasnya Sungai Elo"

Comment Author Avatar
Asyiiiiik... bangeeet, mupeeeeng Mbak. Tapi saya punya nyali nggak yah buat ikut itu, karena saya takut air hihihi...
Comment Author Avatar
Sebagian yang ikutan rafting ini juga takut air. Tapi akhirnya berhasil memecahkan ketakutan dan hepi :-D
Comment Author Avatar
wow, Mba Afra berani juga....
Comment Author Avatar
Yang anak2 aja berani :-D
Ibunya gak mau kalah, dong

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!