Widget HTML #1

Perempuan yang Mengandung Bola Api

Gambar: dreamstime.com
Ruang operasi semakin beku. Bukan sekadar karena pendingin ruangan, tetapi juga karena sejuta tanda tanya telah melebur ke aliran darah para manusia berpakaian dan masker serba putih yang berada di ruang tersebut. Gunting, pisau bedah dan peralatan canggih yang sedianya akan membantu mengeluarkan jabang bayi, tergeletak di tempatnya masing-masing. Sementara, perempuan yang perutnya menggelembung sebesar bola basket itu masih tergeletak tak sadarkan diri setelah bius total mematikan kesadarannya untuk sementara.

“Bagaimana mungkin perut ini menjadi begitu keras dan tak mampu kita bedah?” bisik Restu Bumi, lelaki yang paling diandalkan di ruangan tersebut. Dia adalah kepala operasi, bertitel spesialis kebidanan dan ilmu kandungan. Belum terlalu tua sebenarnya, tetapi kerut keningnya berbiak secepat uban-uban yang kini tumbuh pesat di kepalanya.

“Apakah terjadi perubahan jaringan di perut ibu ini, Dok?” tanya Rudi, sang asisten, yang juga masih termangu menghadapi pasien yang sangat aneh itu. “Perut itu, berubah menjadi besi?”

“Kita urungkan dulu operasi kita kali ini,” perintah Restu Bumi, dengan nada suara nyaris putus asa. Operasi ketiga, dan tetap saja tak mampu membuahkan apa-apa.

Ini kasus teraneh dalam hidupnya. Perempuan berusia 30 tahun itu datang kepadanya untuk meminta bedah cesar setelah lebih dari sepuluh bulan kandungannya tak juga menemui tanda-tanda persalinan.
“Sepuluh bulan?” mata Restu Bumi membesar. “Dan kau baru datang memeriksakan diri ke dokter?”

“Ini mungkin kesalahan saya, Dokter. Tetapi saya merasa bahwa namanya kehamilan, pasti suatu saat akan menemui masa bayi itu keluar dengan sendirinya,” ujar perempuan itu. Namanya Rundung. 

Nama yang juga seaneh kasusnya. Coba kau ketik nama itu di mesin pencarian di dunia maya. Alih-alih menemukan kata itu tertempel pada identitas seorang wanita, kau malah akan menemukan sebuah arti yang membuatmu terpana. Rundung, artinya menyusahkan, menganggu, mengusik terus menerus.

“Dan nyatanya sudah sepuluh bulan, bayimu tak mau keluar.”
“Entahlah. Karena bingung itu, saya datang kepada dokter.”
“Mana suamimu?”
Dia mengatakan, bahwa suaminya berada di luar negeri. Seorang ekspatriat yang pulang tak sampai dua kali setahun saat hari raya.

Lalu, Restu Bumi pun seperti terjebak pada pusaran ketidaklaziman yang terpusat dari perempuan bernama Rundung itu. Ultrasonografi yang dia gunakan selama sepuluh tahun dalam praktiknya sebagai dokter spesialis kandungan, selalu saja mati jika tengah mencoba memeriksa rahim perempuan itu. Semula dia mengira bahwa alat tersebut rusak. Nyatanya, setelah Rundung pergi, alat itu bisa digunakan kembali untuk memeriksa pasien-pasien yang lain.

Kehamilan yang aneh. Perut Rundung keras sekali, tak sekadar mengeras seperti kayu atau batu, tetapi besi. Perempuan itu mengandung bola besi?

Beberapa hari dia mencoba memeriksa perut Rundung, dan tak hanya USG, semua peralatan lain selalu mati saat dipakai untuk memindai perut besi itu. Akhirnya, dia pun mendiskusikan kasus teraneh sepanjang karir kedokterannya kepada sesama dokter ahli, namun di bidang bedah dan penyakit dalam. Satu tim dokter dari aneka disiplin keahlian dibentuk oleh direktur rumah sakit tempat Restu Bumi bekerja. Mereka bersepakat untuk membuka perut Rundung untuk tahu, apa yang ada di dalam rahimnya.

Namun, tiga kali operasi, peralatan selalu gagal mengiris ataupun menggunting jaringan tubuh Rundung. Keras, kulit itu mengeras, sekeras besi.

Restu Bumi mendadak mengidap depresi. Ubannya bertambah semakin banyak, seiring dengan bulir-bulir penasaran yang menimpuki ketenangannya.

“Dok, coba lihat ini!” Timur, seorang perawat, mendekatinya, menyodorkan sebuah gadget, menunjuk ke sebuah akun media sosial. “Bukankah nama akun ini mirip dengan nama pasien aneh kita.”

Dada Restu Bumi berdesir. Terlihatlah kini sebuah nama yang memang persis dengan nama orang yang selam beberapa hari ini membuatnya mengidap insomnia. Rundung Putri Taksaka nama lengkapnya. Dari media sosial itu, terlihat betapa banyak pengikutnya. Lebih dari tiga ratus ribu. Luar biasa. Pasiennya ini ternyata seorang pesohor media sosial. Latar belakang pendidikannya membuat Restu Bumi berdecak. Rundung ternyata seorang Ph.D dari sebuah kampus yang masuk dalam jajaran 10 besar kampus kenamaan dunia. Entah benar atau tidak, tetapi itulah yang tertera di biodata pasiennya. 

“Saya benar-benar tak paham kelit kelindan dunia maya,” ujar Restu Bumi. “Saya tua di ruang persalinan dan operasi. Tetapi, coba, saya akan mencoba mencari titik temu antara kasus ini dengan apa yang dia tampilkan di dunia maya.”

“Timur, boleh aku meminjam gawainya beberapa hari ini? Saya tak pernah punya minat membeli gawai macam ini.”
“Silakan, Dok.”

Dua hari dua malam, nyaris tak tertidur, Restu Bumi membaca sekitar dua juta kicauan Rundung Putra Taksaka sejak lima tahun yang lalu. Lalu, di pagi harinya yang ketiga, Restu Bumi seperti melihat ada sebuah titik temu. Namun, bukannya menemui temannya sesama dokter ahli, dia malah meminta sopir mengemudikan sedannya ke sebuah tempat yang berjarak 50 kilometer dari rumah sakit tempat dia bekerja.

Bijak Bestari, nama sosok yang dia temui. Seorang lelaki berusia hampir seratus tahun, namun memiliki tubuh 40 tahun lebih muda dari usianya. Lelaki yang mungkin tak akan pernah menjadi lebih tua, karena bersamanya, rotasi bumi seperti terhenti. Mungkin bola bumi telah dipaku olehnya.
“Saya ingin bertanya, Kangmas, apakah betul, cacian, makian, perundungan, akan tertelan dan menggumpal dalam tubuh seseorang?”

“Tak sekadar menggumpal dan membesi, namun juga menjadi bola api.”
“Saya memiliki pasien yang mengandung bola besi.”
“Itu bukan bola besi, tetapi bola api.”
“Apa? Bola api?”
“Ya, isi dari bola besi itu adalah api. Api yang bergejolak sangat panas, enam puluh kali lebih panas dari api manapun di muka bumi ini.”

“Itu... itu api neraka?” Tubuh Restu Bumi menggigil. “Jadi, apa yang harus aku lakukan terhadap pasien saya itu?”
“Berapa bulir-bulir besi panas yang dia lemparkan untuk menyerang lawan-lawannya?”
Mendadak Restu Bumi teringat pada dua juta kicauan itu. Itukah yang disebut sebagai bulir api? Tubuh Restu Bumi bergetar saking ngerinya membaca kicauan yang sepanas bara itu. Rundung menyerang siapa saja. Presiden, menteri, jenderal, politisi. Mantan presiden, mantan menteri, mantan jenderal, dan mantan politisi.

“Tanyakan, berapa dia dibayar untuk satu bulir api yang dia lemparkan? Lalu keluarkan uang sebesar itu untuk kebaikan.” 
“Itu saja, Kangmas?
“Tidak, itu belum cukup. Dia harus pula membuat dua juta kicauan yang mematikan bara-bara itu. Nanti, bola api dalam perutnya akan hilang.”
“Sudah?”

“Masih ada satu lagi. Suruh dia tidak mengulangi lagi perbuatannya.”
“Baiklah, Kangmas.” Restu Bumi mengangguk. 
Dia pun kembali ke rumah sakit dan menemui Rundung. Dia katakan kepada perempuan itu ketidakmampuan tim medis mengatasi permasalahan yang menimpanya.

“Kami telah mencoba mengoperasimu sejak tiga kali. Tetapi, perutmu sungguh sangat keras. Namun, ketahuilah, sepertinya kau tidak hamil. Perutmu membesar karena bulir-bulir api panas yang kau lemparkan ke lawan-lawanmu itu, ternyata tertelan dalam tubuhnya. Di dalam perut, bulir menyatu jadi gumpalan yang lama-lama mengeras jadi bola besi.”

Rundung tampak takjub mendengar penjelasan Restu Bumi. “Jadi, saya tidak hamil, Dok?”
“Kau hanya mengandung bola besi, bukan anak.”
“Lalu, apakah perut ini akan terus begini, membesar, sehingga aku dan orang-orang mengira bahwa aku hamil?”

“Kau bisa mengempiskan perutmu dengan dua cara.”
Restu Bumi membisikkan pesan Bijak Bestari kepada Rundung Puteri Taksaka.
“Dok, tetapi sebenarnya, aku tak ada masalah apapun dengan orang-orang yang aku serang. Aku, aku hanya dibayar. Itu profesiku, Dok. Aku belajar hingga tingkat tertinggi, mempelajari ilmu tentang bagaimana menjadi kaya dari dunia maya.”

“Tetap saja bulir-bulir panas itu tertelan dan membesar, membola dalam perutmu.”
Rundung tercenung. Matanya yang indah menerawang ke udara.
“Aku hanya membantu. Sudah banyak tokoh di negeri ini yang aku bantu.”
“Kau tidak sedang membantu. Kau sedang merundung lawan-lawanmu, seperti namamu.”
Mata itu kian menerawang.

“Dua syarat itu terlalu berat, Dokter....”
“Terserah, hanya itu yang bisa kamu perbuat.”
“Baiklah,” desah Rundung. “Aku akan mencoba.”

Pasien itu pun mengemasi barang-barangnya, melunasi tagihannya, dan pulang dari rumah sakit dengan kondisi perut tetap membesar. Mungkin orang-orang akan heran, mengapa dia tak juga kunjung melahirkan. Restu Bumi dan teman-temannya sudah sepakat untuk merahasiakan perihal bola besi itu, demi menjaga nama baik Rundung. Jika ada orang yang menanyakan, Rundung pasti punya seribu alasan. Entah kanker, entah penyakit aneh, itu urusan Rundung.

Yang jelas, jika Rundung mau mengikuti saran-sarannya, perutnya lama-lama akan mengempis, dan orang akan percaya bahwa Rundung memang tidang mengandung, hanya mengidap semacam penyakit yang akhirnya bisa disembuhkan.

Dari balik kaca jendela ruangnya, Restu Bumi menatap sosok itu memasuki taksi, dan perlahan kendaraan itu meninggalkan halaman rumah sakit.

Restu Bumi mengira, Rundung akan mengikuti saran-sarannya. Namun, alangkah kagetnya dia, ketika setahun kemudian, dia bertemu dengan perempuan itu di suatu tempat, dan dia melihat perut perempuan itu masih besar, bahkan kian menggelembung, sehingga orang menyangka dia sedang hamil kembar dua, atau malah tiga.

“Rundung, kau hamil lagi?”
“Bukan hamil, Dok, tetapi perut saya membesar karena bola api.”
“Kau tak kerjakan saran saya?”

“Awalnya ia, dan Dokter benar, perut saya lama-lama mengempis. Tetapi, itulah Dok, saya tidak kuat. Sebab, saya sempat jatuh miskin. Padahal, saya sudah merasakan betapa kaya diri ini dengan pekerjaan sebelum ini. Selain itu, banyak klien-klien saya terus merayu, agar saya tidak menghentikan pekerjaan saya. Mereka sudah terbiasa dan puas dengan pelayanan yang saya berikan. Mereka bahkan menawariku bayaran berlipat-lipat lebih tinggi dari sebelumnya. Bagaimana mungkin saya tidak tergoda?”

“Tetapi, Rundung... kau selalu menelan bola api yang kau ciptakan sendiri.”
“Biarlah... perutku sudah membesi, sebentar lagi kulitku, dan sekujur tubuhku.” 
“Kau tidak takut dengan semua itu?”
“Aku sudah belajar bagaimana mengelola rasa takut. Dan, lama-lama aku terbiasa memiliki perut yang membesar.”
“Rundung, pikirkan sesuatu yang lebih dari itu.”
“Apa misalnya?”
Restu mengerutkan kening. “Neraka misalnya? Kau tak takut?”

“Justru ini yang membuat aku merasa yakin untuk terus melanjutkan apa yang telah aku lakukan. Dengan keadaanku sekarang ini, aku memiliki tameng jika neraka kelak membakarku, Dokter.” Rundung tertawa terbahak-bahak. 

“Baiklah Rundung, kerjakan saja semaumu apa yang menjadi lakumu. Selamat siang!”

Restu Bumi pun segera meninggalkan perempuan itu dengan mulut terus bersungut-sungut. Sementara, di belakang sana, Rundung belum berhenti dari tawanya yang terbahak-bahak. Bahkan, tawa itu kian lama kian keras. Lalu, mendadak udara terasa sangat panas. Restu Bumi berlari kencang, takut jika hawa panas dari mulut Rundung membakar alam semesta.

Tetapi, seakan badai wedus gembel yang meluncur dari kepundan Merapi, serangkum hawa panas itu terus saja mengikutinya. Restu Bumi memasuki mobil, lalu tancap gas. Celaka, hawa panas itu tetap berlari menguntitnya. Dia tekan lebih dalam gas mobil, hawa panas itu tetap mengejarnya. Bahkan, kini dia melihat semak belukar dan pepohonan di kanan kiri jalan kini mulai ikut terbakar.
Api di mana-mana.

Dan Restu tak tahu harus mengarahkan laju mobilnya ke tujuan mana. Maka, dia pun akhirnya memilih berhenti. Dia pasrah dan membiarkan jilatan hawa panas itu melelehkan satu per satu sel pada tubuhnya.

Kebakaran besar melanda semesta. Meluluhlantakkan segalanya.

Lantas, Restu mendengar suara keras di langit. Suara yang sangat dia kenali. Perempuan yang mengejan. Perempuan yang melahirkan. Lengkingan penuh kesakitan. Diiringi dengan bayi-bayi yang terbang di angkasa. Bayi-bayi api.

*******
Yuk, dapatkan paket 3 novel bersetting sejarah: 
De Winst, De Liefde, Da Conspiracao. 
Rp 200.000 sudah dapat 3 buku. 
Pemesanan hubungi Angga (087835388493)


Posting Komentar untuk "Perempuan yang Mengandung Bola Api"