Bagaimana Menulis Non Fiksi (Esai, Artikel, Opini dan Artikel Ilmiah)? - Bagian 1
Salah satu momok bagi siapa saja yang bergelut di dunia akademik, khususnya mahasiswa adalah tugas menulis. Iya nggak? Ayo ngaku saja! Meskipun umur saya saat ini telah 40 tahun lebih, qodarullah saya juga masih aktif kuliah. Jadi, saya juga tak terlepas dari tugas ini. Anak sulung saya saat ini juga sedang kuliah di Sastra Inggris UNS. Dia sering mengurung diri di kamar, bergelut dengan tugas menulis. Bahkan suami saya pun sekarang juga masih kuliah secara online di sebuah kampus internasional.
Karena hal itulah, saya bisa memahami betapa tertekannya ketika kita harus berjibaku dengan tulisan-tulisan. Berbeda dengan era kuliah di zaman dulu, saat ini, kurikulum di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk mendapatkan output dari kuliah yang jelas. Tugas menulis merupakan salah satu output atau luaran yang paling populer. Maka, tak heran jika hampir semua dosenmu pasti memberikan tugas ini di setiap mata kuliahnya. Seringkali bukan hanya satu, tapi lebih dari itu. Pusing juga, kan?
Tugas menulis itu memusingkan, karena pada faktanya, ternyata belum semua mahasiswa memiliki ketrampilan menulis. Meskipun kita belajar bahasa Indonesia sejak SD, ternyata berliterasi itu suatu hal yang sulit juga ya, saya juga heran dengan keadaan itu. Semakin heran ketika melihat banyak orang bertitel sarjana, tetapi menggunakan tanda baca serta penggunaan huruf kapital di tulisan-tulisan formal pun sering gagal.
Maka, tugas populer itu pun akhirnya menjadi beban yang memicu stres. Saya ingat, saat menyelesaikan kuliah S2 di Magister Psikologi UMS kemarin, ada beberapa teman yang mengaku siklus menstruasinya sampai terganggu. Wah, ini berarti ada perubahan fisiologis pada tubuh mereka sebagai respon terhadap tekanan-tekanan yang mereka rasakan. Jika kamu seorang perempuan, waspada ya, jika siklus haid sampai terganggu—misal tambah cepat atau tambah lama. Sangat mungkin hal tersebut merupakan respon atau warning tubuh, bahwa ada stres kategori sedang sampai berat yang sedang kamu rasakan.
Oke, kembali soal tugas menulis. Saya sangat bersyukur, karena memiliki kemampuan menulis yang cukup untuk bisa membantu saya menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Sejak kecil, saya telah terbiasa menulis, baik menulis cerpen, puisi maupun novel. Saat ini, sudah 60 lebih buku saya diterbitkan, alhamdulillah, semoga menjadi bagian dari amal jariyah. Adapun menulis artikel, mulai saya coba sejak usia remaja. Hampir setiap hari saya menulis. Jadi, menuangkan kata-kata dalam ujud tulisan, bukan hal baru buat saya.
Namun, jujur saja, ternyata menulis artikel ilmiah itu tidak semudah yang saya kira. Saat kuliah S1 di jurusan Biologi Fakultas Sains dan Matematika (dulu namanya FMIPA), saya tidak terlalu banyak berkutat dalam ranah ini. Hampir setiap hari saya menulis laporan praktikum, tapi formatnya hanya sekadar meniru apa yang dilakukan kakak kelas, hehe. Bukan me-copas atau plagiat, tetapi menulis ulang dengan tulisan tangan, yang berbeda hanya data-data yang kita dapatkan dalam praktikum.
Begitu juga saat kuliah di Magister Manajemen Universitas Slamet Riyadi. Saat itu, tugas menulis artikel juga cukup banyak, namun tuntutannya tidak sebesar saat saya kuliah di Magister Psikologi UMS. Artikel hanya dikumpulkan, tidak dibahas dan diminta dikirim ke jurnal-jurnal. Mungkin karena kurikulumnya juga berbeda. Saat di Psikologi UMS, hampir setiap tulisan yang kita buat dibahas di ruang kuliah, lalu diminta dikirim ke jurnal. Untungnya, saat itu saya mendapat bimbingan dari para dosen yang sangat berpengalaman dalam kepenulisan karya ilmiah—seperti jurnal-jurnal yang sering kamu baca di Google Scholar. Salah satunya, yang sekarang juga menjadi bestie saya, adalah pembimbing tesis saya sendiri, Dr. Eny Purwandari, M.Si yang saat ini menjadi Kepala Program Studi S3 Psikologi UMS. Terimakasih Yundaku, telah memberikan banyak ilmunya kepada saya.
Jadi, bisa dikatakan, saya baru belajar menulis artikel ilmiah saat berada di bangku Magister Psikologi UMS. Tertatih-tatih saya belajar menulis karya ilmiah. Alhamdulillah, satu persatu bisa nongol di beberapa jurnal terakreditasi. Kamu bisa baca tulisan-tulisan tersebut dengan klik link di sini, ya.
Setelah saya renungi, baik tulisan ilmiah maupun populer, bahkan kepenulisan fiksi, sebenarnya memiliki pola yang mirip. Pola itu terdiri dari PESAN UTAMA dan STRATEGI agar pembaca yakin dengan pesan tersebut.
Tulisan fiksi rata-rata berbentuk narasi. Pada sebuah narasi, pesan utama itu masuk, menyelinap, atau mengalir secara alamiah dalam alur atau plot. Agar pembaca bisa ikut menyetujui pesan-pesan tersebut, maka penulis ‘menciptakan’ tokoh, menunjuk lokasi, waktu dan kondisi-kondisi lain sebagai ‘setting.’ Pesan dibawakan dengan indah melalui konflik yang terbangun dari tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Pada tulisan non fiksi, yang biasanya berbentuk eksposisi atau argumentasi, pesan utama sering disebut sebagai tesis, atau kalimat pokok yang menjadi intisari dari sebuah tulisan. Tesis tersebut bisa merupakan pendapat atau argumen inti dari si penulis. Agar pembaca setuju dengan tesis tersebut, maka penulis harus mengeluarkan bukti-bukti yang bisa didapatkan dari data sekunder maupun data primer. Data sekunder diperoleh dari referensi atau rujukan berupa buku-buku, artikel atau tulisan dari orang lain. Selain data sekunder, referensi juga menjadi sarana kita mencari jawaban awal dari pertanyaan kita yang menjadi dasar dari tesis tersebut. Referensi yang dijadikan sebagai sarana mendapatkan jawaban sementara itu disebut sebagai teori.
Adapun data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian yang kita lakukan sendiri. Pada artikel ilmiah yang merupakan laporan dari sebuah penelitian, data primer merupakan jawaban dari pertanyaan pada tesis awal (hipotesis), yang berasal dari hasil penelitian kita. Jadi, polanya kurang lebih sama.
Pada prinsipnya, menulis memiliki 5 tahapan yang akan saya jelaskan secara lebih detil dalam beberapa bagian tulisan ini. Lima tahapan itu adalah tahap perrsiapan (pre-writing, pra menulis), tahap menulis atau membuat draft pertama (writing), tahap revisi, tahap editing dan terakhir adalah tahap publikasi. Tahap pertama merupakan tahap persiapan, di mana kita akan mencari sebanyak mungkin ide dan informasi untuk bahan kepenulisan kita. Di tahap kedua, kita menuangkan bahan-bahan yang kita kumpulkan itu dalam bentuk tulisan, yang kemudian direvisi di tahap ketiga, dan diedit di tahap 4. Terakhir, di tahap lima, kita mempublikasikan karya tersebut sesuai dengan alokasi tulisan. Jika tulisan itu merupakan tugas dari dosen, berarti publikasinya dengan disubmit kepada dosen tersebut. Jika merupakan lomba, berarti dikirim ke lomba, dan sebagainya.
Tahap-tahap tersebut bisa kita terapkan baik saat menulis non fiksi maupun fiksi. Namun dalam artikel ini, saya akan mengkhususkan pada kepenulisan non fiksi, berupa artikel, esai, ataupun artikel ilmiah yang akan kita kirimkan ke jurnal-jurnal ilmiah. Saya akan secara lebih mendetil menuliskan tahap-tahap tersebut di artikel selanjutnya yang merupakan sambungan artikel ini. Salam literasi!
BERSAMBUNG.
Posting Komentar untuk "Bagaimana Menulis Non Fiksi (Esai, Artikel, Opini dan Artikel Ilmiah)? - Bagian 1"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!