Widget HTML #1

Tips Menulis Gaya Afifah Afra #8

Meneladani Semangat Hajar
Mumpung berbarengan dengan idul Adha, saya akan mengajak teman-teman meneladani kegigihan Hajar dalam meraih sesuatu. Ingat peristiwa ketika Hajar ditinggal sang suami, Ibrahim A.S. bersama puteranya yang masih bayi, Ismail, di padang pasir yang panas? (Namanya juga padang pasir, ya mesti panas kan? Hehe).  Singkat kata, setelah bekal mereka habis, Ismail menangis keras-keras, karena kehausan. Hajar pun kebingungan mencari air. Saat itu, ia melihat pantulan fatamorgana di sebuah bukit yang ia kira air. Maka ia pun berlari. Ternyata sampai di sana, nihil. Dan ketika ia melihat ke bukit sebelahnya, ia melihat fatamorgana lagi, dan lagi-lagi ia menduga air, sehingga penuh semangat ia berlari ke bukit tersebut.

Tujuh kali, Hajar berlari antara bukit Shofa dan Marwa. Ketika satu forum bersama saya, Akh Salim A. Fillah pernah mengatakan, bahwa Hajar barangkali telah menyadari bahwa di bukit Shofa ataupun Marwa sebenarnya tidak terdapat air ketika baru dua atau tiga kali berlari kesana. Tetapi, mengapa Hajar terus berlari hingga tujuh kali dan berhenti ketika melihat—justru dari hentakan kaki Ismail-lah terpancar air segar jernih nan berlimpah?
Kata Akh Salim, Hajar ingin memperlihatkan kepada Allah kegigihan dan ketekunannya dalam berjuang. Dan karena kegigihan itu, Allah memberi Hajar air, bukan dari hasilnya berlari-lari 7 kali antara Shofa dan Marwa, namun dari hentakan kaki Ismail. Tetapi jangan kira, bahwa apa yang dilakukan oleh Hajar itu sia-sia.
Haaaps! Tangkap deh, kata kuncinya. Kegigihan dan ketekunan yang membutuhkan usaha yang tak gampang. Seringkali para calon penulis sudah merasa putus asa ketika tulisan-tulisannya yang baru beberapa itu ternyata gagal-gagal melulu saat dikirim ke media. Banyak para penulis beken yang harus ‘berdarah-darah’ dahulu untuk bisa menembus media. Ditolak puluhan atau ratusan kali, itu mah biasa!

Posting Komentar untuk "Tips Menulis Gaya Afifah Afra #8"