Tips Menulis Gaya Afifah Afra #9: Manfaat Menulis Diari
Hmm... maaf sekali ya, Sobat! Beberapa hari, tips menulis gaya Afifah Afra tidak muncul di blog ini. Ada dua alasan, pertama ... saya takut sobat semua bosan dijejali menu-menu sejenis itu melulu. Maka, saya coba selipkan menu yang lain. Kedua, hehe... ini alasan sebenarnya. Beberapa hari terakhir saya lumayan sibuuuk (jiaaah), so, waktu online sangat terbatas. Baiklah, mari kita mulai ngebahas tips yang ke-9, soal nulis diary.
Sebagian penulis yang saya kenal, mengawali belajar menulis dari diary. Setelah menjadi penulis, di antara mereka ada yang masih melanjutkan kebiasaan tersebut, meski ada juga yang karena kesibukan, tak lagi sempat menulis diary. Ada juga yang akhirnya membukukan diary-diary tersebut—dengan berbagai penyesuaian—dan buku tersebut ternyata meledak di pasaran.
Beberapa tokoh terkemuka, juga banyak yang ide pemikirannya masih dianut oleh para pengikutnya meskipun tokoh tersebut telah tiada. Buku harian menjadi jembatan antar keduanya.
Hasan al-Banna misalnya, tokoh pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir pada tahun 1928 juga rajin menulis catatan harian. Saat ini, catatan harian tersebut telah diterbitkan dalam judul Memoar Hasan Al-Banna, Untuk Dakwah dan Para Da’inya oleh Penerbit Era Intermedia. Kata salah seorang sumber, buku edisi terjemahan itu telah terjual lebih dari 50.000 eksemplar. Padahal, edisi asli buku tersebut, berbahasa Arab, dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa di seluruh dunia.
Anne Frank, gadis kecil berusia 13 tahun yang ditawan bersama keluarganya di kamp konsentrasi Nazi, juga rajin menulis apa-apa yang dialaminya dari 12 Juni 1942 hingga 1 Agustus 1944. Ketika akhirnya Anne Frank meninggal dunia dalam usia sangat belia, ia meninggalkan catatan harian yang sangat terkenal di dunia itu.
Bagi saya, menulis diary memiliki banyak manfaat. Apa saja?
Pertama, kita akan dibiasakan membahasakan perasaan kita, ide-ide kita dalam bahasa tertulis—yang mana hal ini sangat dibutuhkan oleh seorang penulis profesional. Dengan sering berolah kata, reflek kita akan terbangun. Sense of art kita akan terbentuk, sehingga kita bisa membedakan apakah kalimat yang kita tulis terasa manis didengar, ataukah masih membutuhkan polesan.
Kedua, masih terkait dengan masalah tulis menulis, diksi kita akan semakin baik karena perbendarahaan kosakata kita yang semakin banyak. Secara mudah, kita bisa gambarkan, ketika kita biasa berolah kata dan ternyata kata-kata yang kita pakai ternyata hanya itu-itu saja, tentu kita akan bosan, bukan? Lantas, kita akan termotivasi untuk membuka-buka kamus, guna mendapatkan perbendaharaan kata-kata baru, yang membuat tulisan kita menjadi lebih segar.
Ketiga, menulis diari akan memperlihatkan sebuah proses pendewasaan. Kita akan mampu melihat diri kita dari masa ke masa, dan hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap sikap kita terhadap orang lain. Salah satunya, kita akan lebih maklum jika melihat seseorang melakukan kesalahan, kita juga dulu pernah begitu. Namun kita juga akan tetap berprasangka baik, bahwa orang tersebut akan kembali ke ‘jalan yang benar’. Selanjutnya menulis diary akan membuat kita memiliki emosi yang lebih terkendali. Kita akan lebih sabar, lebih percaya diri dan lebih teratur hidupnya.
Keempat, menulis diari adalah sebuah kerja jurnalistik. Kita sedang mencatat apa-apa yang kita alami, dan inilah sumber ide yang luar biasa. Menurut Josip Novakovich, pengalaman adalah sumber cerita fiksi yang terbaik. Dengan terbiasa mendokumentasikan pengalaman, berarti kita sedang menyimpan sebuah sumber ide yang terbaik.
Jadi, yuk nulis diary!
4 komentar untuk "Tips Menulis Gaya Afifah Afra #9: Manfaat Menulis Diari"
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!