Efek Rumah Kaca: “Awas, Es Kutub Mencair!”
Oleh Yeni Mulati, S.Si
Zoli tak habis mengerti! Ketika berencana menghabiskan liburan di rumah neneknya, di lereng Gunung Slamet , ia telah menjejali backpack-nya dengan aneka jenis benda antidingin. Mulai dari selimut tebal, jaket, ponco, hingga jahe wangi sachetan. Ia bahkan sudah membayangkan, dirinya bergulung selimut laksana anak kanguru di kantong perut ibunya. Ternyata… boro-boro kedinginan. Ia bahkan melihat Naufal, sepupunya tidur hanya mengenakan celana komprang dan kaos singlet. Meski begitu, keringat masih mengucur.
Efek Rumah Kaca
Para ilmuwan telah menemukan sebuah fakta bahwa di Bumi selalu berubah. Mulai dari zaman es, hingga zaman kiwari, iklim terus berubah, bahkan terkadang sampai taraf radikal. Apa sebabnya?
Pada abad 19, para pakar iklim ternyata mulai mendeteksi tentang kandungan gas yang berada di atmosfer. Kandungan gas itu membentuk lapisan tersendiri di atmosfer, yang membentuk suatu efek, yaitu efek rumah kaca. Nah, efek rumah kaca inilah yang bikin iklim berubah.
Kok bisa, ya?! Ceritanya begini, tahun 1820-an, Mr. Fourier, seorang ilmuwan, menemukan bahwa atmosfer itu ternyata bersifat permeable, alias gampang diterobos cahaya matahari yang masuk ke permukaan Bumi. Nah, dari berbagai jenis cahaya itu, ternyata nggak semua bisa dipantulkan keluar. Radiasi infra-merah yang seharusnya terpantul, terjebak di atmosfer, sehingga panas pun ‘dijebak’ di atmosfer, inilah yang disebut dengan rumah kaca. Jadi, kaca yang menyelubungi permukaan bumi, bukan karena ada pabrik kaca sedang show of force (kurang kerjaan amat!), tetapi merupakan pengibaratan dari panas yang terjebak itu. Do you understand?
Perlu kamu ketahui, bahwa efek rumah kaca itu, dalam dosis yang alamiah, sebenarnya diperlukan, untuk menjaga temperatur permukaaan bumi agar berada pada temperatur normal, sekitar 30°C. Bayangin kalau bumi seperti kulkas, tentu nggak bakalan ada makhluk hidup di muka Bumi.
Lantas, beberapa puluh tahun kemudian, para ilmuwan seperti Tyndall, Arrhenius dan sebagainya, menemukan bahwa jenis-jenis gas dalam atmosfer yang mampu menjebak panas, yang paling dominan adalah CO2 (karbon dioksida) dan H2O (uap air). Semakin banyak karbon dioksida di atmosfir, maka panas yang terjebak semakin banyak, dan temperatur bumi meningkat secara signifikan. Berdasarkan penelitian Pak Arrhenius, jika konsentrasi dilipatduakan saja, temperatur bisa meningkat sampai 1 derajat celcius!
Penyebabnya: Manusia!
Nah, sekarang, mari kita lihat aktivitas penduduk bumi. Sejak revolusi industri di Inggris, tenaga manusia telah diganti dengan mesin-mesin. Di pabrik tekstil misalnya, jika sebelum ditemukan mesin masih ditenun secara manual, maka setelah mesin modern ditemukan, cukup dengan memencet tombol on, semua otomatis bergerak sesuai keinginan operator. Belum lagi pabrik-pabrik yang lain: pabrik kertas, pabrik semen, pabrik plastik dan sebagainya, yang senantiasa membuang asap pembakaran lewat cerobong-cerobongnya.
Belum lagi revolusi transportasi yang tak kalah dahsyat. Bisa dilihatlah… dulu pas saya masih SMA, rata-rata para siswa berjalan kaki, atau naik sepeda onthel. Sedangkan siswa SMA sekarang, hampir sebagian besar naik sepedamotor. Juga pemakaian energi listrik yang pembangkitnya ternyata juga membutuhkan sejumlah besar bahan baker. Nah, gas-gas sisa pembakaran BBF (bahan bakar fosil, seperti minyak dan batu bara) inilah yang menyumbang peranan besar buat menambah konsentrasi karbondioksida di atmosfir, Fren…
Selain pemakaian bahan bakar yang tinggi, juga terjadi penggundulan hutan besar-besaran. Ini juga berefek banget. Tahukan, proses fotosintesis? Yap , dalam proses ini, terjadi reaksi sebagai berikut:
Klorofil
CO2 + H2O Karbohidrat + O2
Cahaya matahari
Karbondioksida dan uap air yang merupakan zat sampah, alias sisa-sisa aktivitas manusia, secara alamiah akan diserap tumbuhan dan dirubah menjadi karbohidrat dan oksigen yang sangat berguna untuk makhluk hidup, termasuk manusia itu sendiri. Nah, kalau pohon-pohon ditebangi, maka karbondioksida dan uap air akan bergerak menuju atmosfir, menjebak panas yang dipancarkan oleh sinar matahari sehingga temperatur bumi pun kian hari kian panas.
Inilah yang disebut dengan pemanasan global (global warming). Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa aktivitas manusia sejak 1750 telah bikin bumi makin panas. Pada masa pra-industri, konsentrasi karbondioksida hanya 280 ppm, dan berubah menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Padahal, sebelum itu, selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan konsentrasi karbondioksida sekitar 100 ppm saja lho. Dan, dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun).
Ini nggak bisa dibiarkan! Ya, mungkin kita bisa berdalih, kan sudah biasa berpanas-panas. Kan bisa pasang AC, kan bisa bikin rumah yang atapnya tinggi, biar sejuk. Weh, kalau kemudian karena suhu semakin panas dan es kutub mencair, trus pulau-pulau pada tenggelam, kita mau omong apa?!
Stop Efek Rumah Kaca!
Apa saja yang bisa kita lakukan? Banyak, mulai dari yang kecil-kecil hingga yang besar-besar, di antaranya:
1. Tanam pohon, apa aja… di sekitar rumah kita. Dosen ekologi Gizone dulu pernah berpesan, daripada tanah dibiarkan kosong, mending ditumbuhi semak-semak. Lebih bagus lagi kalau ditanami pohon yang bermanfaat.
2. Kurangi pemakaian bahan bakar. Kalau cuma berjalan 100-200 meter, ngapain pakai motor? Jalan kaki aja knapa sih? Kan malah lebih sehat. Bagus lagi kalau kamu mau pakai sepeda onthel. Badan kamu bakal lebih kuat!
3. Hemat energi. Matikan listrik kalau nggak diperlukan, gunakan secukupnya saja.
4. Kurangi pemakaian barang-barang yang nggak bisa diremuk oleh decomposer (bakteri pengurai) seperti plastik, pampers dan sebagainya. Semakin banyak sampah plastik, akan semakin banyak pembakaran.
5. Coba deh, manfaatkan barang-barang bekas di sekitar kamu, khususnya yang produk industri.
6. Yuk, kampanye cinta lingkungan! Masa depan bumi kita, ada di tangan kita! Jangan sampai kulit-kulit anak cucu kita meleleh gara-gara keteledoran kita…
2 komentar untuk "Efek Rumah Kaca: “Awas, Es Kutub Mencair!”"
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!