Widget HTML #1

Pesona Ramadhan: Up Grade Cinta Kita Yuk! (2)

Beda Iman Dengan Takwa
Jadi, up grade yang dimaksud di atas adalah, up grade dari kadar kecintaan kepada Allah SWT dari kadar kecintaan seorang mukmin (orang-orang yang beriman), menuju kecintaan sebagai seorang muttaqien (orang-orang yang bertakwa). Dari iman menjadi takwa. Coz, kecintaan kita kepada Dzat Yang Maha segalanya ini, adalah kecintaan yang wajib, dan kudu dipersembahkan dengan segenap keagungan. Cinta kepada Allah is everything!
Emang apa sih, bedanya antara iman dengan takwa? Apakah takwa itu lebih tinggi derajatnya dari iman? Kita bahas definisinya dulu yach?
Kalau dari segi bahasa, iman artinya percaya. Perkataan Iman diambil dari kata kerja 'aamana' – yu’minu' yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Definisi iman menurut jumhur ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah: "Keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan dan pelaksanaan dengan anggota badan". Orang-orang yang beriman, disebut sebagai mukmin.

Adapun takwa, menurut Ustadz Dr. Muinudinillah, M.A, berasal dari kata ittaqa-yattaqi-ittaqaa-an, yang artinya menjaga diri. Yaitu menjaga diri dari apa yang ditakuti. Nah, untuk menjaga diri, maka diciptakanlah perisai. So, para ulama mendefinisikan orang yang sudah mampu menjaga diri dari perkara-perkara yang dimurkai Allah. Dialog antara Umar bin Khattab r.a. dengan Ubay bin Ka’ab ini, bisa kamu jadikan bahan renungan.
Suatu ketika, sahabat Umar bin Khathab ra. bertanya kepada sahabat Ubay  bin Ka'ab: "Maa haqiqat at-taqwa" (apa hakikat takwa?).
Sahabat Ubay balik bertanya kepada Umar ra, “Pernahkah engkau berjalan pada jalan yang penuh dengan duri ?”
"Pernah," jawab Umar. ra.
"Apa yang engkau lakukan saat itu wahai Umar ?" tanya Ubay kembali. Umar bin Khathab menjawab, "Tentunya aku berjalan dengan sangat berhati-hati."
Kemudian Ubay bin Ka'ab menjelaskan, "Wa dzaalika haqiqat at-taqwa" (itulah hakekat takwa). Sehingga, Umar r.a memberikan definisi takwa dengan kata-kata beliau, "At-Taqwa hiya al-masy-yu fil ghobati bil-hadzar" (takwa adalah berjalan di hutan dengan hati-hati).
Bayangin deh, kalau kita di hutan, nggak hanya sekadar duri, tapi juga mungkin ada lintah yang siap menghisap darah kita tanpa kita sadar, nyamuk yang membawa kuman malaria, ular beracun yang bisa menggigit kita, sampai harimau atau singa kelaparan yang siap memangsa. Hii… serem ya? Tapi, itulah kehidupan. Di sekitar kita banyaaaak banget yang namanya marabahaya, baik yang kelihatan, atau yang samar-samar, bahkan sama sekali nggak kelihatan.
Takwa, oleh para ulama yang lain, dimaknai sebagai sikap menjalankan seluruh perintah Allah dengan sebaik-baiknya, serta menjauhkan seluruh larangan Allah sejauh-jauhnya. Dalam al-Qur’an disebutkan, bahwa, Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Jadi, takwa memang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan iman. Menurut Ustadz Muinudinillah, orang yang bertakwa, sudah pasti beriman, sedangkan orang yang beriman, mungkin karena suatu hal, belum bisa bertakwa. Nah, puasa ramadhan ini, ternyata bisa dijadikan sebagai sarana meningkatkan grade kita lho. Soalnya, puasa sendiri adalah sebuah perisai, yang bisa membuat kita menjaga diri dari berbagai macam hal yang akan membuat kita terpuruk sebagai abdi Allah yang gagal.
Nah, Gizolista, kadar takwa seseorang, tentu saja berbanding lurus dengan kadar raja’ (pengharapan) terhadap pahala Allah SWT, kadar khauf (takut) terhadap siksa Allah SWT, juga kadar kecintaan kepada Allah SWT. Orang bertakwa akan merasa sangat ngeri jika membayangkan neraka, dan berusaha keras untuk terhindar dari siksanya. Ia juga sangat yakin, bahkan bisa merasakan adanya surga yang akan dihadiakan kepada orang-orang yang senantiasa bertaqwa kepada Allah.
Dan, orang-orang yang bertakwa jelas nggak bakalan bermain di ‘ranah cinta’ yang nggak sejalan dengan kehendak-Nya. Ia nggak bakalan mengumbar hawa nafsunya untuk sesuatu yang justru dimurkai Allah, kan? Sebaliknya, ia akan mendasarkan kecintaan kepada makhluk atas dasar kecintaan kepada Allah azza wa jalla. Misalnya, ia nggak mau mendekati zina, mulai dari mata (jelalatan lihat cowok atau cewek cakep), tangan (pegang sana pegang sini), kaki dan sebagainya, karena Allah dengan tegas melarang, “Laa taqrabuz-zina!!! Janganlah kamu mendekati zina!”

Asyiknya Jadi Orang Bertakwa
Orang yang bertakwa sangatlah mencintai Allah, lebih dari segalanya, bahkan menjadi dasar atas kecintaan kepada segalanya. Orang yang beriman, ia juga sangat cinta kepada Allah, seperti tercantum dalam firman-Nya, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-BAqarah: 165).
Akan tetapi, orang yang bertakwa, kecintaan itu lebih besar lagi. Dan Allah membalas kecintaan itu dengan berbagai kemudahan. Misalnya dalam firman Allah, "…Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. Ath-Thalaq: 2-3).
Sedangkan dalam firman yang lain, Allah berfirman, “…bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat  keberuntungan.” (QS. Ali Imron: 130).
Oleh karenanya, Allah berpesan kepada orang-orang mukmin, “Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. Al Baqarah: 197).
Dan bahkan kita diwanti-wanti, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imron: 102).
So, yuk kita up grade kadar kecintaan kita, dari kadar seorang mukmin, menjadi muttaqin!

Posting Komentar untuk "Pesona Ramadhan: Up Grade Cinta Kita Yuk! (2)"