Widget HTML #1

Salah Distribusi, Penulis yang Kena Getah?

"Pokoknya, asal mau sama mau, gak masalah, kok."
Akta menegakkan telinga.
"Eh, tapi harus tahu trik-trik jitunya. Jangan sampai hamil, juga kena penyakit kelamin. Gawat kan kalau sampai kena gituan."
"Eh, ini nih... ada cara praktis yang manjur. Udah banyak yang ngebuktiin!"
"Mana ... mana?"
"Eh, katanya sperma itu..."
"Nah, di majalah ini dikatakan, sel telur itu kalau ketemu ama sperma...."
"Eh, ada yang asyik punya, nih. Petunjuk dengan pakai KB kalender!"
Akta berlalu dengan cepat mendengar obrolan di lokasi kamar mandi yang diselingi suara cekikikan. Suara-suara perempuan. Akta merasa sangat risi. Kok bisa sih, mereka tidak malu membicarakan masalah semacam itu?

Petikan kalimat tersebut, ada di buku "Ada Duka di Wibeng", tulisan sahabat saya, Jazimah Al-Muhyi. Buku yang akhir-akhir ini membikin geger, karena ditemukan berada di rak perpustakaan SD di Kebumen. Para guru merasa heboh, karena kalimat-kalimat tersebut dinilai mengandung unsur pornografi, dan tidak cocok dicerna dalam logika anak SD. Dalam blog http://sakobere.blogspot.com/2012/05/ada-duka-di-wibeng-membuat-resah.htmlbahkan disebutkan sebuah komentar dari seorang guru, "ngelus dhadha, yang nulis mestinya belajar mengenal dunia bocah dulu ..." 

O, ya, blog ini, petikan naskahnya hanya sampai pada: "Eh, ada yang asyik punya, nih. Petunjuk dengan pakai KB kalender!" 

Sementara paragraf di bawahnya tidak diambil. 


Akta berlalu dengan cepat mendengar obrolan di lokasi kamar mandi yang diselingi suara cekikikan. Suara-suara perempuan. Akta merasa sangat risi. Kok bisa sih, mereka tidak malu membicarakan masalah semacam itu?

Sekilas, saya juga ngelus dada. Jika anak saya kedapatan membaca buku ini, pasti akan saya larang. Tapi, tunggu dulu!

Betulkah Jazimah adalah sosok yang tak mengenal dunia bocah? Sehingga ia memasukkan buku ini ke perpustakaan SD? Tentu tidak! Jazimah ibu berputera 4, yang bahkan sangat mengerti dunia anak. Tetapi, ia tak menulis buku ini untuk anak. Lihatlah cover buku ini dengan seksama.


Amati bagian pojok bawah sebelah kiri buku ini. Tulisan "For Teenager" terlihat jelas, memperlihatkan bahwa buku ini memang ditulis khusus untuk remaja. Serial Akta memang bercerita tentang seorang remaja bernama Akta dan sekolahnya, SMA Widya Bangsa yang dipelesetkan menjadi WIBENG. Diceritakan bahwa WIBENG adalah sebuah SMA yang dipenuhi dengan remaja-remaja 'alay' dengan pergaulan yang kacau-balau, dan Akta berusaha untuk mengubah suasana tersebut sebisanya.

Untuk logika seorang remaja, obrolan semacam itu jelas-jelas suatu hal yang sangat biasa. Lihatlah berita-berita di bawah ini!

4 dari 5 Remaja Kecanduan Pornografi (Lihat Di Sini!)
62,7% Remaja Sudah Berhubungan Seks (Baca di Sini!)
Dan silakan Anda search sendiri berita-berita semacam itu. 

Tampak betul usaha Jazimah untuk mengkonter freeseks di kalangan remaja, lewat tulisan ini. Dan, sebagai seorang ibu yang sebentar lagi memiliki anak berusia remaja, saya justru berterimakasih kepada sosok-sosok semacam Jazimah, yang mencoba memotret realita yang ia lihat sendiri di kalangan remaja dan memberikan solusinya.

Jadi, apakah Jazimah salah? Tidak! Jazimah telah melakukan usaha yang terpuji. Dan untuk ukuran remaja, buku tersebut jauh dari pornografi.

Sayangnya, entah kenapa, buku tersebut ternyata didistribusikan untuk perpustakaan SD. Ini yang saya sangat kaget! Mengapa bisa begitu? Setahu saya, buku ini memang lolos penilaian dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan (PUSKURBUK). Silakan Anda cek di link ini! Daftar Buku Lolos Penilaian Puskurbuk. Tetapi, tentu saja ini tak lantas menjadi acuan bahwa buku ini boleh masuk ke level SD. Siapa yang salah? Bukan kompetensi saya untuk menudingnya.

Yang ingin saya ungkapkan hanya, betapa berat beban psikis yang ditanggung oleh Jazimah. Ia mengaku schook mendengar pemberitaan gencar media, yang memfokuskan permasalahan justru pada konten buku, dan bukan mekanisme distribusinya. Media, kebanyakan tanpa konfirmasi, menyebut buku ini sebagai buku porno.

Suara Merdeka Edisi Cetak tanggal 9 Juni 2012 misalnya, menuliskan berita dengan judul: Buku Porno Mulai Ditarik.
Jogja Okezone.com juga mengeluarkan berita dengan judul: Buku Bacaan Berbua Porno Beredar di Sekolah Dasar

Tanpa konfirmasi dan membaca isi buku tersebut, mendadak bertebaran status-status di FB, Twitter, dan juga artikel-artikel di blog-blog yang menuding bahwa "Ada Duka di Wibeng" adalah buku porno. Ketika saya men-search "Ada Duka Di Wibeng Buku Porno di Google" dalam waktu 0,35 detik, ada 3,260 entry.

Apakah buku Ada Duka di Wibeng itu buku porno? Tidak! Saya katakan, sama sekali tidak porno. Hanya, tidak cocok untuk SD. Dan Jazimah, serta penerbit, memang jelas-jelas menyebutkan, itu buku remaja. Tetapi, mengapa buku itu ada di SD? Tentu bukan Jazimah yang membawa buku itu ke SD dan menawarkannya, bukan? Tetapi, mengapa dia yang harus kena getahnya? Semua orang, yang tak tahu menahu tapi sok tahu, mengarahkan jemari ke dia. "Hei, kamu, si penulis buku porno!"

Saya sedih, karena Jazimah telah dihakimi dengan minim konfirmasi. Saat rame-ramenya pemberitahuan itu, bahkan ada seorang teman Ustadz yang SMS ke saya, dia sangat khawatir jika buku tentang pernikahan yang ia tulis dan diterbitkan oleh penerbit tempat saya bekerja, ternyata juga 'salah kamar' dan masuk perpustakaan SD. Saya memahami kekhawatiran beliau. Di Indonesia, budaya konfirmasi itu masih langka. Bisa jadi orang-orang kemudian akan menuding buku itu sebagai buku porno, dan beliau disebut ustadz porno. Halah!

Lepas dari itu semua, jadikan momen ini sebagai kesempatan untuk membenahi proses distribusi buku, khususnya lewat DAK yang hingga saat ini banyak dinilai karutmarut.

Jangan sampai kita justru menuding penulis yang baik sebagai biang pornografi! Itu sama dengan fitnah, Jenderal!






39 komentar untuk "Salah Distribusi, Penulis yang Kena Getah?"

Comment Author Avatar
Mbak Afra dan jazimah..
Kalau masalahnya sudah seperti ini, saya kira perlu melakukan klarifikasi ke media mengenai kebenarai berita ini. Kalau perlu, datang ke acara Selamat Indonesia Pagi di TV One.

Salam sukses ya :)
Comment Author Avatar
Betul sekali... ada rencana untuk itu...
Comment Author Avatar
saya dukung mbak......smgt
Comment Author Avatar
Kalau nggak salah media itu harus cover both side ya? Coba minta media buat meliput klarifikasi kalau medianya menolak, coba bawa ke meja hijau :)
Comment Author Avatar
Tetat semangat bu Jazimah, apa yg disarankan Pak Jonru ada benarnya, biar media tidak terus-menerus salah persepsi. :)

Semangat untuk terus menulis bu Jazimah & makasih mbak Afifah sudah mengatakan sesuatu yg sebenarnya, semoga sukses :)
Comment Author Avatar
mungkinkah gurunya tidak bisa menterjemahkan tulisan "For Teenagers" atau tidak mengerti apa yang dimaksud dengan "remaja" itu :). memang sebaiknya perlu adanya klarifikasi di media, sebelum media tambah melebih-lebihkan :)
Comment Author Avatar
Kurang teliti tuh.. jadi buku yg ga layak di baca anak2 bisa masuk perpus..
Comment Author Avatar
Itu kan urusan yang mendistribusikan, bukan penulisnya...
Comment Author Avatar
Allah psti tahu siapa yang bakal jadi pemenangnya
Comment Author Avatar
Namanya saja media, mana mau dia cover both side. 'alaa kulli hal, seharusnya media jeli dalam memberitakan, jgn cuma cari sensasi.. Tetap semangat
Comment Author Avatar
tetap semangat mbak2 penulisku sayang...
Comment Author Avatar
Izin share tulisan ini ya mbak... agar banyak yang tahu dan tidak ikut2an 'menghakimi' penulis.
Comment Author Avatar
Silakan dishare seluas2nya. Syukron jiddan :-)
Comment Author Avatar
Terima kasih atas klarifikasi dan tulisannya. Cuma mohon mengganti pengejaan "schook" menjadi "shock".
Comment Author Avatar
kalo buku itu emang ngga cocok untuk anak SD knapa SD kok mau beli?? saya yang pernah baca buku-buku itu merasa ikut terusik. buku itu bagus krn emang untuk remaja, beda dong ama "bang maman dari kali pasir, dkk" yang isinya sampah sinetron. brarti pihak guru/diknas tidak membaca isi buku yg mau dibeli donk, aha... ketahuan, kalo dari penerbit dapat disc besar, diknas/guru cuman ngarepin fee nya tanpa tau buku yang dibeli apa.
Comment Author Avatar
Buku ini drop2an dari atas, krn termasuk buku yang menang proyek dana alokasi khusus. Yang harus dibongkar adalah sistem DAK-nya itu. Saya mencium ada aroma korupsi, dan para penulis yang kena getahnya
Comment Author Avatar
Betul, itu buku dari atas lewat alokasi DAK 2010. Soal aroma korupsi, saya tak berkompeten menjawab. Tanyakan saja pada KPK :-)
Comment Author Avatar
izin copaz di blog saya ya mbak. Semoga masalah ini segera tuntas. Dan nama baik para penulis FLP yang dituding oleh media pulih kembali.
Comment Author Avatar
sempat terbersit pikiran "ah, masa sih?"
ketika melihat cover buku itu di berita buku SD itu. tidak bisa langsung percaya karena merasa "kenal" dengan nama penulis dan desain cover itu.
alhamdulillah ada tulisan ini, menguatkan ketidakpercayaan saya.
jazakillah teh... ^^
Comment Author Avatar
ijin share yaa kaka :)
Smoga para media yg salah memberitakan segera d bukakan mata nya,,
Jg para guru esde yg gak bisa baca tulisan #for_teneger smoga dpt kursus bahasa inggris GRATIS jd bisa bedain mana buat anak'' remaja juga dewasa,,
Comment Author Avatar
trial by press.. turut prihatin.
Comment Author Avatar
Saya pernah baca dan itu memang untuk remaja. Menurut saya buku itu tidak porno, namun memang tidak cocok untuk anak SD. Beberapa media memang suka berlebihan dalam menampilkan berita dan seringkali tidak konfirmasi ke sumber utamanya
Comment Author Avatar
helloo buku tersebut bukan kami yang beli dari Atas semua jadi ente liat kebawah yaa jangan asal jeplak.... apalagii ente hanya mendengarkan dan so bijak tapii dilapangan donk biar tauuu
Comment Author Avatar
Nah, ketahuan kan, orang yang ngomongnya kasar gini pasti nggak bisa bedakan antara buku bagus dan buku porno. Saya semakin yakin, ada politisisasi... bisa jadi orang ini juga belum baca bukunya.
Comment Author Avatar
Pak Fenter Cup betul, buku ini drop2an dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010, sebagaimana tertera di buku tsb. Masalahnya, buku2 tsb sudah lolos penilaian puskurbuk sbg buku berkualitas, hanya memang bukan utk SD. Sayangnya, pihak guru banyak yang menyerang konten buku, bukan kesalahan distribusinya. Bahkan, penilaian beberapa guru, spt yg dikutip media2, sangat tendensius. Misalnya, untuk buku Ada Duka di Wibeng, ada guru yang mengatakan di Republika Jabar 12/6: "Buku itu menceritakan adegan hubungan badan yang vulgar." Sementara, ketika saya buka2 buku itu, sama sekali tak ada adegan itu. Yg ada hanya yang saya kutip di awal blog tsb. Itu yang sbg penulis kami tak terima.
Comment Author Avatar
mestinya sebelum dipajang di rak, guru-gurunya membacanya terlebih dahulu, jadi bisa kasih referensi ke anak-didik, dan kalau terjadi hal seperti di atas, bisa langsung diantisipasi......
Comment Author Avatar
gak enak ya dituduh pornografi>> para seniman yang dituding pornografi juga begni perasaannya mbak>>
Comment Author Avatar
Lhooo, si Mas/Mbak Anonim ini belum bisa membedakan mana yang jelas2 porno sama anti porno rupanya...ckckck
Comment Author Avatar
poin2 pornografi sudah ada undang-undangnya. buku yg kami keluarkan tidak menyalahi undang2 pornografi, bahkan dinyatakan lolos penilaian Puskurbuk Mendikbudnas dan dikukuhkan dengan SK. Tetapi buku kami dituduh porno. Beda masalahnya...
Comment Author Avatar
Media massa sekarang ini memang benar2 keterlaluan, berita dikomersilkan, ditulis sekate-kate yang penting menghasilkan uang.

Sabar ya mbak, saya mendukung diadakannya klarifikasi mengenai hal ini, ini sekaligus akan memberi tamparan kepada dinas terkait supaya lebih serius dalam menangani segala hal, lebih bertanggung jawab akan tugas, termasuk dalam mengatur distribusi buku ini.

selain itu, hal tersebut juga akan mengurangi aksi lebay seperti ini http://www.sindonews.com/read/2012/06/10/447/644693/selidiki-novel-porno-polisi-sebar-intel

Apanya yang intel, masalahnya saja belum jelas, asal nimbrung saja.
Jangan2 malah mereka yang di belakang semua ini, SEMANGAT MBAAK!!!!!!
:D
Comment Author Avatar
Yeah...
(mungkin linknya ga bekerja ya, harus dikopas manual)
Bukankah sangat disayangkan, bahkan yang seharusnya satuan yang bertindak lebih cerdas malah memperkeruh suasana :D
Comment Author Avatar
Hm, media sudah terlalu deras mengalirkan informasi ini, Mbak...
Namun, bendungan dan saringan itu pula bernama MEDIA..
Semoga, masyarakat tidak salah paham..
Comment Author Avatar
Semangat mbak Afifah Afra dan Jazimah. Kebaikan pasti akan dimenangkan Allah.
Comment Author Avatar
Barakallah utk Mbak Afifah dan semua penulis FLP lainnya. Semoga mendapat kekuatan dan lindungan dari Allah. Tetap semangat berkarya, istiqomah dlm kebenaran! :)
Comment Author Avatar
Selai mengevaluasi penyalurannya, ada baiknya juga penulis atau penerbit melakukan evaluasi ke dalam. Di cover bukunya tertulis "for teenager", mungkin akan lebih baik jika selanjutnya dituliskan "untuk remaja". Mungkin kelihatannya gaya untuk menggunakan bahasa Inggris, tetapi penulis atau penerbit bisa mempertimbangkan untuk menggunakan bahasa Indonesia. Semoga bermanfaat.
Comment Author Avatar
Masukan yang sangat bagus, Pak... peristiwa ini membuat kami jadi tersadar, bahwa distribusi via proyek benar2 mengerikan.
Comment Author Avatar
sedikit terlintas di benak saya, kasus seperti ini dibesar-besarkan media untuk menutupi atau mengalihkan perhatian masyarakat dari kasus-kasus lain yang lebih besar. (politik)
Comment Author Avatar
yang mengatakan buku itu porno kan belum pernah membacanya....kebanyakan guru-guru (tak terkecuali SD) juga pada nggak suka baca, meski selalu menyarankan anak-didiknya agar membaca,
atau jangan-jangan gurunya tak tahu apa arti for teeneger ya? hehehe ada-ada saja.....
yang bikin tambah kesal lagi, ada yang ikut berkomentar menyudutkan penulis tanpa tahu permasalahan sebenarnya.....

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!