International Hijab Day: Jilboobs dan Perjuangan Panjang Para Jilbaber
Suatu hari, seorang muslimah meminta komentar saya tentang
fenomena Jilboobs yang sempat ramai diperbincangkan. Terus terang, saya
akhir-akhir ini saya agak ‘kudet’. Bukan berarti saya tidak membaca, tetapi
justru sedang getol ‘menghabiskan’ koleksi buku-buku tebal-tebal yang
menggunung, saya jadi sering ketinggalan informasi terkini. Saya pun searching
di internet, dan terkaget-kaget. Awalnya, saya mengira jilboobs ini adalah
sebuah istilah yang diciptakan oleh mereka sendiri sebagai sebuah identitas.
Ternyata bukan. Jilboobs (boobs =
bahasa slank untuk—maaf—payudara) adalah istilah yang diciptakan sebagai sebuah
sindiran terhadap fenomena perempuan berkerudung, namun bagian dadanya justru
terlihat seksi.
Meski jilboobs
jelas belum sesuai dengan aturan tentang jilbab (salah satunya adalah
mengulurkan kerudung hingga dadanya (silakan cek QS. An-Nuur: 31), saya memilih
untuk keluar dari polemik yang berkepanjangan, dan tetap berprasangka baik,
bahwa para jilboober ini masih dalam proses untuk menuju hijab yang lebih syar’i. Seperti apa jilbab syar'i itu? Silakan baca di sini! Yuk, Berjilbab Syari'i!
Tetapi, ada baiknya teman-teman yang masih berproses ini
mengetahui, bahwa perjuangan mengenakan jilbab yang syar’i ini luar biasa
panjang. Di Indonesia sendiri, yang mayoritas muslim, perjuangan para jilbaber
juga tidak mulus. Tante saya misalnya, yang memakai jilbab pada akhir tahun
1980-an, adalah salah satu sosok yang menjadi saksi sejarah, betapa tak
nyamannya menjadi jilbaber kala itu. Dituduh aliran sesat, dituduh penyebar
racun di pasar, dan sebagainya. Seorang guru mengaji saya juga bercerita, bahwa
pernah saat dia sedang berjalan di trotoar, mendadak seseorang yang menaiki
motor menjambret jilbabnya. Saat itu, tahun 1980-an, beliau masih SMA.
Saya sendiri baru memakai jilbab pada tahun 1996. Tahun
pertama, jilbab saya masih berproses, sehingga saya masih suka memakai celana
jeans, kemeja dan kerudung yang tak terlalu lebar. Baru saat masuk kuliah, saya
memutuskan untuk memakai jilbab yang lebih syar’i. Saya sempat merasakan ‘intimidasi’
orang-orang di kampung saya, yang memandang saya dengan tatapan curiga. Bahkan
sebagian keluarga saya pun ada yang ikut menyindir-nyindir saya. Tetapi, saya
memilih tetap bersikap baik dan ramah terhadap mereka. Alhamdulillah, seiring
dengan waktu, mereka akhirnya menerima saya, dan bahkan ikut mengenakan jilbab.
Perjuangan panjang ini menegaskan kepada kita, bahwa
permasalahan jilbab bukan lagi sekadar selembar kain yang membungkus kepala.
Mengapa mereka bersedia mengalami intimidasi karena mereka menyadari, bahwa
jilbab adalah persoalan ketaatan sebagai muslimah kepada Rabb-nya, juga
permasalahan identitas, bahkan juga ideology.
International Hijab Day
Jika perjuangan di Indonesia pun
cukup panjang, di luar negeri, khususunya barat, perjuangan kaum muslimah lebih
berat lagi. Pada awal tahun 2000-an, pemerintah Inggris di London mengeluarkan
keputusan yang melarang mahasiswa untuk memakai simbol – simbol keagamaan.
Sebenarnya keputusan ini berlaku untuk semua agama. Tetapi, kaum muslimin—khususnya
yang muslimah, tentu paling terkena dampaknya. Tentu saja banyak kaum muslimin
yang memprotes keputusan ini.
Sebagai reaksi atas keputusan
yang tak berpihak kepada kalangan Muslim ini, sebuah konferensi digelar London
pada tanggal 4 september 2004. Acara tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh muslim
dan ulama, seperti Syeikh Yusuf
Al-Qardawi, Prof Tariq Ramadhan, dan lain-lain. Sekitar 300 delegasi dari 102 organisasi
di Inggris dan dunia hadir di acara
tersebut.
Konferensi London tersebut
menghasilkan keputusan sebagai berikut:
•
Menetapkan Dukungan terhadap jilbab
•
Penetapan 4 September sebagai Hari solidaritas
jilbab Internasional(IHSD)
•
Memberikan pembelaan kepada muslimah untuk mempertahankan
busana takwa mereka
Alhamdulillah, Konferensi London telah membuka mata dunia.
Saat ini, perlahan-lahan Barat mulai bisa menerima keberadaan hijab. Tentu kita
sebagai umat muslimin perlu mensyukuri hal tersebut. Cara bersyukur yang paling
utama, tentunya dengan menggunakan jilbab sesuai dengan apa yang diperintahkan
Rasulullah.
Wallahu a’lam.
__________
INFORMASI BUKU-BUKU TERBARU SAYA (TERBIT TAHUN 2015)
1. Nun, Pada Sebuah Cermin. Novel, Terbitan Republika.
2. Akik dan Penghimpun Senja. Novel, Terbitan Indiva Media Kreasi.
3. Sayap-Sayap Mawaddah, Non Fiksi Pernikahan, Terbitan Indiva Media Kreas
Pemesanan Online klik SINI atau SMS/WA: 0878.3538.8493
5 komentar untuk "International Hijab Day: Jilboobs dan Perjuangan Panjang Para Jilbaber"
Kalau menurut Mbak Afra, fenomena jilbab yg tidak sesuai syar'i itu kemajuan atau kemunduran? Di satu sisi, berhubung jilbab jadi tren, pakai jilbab jadi lebih nyaman dibanding sebelum reformasi, orang2 jadi banyak yg mulai pakai jilbab. Tapi di sisi lain, penggunaan jilbab yg sekadar tren ini seperti menghilangkan nilai jilbab itu sendiri. Jadi bingung, Mbak... @_@
Terimakasih responnya :-)
Terima kasih Mbak, ditunggu artikelnya :D
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!