Memahami Teuku Wisnu, Sakti “Sheila on 7” dan Artis Berhijrah

Sumber foto: www.hidayatullah.com

Sekitar 8 tahun silam, saat menghadari pernikahan salah seorang sahabat, anggota FLP Yogyakarta, yang berdomisili di Parang Tritis, Bantul, saya bertemu dengan Sakti (Saktia Ari Seno, atau Salman Al-Jugjawy, nama hijrahnya), mantan gitaris grup musik yang sempat ngetop dari kota Yogya, Sheila on 7. Meski saat itu saya sudah mendengar kisah hijrah Sakti, saya sempat tertegun juga melihat penampilannya saat itu. Beliau berjubah dan berjenggot lebat.

Ternyata istri Sakti sempat aktif di FLP Yogyakarta. Masuk akal, jika mereka berdua pun hadir dalam acara walimah tersebut. Saya pun sempat mencoba ngobrol dengan beliau. Ternyata Sakti sangat ramah. Beliau bahkan sempat menggendong anak saya, Rama, yang saat itu masih bayi dan saya ajak ke acara tersebut.

Sakti, sempat menggebrak publik, karena pilihan hidupnya yang dipandang “tidak masuk akal.” Bayangkan, dia dan grupnya dalam puncak popularitas. Band-nya sangat digemari oleh anak-anak muda, karena melahirkan gaya musik baru yang khas. Lagu-lagu SOS menjadi hit dan meledak di pasaran. Akan tetapi, pada 2006, Sakti memutuskan hengkang dari SOS, dan kemudian menjalani kehidupan baru yang lebih religius.

Sebelum Sakti, tentu kita mengenal beberapa nama artis top yang juga memutuskan untuk meninggalkan gebyar kehidupan selebritasnya demi mengejar hidayah. Sebut saja Harry Moekti dan Gito Rollies. Generasi 90-an, atau yang lebih jadoel tentu mengenal sepak terjang kedua rocker gaek ini. Bagaimana atraktifnya penampilan Harry atau Gito. Tetapi, ternyata mereka kemudian memilih jalan hidayah dan menjadi da’i.

Kini, giliran Teuku Wisnu. Kesuksesan sudah dia raih di jagad akting. Uang berlimpah, dan istri cantik jelita. Tetapi, beberapa waktu terakhir ini, kita melihat Teuku Wisnu berubah. Penampilannya menjadi lebih religius dengan jenggot lebat dan baju gamis yang sering dikenakannya. Beberapa hari terakhir ini, baik media mainstream maupun media sosial juga menyorot Teuku Wisnu yang di sebuah acara di Trans TV “seolah-olah” memfatwakan bahwa bacaan Al-Fatihah yang tidak akan sampai saat dibacakan untuk mayat. Baca juga: Teuku Wisnu, Wahabi dan Khilafiyah

Well, saya tidak akan mendebatkan soal khilafiyah… urusan bisa puanjaaang. Masalah khilafiyah ini masalah besar. Taruhlah penetapan hari raya Idul Fitri, bacaan Qunut saat shalat subuh dan sebagainya. Wah, banyak! Masalah perbedaan pendapat ini sebaiknya jangan terlalu ditonjolkan, sebab sampai kapan pun tak ada titik temu. Syaikh Hasan Al-Banna pernah ditanya, "Berapa jumlah rakaat shalat tarawih yang benar?" Jawab beliau, "shalat tarawih itu sunnah, sedang menjaga kerukunan ummat adalah wajib." Nah, Anda bisa resapi jawaban cerdas dari Syaikh Hasan Al-Banna itu, kan?

Jadi, saya juga tidak akan bicara soal apakah pernyataan Teuku Wisnu itu benar atau salah. Juga tak akan bicara soal Wahabi, soal Nahdhiyin dan berbagai aliran harakah dalam umat Islam. Toh masalah Teuku Wisnu juga sudah lerai, meski di-bully habis-habisan, dia dengan legowo minta maaf.

Saya mau bicara soal dahsyatnya hidayah! Dan betapa manisnya hidayah bagi siapa saja yang mendapatkannya. Yah… meskipun jalan hidayah saya tidak seekstrim Teuku Wisnu dll, saya merasakan sendiri bahwa hidayah itu indaaaah luar biasa. Saya berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, cukup terdidik, namun tidak terlalu paham soal agama. Ya, keluarga awamlah. Meski kami shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, berzakat (tahunya zakat fitrah doang saat itu hehe) dan bercita-cita naik haji (karena belum mampu), tetapi pengetahuan keluarga kami tentang agama sungguh-sungguh hanya secuil.

Lalu, di kampung saya kedatangan tim KKN dari UGM, di antaranya adalah para pegiat Tim Tadarus AMM Yogyakarta pimpinan KH As’ad Humam (penyusun buku metode belajar Al-Qur’an IQRO). Saat itu, saya dan adik saya, Anang, masih bocah. Dari awalnya belajar Al-Quran dengan metode “Turutan” yang susah sekali, kami dengan cepat berhasil diajari membaca Al-Quran dengan metode IQRO. Setelah itu, gairah keislaman kami mulai tergugah. Terlebih, UGM selalu mengirim tim KKN dengan rutin ke kecamatan kami tiap tahun. Sebagian dari mahasiswa-mahasiswa tersebut adalah aktivis-aktivis keislamanan yang dengan cepat menyebarkan paham keislaman yang relatif “baru” di desa kami.

Kami yang tadinya hanya tahu Islam sebatas rukun Islam dan rukun Iman, akhirnya mulai paham, apa itu tauhid, apa makna syahadat, kewajiban menutup aurat, fadhilah melakukan ibadah-ibadah sunnah, memperbanyak sedekah, dan semangat agar berislam tidak sekadar ibadah ritual, tetapi menjadi keseharian dari hidup kami. Ajaibnya, setelah belajar agama secara lebih mendalam, kami merasa ada yang berubah. Misal, adik saya yang manjanya tidak ketulungan (bayangkan, dia cowok sendiri dari 8 bersaudara!) menjadi lebih rajin. Pagi-pagi, setelah shalat subuh, dia akan menyapu rumah, mengepel dan menyapu halaman. Kalau saya... jujur, tidak serajin adik saya. Tetapi saya menjadi merasa lebih bertanggungjawab, lebih dewasa, tidak merengek dengan uang saku yang pas-pasan, malah mencoba mencari tambahan penghasilan untuk membantu orang tua, misal dengan menulis cerpen ke media. Honornya buat tambah-tambah beli buku pelajaran dan ongkos naik bus ke sekolah.

Ya, saya dan adik saya berubah! Terlebih setelah saya dan adik sama-sama merantau ke kota Semarang untuk melanjutkan sekolah. Saya di Undip, adik di Unnes. Meski kami mengaji pada aliran yang “konon berbeda”, karena saya di Tarbiyah dan adik di Salafi (yang saat ini banyak dituduh “wahabi”), kami tetap rukun dan bersemangat mendalami agama, di luar jam-jam kuliah kami. Ya, kami tidak kuliah di jurusan agama. Jadi, kami tidak mendapatkan pelajaran agama secara khusus. Solusinya, kami sangat rajin mendatangi majelis-majelis ilmu, silaturahim ke para Ustadz (kebanyakan lulusan LIPIA Jakarta, lulusan Arab Saudi atau Universitas Al-Azhar, Kairo). Kami juga rakus membaca buku-buku tulisan ulama-ulama seperti Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyiem Al-Jauziah, Sayyid Sabiq, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Syaikh Ramadhan al-Buthi dan sebagainya. Sering kami mengurangi jatah makan, dari tiga kali menjadi dua kali, hanya agar anggaran bisa ditabung untuk beli buku, atau mengikuti acara-acara seminar keislaman atau kajian-kajian taklim.

Hidayah itu indah. Benar sekali! Mungkin itu yang dirasakan oleh Teuku Wisnu dll. Terlebih, Teuku Wisnu dan para artis telah mengalami kehidupan penuh gebyar kemewahan, dunia artis yang kata penyanyi Doel Soembang: “Dunia artis adalah dunia iblis”. Eh, itu kata Om Doel lho ya… memang tak semua artis berperangai buruk. Banyak yang baik. Tetapi, bagaimana kehidupan mayoritas artis, kita sama-sama tahulah…. Sangat gersang!

Nah, ibarat seorang musafir yang telah begitu lama mengembara di padang gersang, bagaimana reaksi mereka jika bertemu dengan oase, tempat air sejuk mengucur dengan tanpa henti. Ya, mereka akan mereguknya sepuas-puasanya. Rasa haus yang sangat, akan pelan-pelan terobati, dan mereka menjadi segar kembali. Mereka mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dengan menceburkan diri ke dalam telaga hidayah, berenang dan menyelam. Mereka dapati kenikmatan bersujud, membaca Al-Quran, berdoa kepada Allah SWT di sepertiga malam terakhir… oh, betapa manisnya iman.

Seorang ulama terdahulu pernah berkata, “Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang (untuk merebutnya).” [Rawai’ut Tafsir Ibnu Rajab 2/134, Darul ‘Ashimah, cet.I, 1422 H, Syamilah].

Ya, kenikmatan bermunajat dengan Allah, bersahabat dengan orang-orang shalih, dan berinteraksi atas dasar agama—dengan ikhlas dan penuh gairah, adalah kenikmatan yang tak akan tergantikan oleh apapun. Seperti itulah yang mungkin dirasakan oleh Teuku Wisnu, Sakti SOS, Harry Mukti, Gito Rollies dan sebagainya. Mereka rela kehilangan pemasukan ratusan juta rupiah, demi jalan hidayah.

Tetapi, memang bukannya tanpa kritik. Lazimnya orang-orang yang sedang dalam punya semangat, terkadang kita memang kurang berhati-hati. Saya dan adik pernah "bertikai" dengan imam masjid di rumah kami, gara-gara mengkritik beberapa hal praktik shalat jamaah yang menurut kami salah. Pak Imam sempat marah dan sakit hati. Lama-lama, kami insaf dan akhirnya meminta maaf. Selain Pak Imam lebih sepuh dari kami, beliau juga memiliki pijakan dalil yang lain.

Mari kita doakan agar Teuku Wisnu dan yang lain tetap istiqomah dalam agamanya, lebih banyak mendalami lagi ajaran agamanya, lebih arif dan bijak dalam mensikapi sesuatu, sehingga kekuatan tauhid, kedalaman pemikiran, bisa terpancar pada akhlak yang indah. Dan semoga yang hobi mem-bully, berkata-kata tak santun, pun semakin rendah hati, banyak introspeksi dan memahami bahwa segala sesuatu yang kita ucapkan, kita tuliskan, semua akan dimintai pertanggungjawaban.

19 komentar untuk "Memahami Teuku Wisnu, Sakti “Sheila on 7” dan Artis Berhijrah"

Comment Author Avatar
Amiin smoga makin byk artis yg hijrah dan TW tetap istiqomah. Yang udh ngerasa jago agama juga harus merhatiin kesantunan berbahasa
Comment Author Avatar
Yaaah... kedewasaan dan kebijakan memang berbanding lurus dengan iman dan amal, bukan sekadar tahu agama dan ilmunya setinggi langit ^_^
Ada orang Arab Badui yang baru masuk Islam, belum sempat shalat, langsung ikut perang dan terbunuh. Dia disebut Rasulullah masuk surga...
Sementara ada yang sudah sangat mendalam ilmunya, sehingga bau surga tercium, ternyata masuk neraka... wallahu a'lam.
Introspeksi buat semua agar tetap rendah hati...
Comment Author Avatar
Setuju Mbak, dan daku takut sekali jika Allah cabut nikmat hidayah dari diri ini :-( semoga kita termasuk orang orang yang selalu dalam lingkup hidayahNya, aamiin
Comment Author Avatar
Amiiin, semoga makin dewasa ...
Kemarin acaranya sudah dapat peringatan dari KPI, hehe
Awal-awal saya juga nggak simpatin karena terlalu kaku dan seolah dia yang merasa benar, tetapi setelah berpikir hidayah ... memang begitu jalannya.
Comment Author Avatar
Iya mas... semoga setiap peristiwa bisa dijadikan sebagai pelajaran berharga
Comment Author Avatar
Betul mbak, hidayah itu bak oase di pdang tandus nan kering...
Comment Author Avatar
Dan barang siapa telah "Diluruskan" Allah, insyaAllah tak akan Dibiarkan bengkok
Comment Author Avatar
Sebagai sesama muslim hendaknya kita saling mengingatkan dan menyayangi bukannya membully....semoga dilapangkan dada dan diistiqomahkan selalu untuk TW....ujian hidup manusia bisa datanf dari arah mana saja....

www.mezquitta.blogspot.com
Comment Author Avatar
Yup, hidayah itu ajaib, hidayah itu mahal.
Dan ketika Allah menganugerahkan hidayah pd seseorang, mk org tsb berubah jd lbh baik.

Dan jln mjd lbh baik itu sendiri tdk singkat... Butuh proses. Butuh kesabaran.
Comment Author Avatar
Asik bacanya mbak.

Yup, hidayah itu mahal, hidayah itu anugerah. Mk ketika hidayah menyapa, kita bs liat orang2 yg berubah jd lbh baik.

Tp itu semua emg proses yg membutuhkan perjuangan dan kesabaran
Comment Author Avatar
dan yang terpenting adalah keistiqomahan
Comment Author Avatar
terharuu bacanya mba hiks...semoga Allah selalu membimbing langkah kita dalam kebaikan aamiin
Comment Author Avatar
Amiin ya Rabb... terimakasih atas kunjungannya ya...
Comment Author Avatar
Wah, saya jadi pingin konsultasi cerita skenario saya yang berhubungan dengan perjuangan seseorang agar bisa membaca Qur'an :)

Kalau saya sudah siap mengembangkannya, saya PM lagi ya, Mbak :D

*Gusti
Comment Author Avatar
Kalau sekadar sharing/diskusi, saya siap :-)
Comment Author Avatar
Do you have a spam issue on this blog; I also am a blogger, and I was wanting to know your situation; many
of us have developed some nice procedures and we are looking
to exchange techniques with other folks, why not shoot me an email
if interested.
Comment Author Avatar
If some one wants to be updated with most recent technologies
after that he must be visit this web site and be up to date every day.

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!