Puasa Ibu Hamil dan Menyusui
Dear Sahabat, bagaimana puasa Anda hari ini? Tetap dalam kondisi segar, bukan? Insyaallah! Karena puasa itu menyehatkan.
O, ya… saya yakin, ada di antara teman-teman yang saat ini dalam keadaan hamil dan menyusui. Karena banyak yang bertanya kepada saya tentang puasa saat hamil dan menyusui, berikut ini saya coba tuliskan artikel tentang hal tersebut.
Sebagaimana kita ketahui, di
bulan Ramadhan, setiap mukmin diwajibkan untuk berpuasa, sebagaimana yang
difirmankan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 183. Akan tetapi, syariat Islam
tidaklah memberatkan orang yang memang tak mampu. Bagi seorang wanita, adalah jamak
jika mengalami fase-fase hidup yang membuatnya tidak bisa, atau bahkan tidak
boleh menjalankan ibadah puasa. Pada saat haid, haram hukumnya bagi seorang
muslimah untuk berpuasa. Bagaimana dengan wanita yang tengah hamil dan
menyusui?
Prinsip
dasar tentang hal tersebut, dinyatakan dalam Al-Qur’an, “…Dan
bagi yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan
seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184).
Terkait
dengan masalah ini, pendapat para ulama terbagi menjadi setidaknya 3 pendapat.
1. Pendapat I: Membayar Fidyah tanpa Qadha
Pendapat ini
dinilai merupakan pendapat yang paling ringan, yakni pendapat dari Ibnu Abbas.
Menurut beliau, ibu yang hamil dan menyusui, hanya terkena kewajiban untuk
membayar fidyah saja. Ibnu Abbas berkata tentang surat Al-Baqarah ayat 184
tersebut: “’Dan bagi yang berat
menjalankannya’ merupakan keringanan bagi orang tua yang
telah lanjut usia, baik laki-laki maupun perempuan yang telah payah berpuasa,
agar mereka berbuka dan memberi makan untuk setiap hari itu seorang miskin,
begitu pun wanita hamil dan menyusui anak, jika mereka khawatir akan
keselamatan anak-anak mereka, mereka boleh berbuka dan memberi makan.”
(Diriwayatkan oleh Bazar).
Demikian juga perkataan Ibnu Abbas ketika ditanya oleh seorang
perempuan yang hamil, “Engkau sama dengan orang yang sulit berpuasa, maka
bayarlah fidyah dan tak usah mengqadha (mengganti puasa).” (Sanadnya
dishahihkan oleh Daruqutni)[1].
Sementara,
menurut Ibnu Umar, seperti yang diriwayatkan dari Nafi’ oleh Malik dan Baihaqi,
ketika ia ditanya mengenai perempuan hamil yang khawatir akan keselamatan
anaknya, maka jawab Ibnu Umar adalah, “Hendaklah ia berbuka, dan sebagai ganti
dari tiap hari berbuka itu, hendaknya ia memberi makanan kepada seorang miskin
sebanyak satu gantang gandum.”
2. Pendapat II: Mengqadha, Tanpa Membayar Fidyah
Pendapat
kedua ini dianut oleh golongan Hanafi, juga Abu Ubaid dan Abu Tsaur. Sebagaimana
disebutkan Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah, wanita yang saat bulan Ramadhan
dalam keadaan hamil dan menyusui, ia boleh berbuka dan meng-qadha (mengganti) puasa
di hari lain, dan tidak membayar fidyah.
3.
Pendapat III: Antara Mengqadha dan Membayar Fidyah
Pendapat
ketiga dianut oleh Imam Ahmad dan Imam Syafi’i. Menurut mereka, ada perbedaan
yang harus dicermati, yang berimplikasi pada apa yang harus dilakukan seorang ibu hamil. PERTAMA, jika seorang ibu berbuka alias tidak berpuasa karena khawatir terhadap
keselamatan janin dalam kandungannya, ia wajib mengqadha dan membayar fidyah.
Ini terjadi misalnya pada ibu yang secara fisik sehat, namun karena pemeriksaan
dokter, si janin dalam rahim, atau anak yang disusuinya, dikhawatirkan
mengalami sesuatu jika ia terus berpuasa. Jadi, si ibu sehat, tetapi karena janin ada masalah, sementara janin masih tergantung pada asupan nutrisi si ibu, maka ibu tidak berpuasa. Contoh kasus, misal setelah di-USG, pertumbuhan janin jauh dari optimal.
KEDUA, jika si ibu berbuka atau tidak berpuasa karena khawatir dengan keselamatan diri mereka sendiri, atau keselamatan diri sendiri dan juga anak mereka, maka ia hanya wajib meng-qadha di hari lain. Ini terjadi, misal si ibu sakit. Sakit yang dia derita, bisa berefek pada kesehatannya, juga kesehatan si bayi.
KEDUA, jika si ibu berbuka atau tidak berpuasa karena khawatir dengan keselamatan diri mereka sendiri, atau keselamatan diri sendiri dan juga anak mereka, maka ia hanya wajib meng-qadha di hari lain. Ini terjadi, misal si ibu sakit. Sakit yang dia derita, bisa berefek pada kesehatannya, juga kesehatan si bayi.
Terkait dengan
perbedaan pendapat ini, menurut Ustadz Dr. Muinudinillah Bashri, M.A., mudir
Pesantren Ibnu Abbas, Klaten, muslimah boleh memilih salah satu pendapat. Akan
tetapi, hendaknya seorang muslimah memiliki semangat untuk terus berpuasa,
karena berpuasa itu sungguh indah. Jadi, semangat seorang muslimah yang tengah
hamil atau menyusui, adalah berpuasa dahulu, baru berbuka jika benar-benar
merasa tak sanggup, dan atas nasihat dokter, ia harus berbuka.
Menurut hemat saya, puasa memang sebaiknya menjadi pilihan
pertama seorang ibu hamil dan menyusui. Karena, dalam kehamilan, kita
membutuhkan suasana ruhiyah yang kuat, demi mendapatkan kondisi psikis yang
baik. Agar kita kuat dan cukup nutrisi, saat berbuka, kita harus menyantap
makanan dan minuman yang cukup dan bergizi tinggi. Hindari pula
aktivitas-aktivitas yang memberatkan. Akan tetapi, tentu saja kita tak boleh
memaksakan diri. Jika kondisi kita memang lemah, segeralah berbuka. Kemudian,
sebagai pengganti puasa, silakan memilih satu dari tiga pendapat tersebut.
Besaran Fidyah
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, berapakah kita
harus membayar fidyah?
Sedangkan
menurut kalangan Maliki dan Syafi’i, besaran fidyah adalah 1 mud (kira-kira 600
gram), bisa berujud beras, gandum atau makanan pokok lainnya. Esensi dari
besaran fidyah adalah makanan yang bisa mengenyangkan fakir miskin dalam sehari. Tentu saja, sebaiknya makanan
diberikan lengkap dengan lauk-pauknya. Menurut Ustadz Muinudinillah, fidyah itu
sesuai dengan apa yang kita makan sehari-hari, misalnya sekali makan kita
mengeluarkan Rp 15.000,- berarti sejumlah itulah yang kita keluarkan dalam
sehari.
Kepada Siapa Disalurkan?
Karena fidyah adalah
memberi makan orang miskin, berarti peruntukannya harus jelas. Fidyah bisa
diberikan kepada orang-orang miskin di sekitar kita, ini lebih mudah dalam
mengontrolnya. Akan tetapi, fidyah juga bisa disalurkan melalui lembaga zakat
yang terpercaya. Tentu dengan peruntukan yang jelas-jelas untuk fidyah, tidak
tercampur dengan penyaluran yang lain.
Wallahu a’lam
bish-showab.
2 komentar untuk "Puasa Ibu Hamil dan Menyusui"
sedang hamil dan berpuasa
alhamdulillah
Allah memberi kami kekuatan :)
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!