Sahabatmu Bukan Malaikat

Sore itu kami sekeluarga mampir di sebuah restoran khas anak muda yang terkenal dengan 'huh-hah' alias pedasnya. Meski terkenal ramai, dan selalu kesulitan mendapatkan tempat duduk yang nyaman (khususnya buat anak-anak), tempat itu adalah favorit kami. Faktor yang terpenting: harganya murah, rasanya mewah, dan ditambah yang tadi ... 'huh-hah.' (Haduh, ntar ketahuan sebut merk, dikira promo deh ...).

Singkat cerita, kami berhasil mendapatkan tempat duduk yang 'relatif nyaman' (untuk ukuran restoran tersebut), di pojok, bagian lesehan. Begitu duduk, perhatian saya langsung tersedot pada dua sosok gadis (tampaknya, sih ...) yang berada di meja samping kami persis. Apa yang membuat saya tertarik? Yup, si gadis A, dengan begitu bersemangat, bercerita ... sangat ekspresif dan selalu diselingi dengan bahasa tubuh. Sementara, gadis B yang ada di depannya, dengan tekun menyimak. Sekilas saja, saya tahu, bahwa si gadis A sedang curhat kepada si gadis B. Awalnya saya tak terlalu banyak bertanya-tanya. Apa salahnya sih, curhat kepada sahabat sendiri? Saya juga sering begitu. Yang membuat saya akhirnya tak habis pikir, sampai makanan datang, lalu mereka menyantap, dan makanan habis, dilanjutnya duduk beberapa saat, si A teruuuuus saja berbicara, dan si B teruuuuus saja diam, menyimak. Betapa tabahnya si B! Dan betapa 'tak tahu dirinya' si A? Lho, kok malah jadi memvonis. Hehe.

Di kesempatan lain, saya memiliki seorang kerabat, perempuan, yang juga rajiiiiin sekali curhat. Apa saja dicurhatin. Seringkali yang jadi topik curhat adalah rasa tak senangnya dia dengan si X, si Y, si Z. Awal-awalnya saya menganggap dia ingin sekadar melegakan perasaan, sehingga saya selalu menyambut curhatnya dengan senang hati. Lama-lama, saya mikir, lho ini orang kok hobinya curhaaaat melulu. Selalu kabar buruk yang dibawa. Nggak ketemu langsung, nggak via sms, nggak via BBM. Lama-lama, capeeeek!

Curhat itu, apalagi yang negatif-negatif (eh, rata-rata curhat itu negatif, ya?) memang ibarat memuntahkan sampah dari jiwa kita. Sampah, jika dipendam, akan jadi penyakit. Maka, curhat itu penting untuk melegakan perasaan. Untuk membersihkan jiwa dari perasaan-perasaan yang tak sehat. Akan tetapi, ingat, ya ... sahabatmu itu bukan tong sampah 'superbesar' yang bisa menampung sampah-sampah yang kita muntahkan. 

Simak deh, beberapa twit saya terkait dengan sahabat dan curhat ini ya?!

1. Jika setiap jumpa dengan sahabat Anda selalu mengeluh dan curhat akan nasib burukmu, suatu saat sahabatmu akan malas bertemu Anda.
Wajar, kan ... sosok yang memiliki hati seluas samudra di dunia ini sangat langkaaaa ... sahabat kita itu manusia, bukan malaikat. Ia juga memiliki rasa, emosi, dan juga problem-problem tersendiri.

2. Sahabat Anda bukanlah tong sampah yang senantiasa siap menerima kesedihan, kekesalan dan kegeramanmu
Jadi, jangan menganggap bahwa anda adalah orang termalang di dunia, dan menjadikan dia sebagai sarana pelampiasan emosimu.

3. Berikan juga dia kabar-kabar gembira tentangmu. Dan itu mungkin, karena tak mungkin seseorang ditakdirkan untuk senantiasa susah
Ini lebih adil, sebab rasa negatif itu juga mudah menular, sebagaimana rasa positif. Jika sobatmu mendapatkan berita gembira darimu, dia juga akan merasakan kegembiraan itu, dan ini baik untuk jiwanya. 

Bagus juga jika selain menerima curhatanmu, Anda juga membagi telinga Anda untuk menerima curhatan dia. Sebab, persahabatan sejati itu adalah yang menerapkan prinsip 'take and give.' Karena, sahabat kita memang bukan malaikat, kita juga bukan setan. Kita sama-sama manusia, dengan karakter masing-masing yang sama-sama ada positif maupun negatifnya.

Setuju?

7 komentar untuk "Sahabatmu Bukan Malaikat"

Comment Author Avatar
setujuuuu

mba, aku juga suka makan di SS
#ehsebutmerk
Comment Author Avatar
Gak papa, ntar blog ini saya tunjukkan ke manajemen SS, dan saya dibayar makan gratis setahun penuh :-)
Comment Author Avatar
Comment Author Avatar
Meski memang nggak selalu begitu. Ada tipikal tertentu yg memang menyenangi jadi tempat curhat... orang2 dengan tingkat kecerdasan interpersonal yang tinggi, para psikolog :-)
Comment Author Avatar
mbak mau gak jadi sahabat saya... hehehehe...? biar bisa kecipratan raja nulis gituu...
Comment Author Avatar
dengan senang hati, tapi jangan anggap malaikat ya? hehe

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!