Inilah Tiga Karakter Anggota FLP! (Catatan Milad 17 FLP)

Tak sekali dua kali saya mendapat
curhat dari anggota FLP tentang kegundahan mereka dengan dinamika FLP.
Sebenarnya, apa sih yang saya dapat dari FLP? Organisasi penulis, kok,
rapat-rapat melulu? Kegiatan melulu? Karyanya mana? Kapan belajar nulisnya?
Kapan personal branding-nya? Kapan buku-bukunya
terbit dan dipromosikan? Kan, saya gabung dengan FLP karena ingin menjadi
penulis yang sukses, bukan untuk pontang-panting cari sponsor. Bukan untuk jadi
seksi konsumsi, atau malah sopir yang wara-wiri menjemput narasumber.
Ya, tak sekali dua kali curhat
seperti itu mampir di telinga saja. Bahkan beberapa kenalan kemudian
mengkritik, bahwa disorientasi dari FLP-lah yang membuat akhirnya banyak
anggota-anggota FLP yang ‘keluar’ dan membentuk komunitas sendiri. Beberapa
komunitas itu akhirnya justru ‘lebih eksis’, dalam artian karya-karya terus
bermunculan, dan sebagian mungkin best seller.
Apakah ada yang salah dari FLP?
Bisa jadi ya, bisa jadi tidak.
Dikatakan ya, karena keluhan-keluhan itu pasti muncul karena ada sebabnya. Tak
mungkin ada asap tanpa api, bukan? Jadi, mari kita berbesar hati untuk
mengakui, bahwa masih banyak sekali PR FLP yang harus segera diselesaikan
terkait dengan konsep pengkaderannya.
Menurunnya kuantitas karya anggota
FLP, tersendatnya regenerasi, kurang bergairahnya para anggota untuk
melentingkan semangat berliterasinya, mungkin beberapa contoh dari banyak hal
yang harus segera diatasi. Permasalahan itu, bisa jadi muncul dari internal FLP
sendiri; namun faktor luar juga tak kalah beratnya. Terpuruknya industri perbukuan—dengan
berbagai sebab—termasuk salah satu hal yang menghambat proses publikasi
karya-karya anggota FLP. Dan karena akhirnya penerbit memasang standard tinggi
yang membuat banyak karya-karya ditolak, banyak di antara anggota FLP yang
patah arang, bahkan beralih profesi.
Dikatakan tidak, juga bisa jadi.
Bukan alibi, tetapi memang harus ada pandangan yang diluruskan tentang FLP. Perlu
diketahui, FLP bukanlah organisasi kepenulisan biasa. Ada tiga hal penting yang
ingin dibangun pada sosok FLPers, yakni: kepenulisan, keorganisasian, dan
keislaman. Penulis yang produktif, organisatoris andal, dan menjadi salah satu unsur
penyokong dakwah keislaman.
Penulis Produktif
Sudah sangat jelas, bahwa sebagai
organisasi kepenulisan, FLP adalah organisasi yang relative mandiri. FLP
memiliki 3 pilar yakni penulis, penerbit, dan pembaca. Sekarang, pilar itu akan
ditambah lagi menjadi 4, yakni kritikus. Kajian serius tentang terpuruknya industri
perbukuan pada pertengahan tahun 2000-an kemarin, tampaknya mendiagnosis
turunnya kualitas karya sebagai penyebab utama jebloknya fiksi Islami (genre
yang mendominasi karya FLP).
Turunnya kualitas disebabkan karena
produksi besar-besaran tanpa diimbangi quality
control yang memadai. Hal ini menyebabkan pembaca menjadi jenuh dan
akhirnya meninggalkan buku-buku genre ini. Dengan digiatkannya tradisi kritik
karya, kami berharap karya-karya anggota FLP menjadi lebih baik dari hari ke
hari. Untuk mengakomodasi hal ini, di BPP FLP 2013-2017, terdapat divisi kritik
karya, yang dikomandani oleh Kang Topik Mulyana.
Organisatoris Andal
FLP adalah bagian dari bangsa,
sehingga sebagai kumpulan dari manusia idealis, tentu anggota-anggota FLP ingin
menjadi bagian dari proses pembangunan di negeri ini. Apalagi, penulis, seperti
dikatakan oleh Eka Budianta, memiliki fungsi mediating structure. Penulis adalah mediator sosial, penengah,
perantara, jembatan antara dunia ide dan dunia nyata. Antara pemerintah dengan
rakyatnya. Ilmuwan dengan praktisi. Maka, penulis yang juga seorang
organisatoris andal, tentu sangat dibutuhkan oleh bangsa ini. Organisatoris-organisatoris
yang andal juga merupakan produk-produk langka yang sangat dicari untuk menemej
bangsa yang kian hari tampak kian kehilangan arah.
Lebih dari itu, mengelola sebuah
organisasi kepenulisan sebesar FLP, pasti membutuhkan kemampuan organisasi yang
baik. Tak ada superman dan superwoman di dunia ini, yang ada adalah superteam. Beban berat yang tersandang,
akan terasa ringan dalam sunggian banyak manusia. Karena itu, Allah mencintai
orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, menyerupai sebuah
bangunan yang kokoh. Lewat FLP, kita akan belajar bagaimana meng-create acara, membuat proposal,
berinteraksi dengan pihak luar, melobi perusahaan dll., apakah itu bukan sebuah
skill yang sangat dibutuhkan dalam
hidup?
Penyokong Dakwah
Keislaman
Visi pencerahan yang diusung oleh
FLP, sebenarnya adalah dakwah itu sendiri. Siapa yang paling baik perkataannya daripada
orang-orang yang menyeru di Allah? Karena itu, prinsip nahnu du'at qobla kulli syaiin (kami da'i sebelum segala sesuatu),
adalah prinsip yang harus ditanamkan di benak seluruh anggota FLP. Bukan
berarti FLP-ers adalah sosok yang
sudah sangat keren keislamannya,
tetapi, ketika mencebur ke dalam FLP, kita akan belajar bersama. Dan, bukankah
Rasul mengatakan, “Sampaikan apa yang ada padaku walau satu ayat!"
Sekarang, 17 tahun sudah usia FLP.
Usia yang sudah mulai berinjak remaja. Masa 'puber' telah lewat, kini saatnya
produktif dalam berkarya, dengan karya yang lebih 'dewasa'. Bukan karya yang
manja, penuh rajukan, ungkap kemarahan dan emosional. Selamat ulang tahun, FLP!
Berkibarlah kau di semesta literasi di bumi ini. (Afifah Afra).
8 komentar untuk "Inilah Tiga Karakter Anggota FLP! (Catatan Milad 17 FLP)"
Sya bru blajar nulis kak, tulisan sya, sya muat d blog pribadi tp sya pengen serius di jalur nulis ni.
klo sya mw gabunv d FLP, gmna ya crax kak? Sya domisli d ambon ^_^
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!