Komersialisasi Blog, Promosi “Word Of Mouth” dan Independensi Blogger
Eh, sebenarnya tidak juga. Sebelum membuat www.afifahafra.blogspot.com yang kemudian saya ubah menjadi custom domain www.afifahafra.net, sebenarnya saya juga sudah punya blog-blog lain, termasuk multiply yang kini sudah gugur di medan juang. Malahan, awal-awal nge-blog dulu, saya lebih aktif memoles Multiply saya. Jadi, kalau mau ditotal, mungkin sudah lebih dari 10 tahun saya ngeblog.
Apa tujuan saya ngeblog? Jujur, saya termasuk blogger yang ‘kurang gaul.’ Jadi, ada info apa tentang per-blog-an, saya sering tidak terlalu ngerti. Ketika beberapa rekan blogger memposting status soal job review, hiruk-pikuk fee dan sebagainya, saya hanya melongo. Malah saya baru ngerti, jika mesin blog kita ternyata bisa menghasilkan uang.
Tetapi, saya merasa tak perlu terlibat terlalu jauh. Semua orang punya alasan. Ada yang ngeblog karena alasan ini, ada yang alasan itu. Ada yang alasannya logis, ada yang bikin kening berkerut. Tetapi, buat apa saya menghabiskan waktu untuk berdebat. Hehe. Ketimbang berlarut-larut dalam kontroversi, saya memilih untuk menanyakan ke benak saya sendiri, “Buat apa sih, kamu ngeblog?” Karena basik saya adalah penulis, tentu saya memilih ngeblog sebagai sarana memosting tulisan-tulisan saya. Kadang, ada beberapa tulisan saya yang menurut beberapa teman yang berprofesi sebagai redaktur sebenarnya layak muat di media cetak, tetapi saya lebih memilih untuk saya posting di blog. Kenapa? Alasannya simple. Di blog, lebih cepat dan ‘pasti’ dimuat. Lha, redaksinya kan saya sendiri, hehe.
Toh tujuan saya nulis memang untuk menyebarkan pemikiran saya. Di blog saya, tulisan-tulisan saya ternyata dibaca oleh ribuan orang. Ya, saya ngeblog bukan karena blog itu sendiri. Tetapi karena blog adalah sarana saya beraktualisasi diri. Jari-jari saya ini akan kaku jika tidak digerakkan untuk menulis. Otak saya juga akan beku jika tidak menulis. Maka, jauh sebelum mengenal blog, saya sudah aktif menulis melalui media apapun. Kertas, bungkus makanan, bahkan juga daun pisang. Saya juga menulis di mading sekolah, majalah kampus, Facebook—dan apapun, yang penting bisa jadi sarana publikasi, meski sama sekali tak ada honor. Ketika satu per satu cerpen saya dimuat di media nasional saat saya remaja, saya juga tak lantas ‘matre’ sehingga harus selalu melepas tulisan saya dengan imbalan uang, meski cerpen saya pada tahun 1994 sudah laku Rp 70.000 (eh, tapi nggak semua tulisan saya laku hehe).
Menulis, bagi saya adalah kebebasan berekspresi. Saya akan menulis lewat media apapun. Dan karena setelah saya timbang-timbang blog ternyata punya banyak kelebihan, saya memutuskan untuk terus merawat blog saya. Paling tidak, seminggu sekali, blog harus saya update. Saya tak mau berpusing ria jika ternyata blog saya di-copas di sana-sini. Alhamdulillah jika menyebutkan sumber. Tidak menyebutkan pun, saya punya histori di blog sebagai senjata jika suatu saat saya menuntut si “copaser” itu di meja hijau. Tak tanggung-tanggung, saya sudah pernah berguru langsung dengan Bapak Agung Damarsasongko, Kasie Pertimbangan Hukum &Litigasi Ditjen HAKI, lho. Jadi udah tahu jurus ‘menghajar’ para plagiator. Haduuuh, galak nian!
Tenang, Sobat… sejauh ini, saya memilih untuk senyum-senyum saja, tatkala mencoba browsing di search engine dan mendapatkan kenyataan pahit bahwa tulisan saya dicopas mentah-mentah. Sesuatu yang pahit, tinggal dikasih gula dan susu, jadilah kopi susu yang lezat, iya kan?
Nah, kembali ke bahasan di atas, ya … segala sesuatu pasti ada alasan. Mengapa ada yang terkesan ‘mengomersialkan’ blog, pasti ada alasan. Dan sepanjang itu halal, why not? Kecuali yang di-review adalah produk-produk yang dilarang agama, big no-lah untuk yang seperti itu. Hanya saja, perlu dicatat oleh teman-teman Blogger, bahwa mengapa banyak para pebisnis melirik Blogger? Ya, karena Blogger dinilai ‘independen’. Mereka mencoba menggunakan teknik promosi Word of Mouth (WOM) atau yang dalam istilah awam disebut promosi dari mulut ke mulut. WOM sedang jadi primadona di kalangan marketer, lho. WOM digandrungi karena berbiaya kecil, dan dinilai efektif. Mengapa begitu? Ya, WOM dinilai sebagai opini yang jujur dan apa adanya. Jika yang membuat opini adalah perusahaan, lewat pernyataan-pernyataan resminya, jelas para konsumen tak akan langsung percaya. Semua penjual kecap pasti akan menilai bahwa kecapnya nomor satu!
Menyadari hal itu. perusahaan-perusahaan pun mencoba ‘merekayasa’ WOM ini dengan menggandeng para Blogger. Salahkah itu? Tidak! Saya sendiri, sebagai salah satu pelaku bisnis, juga menggunakan teknik WOM. Tetapi… tetapi nih… awas, Blogger harus waspada! Jika Blogger terjebak pada ‘rekayasa’ si perusahaan, kemudian bersikap tidak jujur dalam membuat opini, ya yang nantinya akan tereduksi adalah ‘kesaktian opini dari WOM’ itu sendiri. Lama-lama, konsumen yang cerdas juga akan tahu, “Lah, review si A mana bisa independen, kan doski dibayar.” Dst.
Saya sendiri, sebagai pelaku bisnis, memilih untuk jujur dalam mempromosikan produk-produk kami. Karena itu, kami malah lebih respek kepada seseorang yang mereview dengan apa adanya. Baik dibilang baik, buruk yang silakan kritik. Justru dengan cara itu, para pebisnis akan berupaya terus menerus melakukan perbaikan pada produk-produknya.
Silakan komersialkan Blog, tapi tetap jaga independensi dan kejujuran dalam beropini! Selamat Hari Blogger Nasional!
huumm... benar bunda... semua orang punya alasan, namun tetap kejujuran dalam berkarya adalah yang perlu dan harus ada dalam diri penulis
BalasHapusYa betul... jika jujur kepada diri sendiri aja sulit, apalagi kepada orang lain :-)
HapusTFS mba...saya harus selalu diingatkan ttg kejujuran dan niat awal ngeblog
BalasHapusNiat komersil juga no problem kok... tapi integritas harus dijaga :-)
HapusArtikel yang bernas!
BalasHapusSeminar terakhir dengan Hermawan ... marketing yang diusung sekarang bukan lagi WOM, tetapi WOW ... prinsipnya sama dengan WOM, sama-sama getok tular hanya lebih terprediksi lagi.
Selamat Hari Blogger!
Wah, dikunjungi guru saya... :-)
HapusApa itu WOW, Mas Ali? Word of Word? Atau Word of Win? Atau Word of Wes-ewes-ewes? Xixixi
Gak enak juga sih bacanya kalo reviewnya kentara banget fake-nya alias kentara banget ngiklannya.
BalasHapusSelamat hari blogger Yeni
Iya, kesaktian sebuah review jadi hilang.
HapusSelamat hari blogger juga, Mbak Ade :-)
untungnya blog saya belum ada yang melirik :D
BalasHapusWah, klo nggak ada yg melirik, malah bahaya hehe
HapusBisa sharing cara menggebuk plagiator, Bu? Kalau cuma history, saya rasa blogger.com pun memfasilitasi user untuk mengatur tanggal post tulisan kita. Misal kita nulis hari ini (27/10/2014), tapi kita bisa atur sehingga di blog, orang lain melihat tulisan kita terbit pada 12/01/2003.
BalasHapusKalau sampai diperkarakan di meja hijau, pihak blogger.com terikat hukum utk memberikan data yang sebenarnya.
HapusKlo untuk karya2 yg dicetak, itu lebih mudah. ISBN, itu bagian dari hal penting yg harus diurus. Demikian juga setiap dokumentasi penerbitan, sebaiknya kita koleksi sbg bahan bukti
Benar Mbak ... jangan sampai masuk perangkap betmen eh perangkap job review sehingga menulisnya jadi tidak jujur. Selamat Hari Blogger :)
BalasHapusKetidakjujuran itu berumur pendek, kok Mbak... sementara, integritas akan selalu membuat kita berada di 'rel' dan sampai tujuan :-)
HapusSelamat hari blogger!
Selamat hari blogger mbak Afra...
BalasHapusSaya beberapakali merivew buku juga tapi nggak pake bayaran :D tapi karena memang berkesan dengan buku2 itu.
Salam
Dibayar juga sebenarnya ndak papa mbak :-)
HapusTetapi dibedakan, dibayar utk jadi pereview beneran
Atau dibayar untuk jadi pereview pesanan :-)
Sepakat saya, bunda afifah afra
BalasHapusAlhamdulillah...
HapusMAaf, baru balas komentarnya setelah setahun lebih :-)
Lam banget sudah ngeblog. Saya belum terpikir mengkomersialkan. Tapi, saya mulai berpikir juga produk apa dan bagaimana sebaiknya yang saya review. Terutama sekali karena saya orang yang suka tergiur event dengan hadiah bikin mupeng.
BalasHapus