Setiap Anak Terlahir Cerdas!
Tema kecerdasan majemuk
sebenarnya sudah sangat sering kita dengar, ya… saya sendiri sampai bosan,
karena setiap saya membaca buku parenting dengan tema kecerdasan, hampir semua
membahas tipe kecerdasan ini. Tetapi, ternyata masih ada sebagian orang tua
yang berpikir kolot. Orang tua zaman sekarang, lagi! Saya mikir, ini orang tua
baca buku, nggak sih? Kok masih ngotot bahwa kecerdasan itu ya Matematika,
Fisika, atau Bahasa Inggris.
Eh, tapi jangan salah, ya… kadang,
para orang tua yang sudah paham rumusan kecerdasan majemuk, juga masih terjebak
pada pemikiran konservatif zaman Eyang Buyut kita. Ya, memang teori itu relatif
lebih mudah diomongkan dan dihapal ketimbang diaplikasikan, ya… Makanya, saya
sering prihatin kepada para orang tua yang masih saja berpikiran bahwa anaknya
itu bodoh. Pas-pasan. Tak punya potensi.
Hello, Papa, Mama! Stop
berpikiran demikian. Setiap anak, sesungguhnya terlahir jenius. Mereka manusia
unggul. Proses penciptaan manusia sendiri melibatkan sebuah proses kompetisi
yang luar biasa sengit. Bayangkan, jutaan sperma ‘berlomba’ memperebutkan satu
sel telur (ovum). Jika Anda seorang dokter yang merasa bangga, karena berhasil
menyisihkan ribuan pesain Anda saat ujian masuk perguruan tinggi, satu sperma
excellent yang berhasil membuahi satu sel telur, jauuuh lebih hebat dari
seorang dokter. Dan, jika akhirnya sperma dan ovum itu bersatu menjadi zygot,
lalu zygot itu berkembang jadi janin, dan janin itu lahir jadi bayi, lantas,
mengapa saat bayi itu sudah berbentuk seorang anak, Anda hinakan dengan makian:
bodoh!
Well, tak ada anak bodoh. Yang
ada adalah orang tua yang tidak peka dengan potensia anak. Apa saja tipe-tipe
kecerdasan itu? Howard Gardner telah
merumuskan 8 tipe kecerdasan sebagai berikut:
1.
Kecerdasan mengolah kata (word smart). Para penulis, penerjemah,
diplomat, pengacara, pakar bahasa atau para pekerja di bidang public
relation, wajib memiliki kecerdasan di bidang ini.
2.
Kecerdasan
mempersepsi apa yang kita lihat (picture
smart). Contoh
bidang ilmu yang membutuhkan kecerdasan tipe ini adalah teknik arsitektur,
desain komunikasi visual, para ahli tata kota dan sebagainya.
3.
Kecerdasan dalam hal musik (music smart). Anda pasti memahami, bahwa
Bethoven, Mozart, sampai Mariah Carey bisa demikian mendunia… ya, itu semua
berkat kecerdasan musical yang mereka miliki.
4.
Keterampilan
dalam olah tubuh dan gerak (body smart). Menjadi olahragawan sekelas Roger Federer atau Maria
Sharapova, atau menjadi penari handal tentu membutuhkan kecerdasan tipe ini.
5.
Kecerdasan dalam sains dan matematika (logic smart). Anda kenal Profesor Yohanes
Surya? Pembina para peserta olimpiade Fisika ini bisa sedemikian hebat karena
mampu mengoptimalkan kecerdasan logical yang ia miliki.
6.
Kecerdasan
dalam memahami pemikiran dan perasaan orang lain (people smart). Para
pemimpin besar, psikolog, manajer SDM yang handal, ataupun trainer kepribadian,
jelas membutuhkan kecerdasan tipe ini.
7.
Kecerdasan dalam mengenali diri sendiri (self smart). Kecerdasan ini mutlak
diperlukan agar kita bisa membuat langkah-langkah tepat, sesuai dengan
kemampuan yang kita miliki. Kita bisa menjadi diri sendiri, tak hidup dalam
bayang-bayang orang lain. Profesi apapun, tampaknya membutuhkan kecerdasan tipe ini.
8.
Kecerdasan dalam mengamati alam (nature smart). Pernah menyaksikan film-film documenter
tentang kehidupan satwa liar di rimba-rimba Afrika? Film-film yang menawan itu,
tak akan mampu tercipta tanpa adanya sosok-sosok dengan kecerdasan natural
seperti tersebut di atas. Menjadi seorang petani yang sukses, peternak atau
pengusaha perikanan juga membutuhkan kecerdasan natural yang lebih dari orang
kebanyakan.
Baru-baru ini, Gardner menambahkan tipe kecerdasan dengan satu jenis kecerdasan lagi, yaitu
kecerdasan eksistensi, yakni kemampuan
seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau
keberadaan manusia. Mengapa aku ada, untuk apa aku diciptakan, dan sebagainya.
So, jika kita
merasa bodoh dalam bidang matematika atau bahasa, mungkin sebenarnya, kita
memiliki kelebihan di bidang lain. Bahkan seorang anak yang mengalami kerusakan
otak pun—menurut Thomas Armstrong dalam bukunya, ‘Setiap Anak Cerdas’—jika
dididik dengan tepat sesuai potensi yang masih ia miliki, bisa saja
menghasilkan prestasi yang spektakuler.
Masih menuduh anak kita bodoh?
Jangan-jangan, kita sendiri yang ‘kurang ilmu’.
Kita aja y yg sering bodoh2in anak2 + lingkungannya ....
BalasHapus*Btw, salam kenal y mbak Afifa :)
Iya betul... salam kenal ya...
Hapus