Marketer: Hantu Atau Pahlawan?
Anda pernah
merasakan suasana seperti ini? Saat sedang enak-enaknya istirahat di rumah, membaca
buku sembari tiduran setelah lelah bekerja, mendadak bel rumah berdering.
Mengira ada tamu penting, kita pun harus tergopoh-gopoh membuka gerbang. Namun,
yang kita hadapi ternyata hanya beberapa anak muda, terkadang tampil “keren”
dengan dasinya, yang ngotot ingin memeriksa kompor gas kita.
Saya pernah.
Awalnya, saya merasa kasihan untuk "mengusir" mereka. Saya pun
mengizinkan mereka "mengobrak-abrik" kompor gas saya sembari terus
bicara tanpa memberi kesempatan saya untuk menyela. Lama-lama, saya jadi kapok
menerima mereka. Bayangkan, kita mendadak dibuat seperti “kambing congek” yang
tak tahu apa-apa setelah diterpa badai kecerewetan mereka yang sok tahu.
Eh, ternyata
bukan hanya saya. Mayoritas ibu-ibu di komplek saya juga sebal menerima sales
yang door to door menawarkan aneka
jualan "ajaibnya." Malah, kisah mereka lebih ajaib lagi. Ada yang
begitu kelebatan para sales itu datang, langsung berakting jadi pembantu,
"Maaf, Mas... Ibu tidak ada. Saya cuma pembantu." Ada juga yang
langsung galak mengusir mereka dari halaman rumah.
Ada banyak
catatan tak mengenakan dari interaksi sales vs calon konsumen ini, tampaknya
membuat banyak anak-anak muda merasa mendadak derajatnya menjadi sangat rendah
jika terpaksa harus menjadi sales, atau marketing. Saya sering dimintai
informasi lowongan pekerjaan, dan belum-belum mereka telah memberi batasan, “Apa
aja deh, mbak… asal jangan sales.”
Nah, jadi,
menurut Anda, sales itu hantu atau justru pahlawan? Jika paparannya seperti
itu, mungkin sales memang seperti hantu.
Eh, tunggu!
Baca dulu konsep marketing terbaru di bawah ini!
Menurut Pak Kotler dan Pak Keller (2009:58), dalam
memasarkan produk/jasa, memang ada berbagai konsep atau filosofi yang menjadi
lanjarannya.
Pertama,
konsep produksi. Konsep ini menandaskan, bahwa sebuah usaha itu prinsipnya ya produksi
atau operasi. You mau bisnis? Pikirkan
harga yang semurah mungkin, dan semudah mungkin didapat. Karena, konsumen
memang maunya beli sesuatu yang gampang diperoleh dan murah. Jadi, mari kita
melakukan efisiensi semaksimal mungkin. Jika perlu, bakso yang mestinya butuh
daging sekilo, cukup satu ons saja. Cukup diberi perasa kuat, biar rasa
dagingnya tetap ada. Waduuuh!
Kedua,
konsep produk. Bedanya dengan konsep pertama, dalam filosofi ini, produsen beranggapan
bahwa konsumen lebih menghendaki produk-produk yang memiliki kualitas, kinerja,
fitur atau penampilan yang lebih superior. So, jika Anda adalah manajer, Anda
kudu memusatkan perhatian untuk menghasilkan produk yang unggul dan memperbaiki
mutunya dari waktu ke waktu. Tak apa duit diguyur habis untuk hal ini.
Ketiga,
konsep penjualan atau promosi. Anda mau bisnis? Anda sudah punya produk atau
jasa. Dan Anda yakin, bahwa jika Anda diam saja, mana mungkin barang Anda
terjual. Anda harus berkoar-koar, bila perlu berorasi di pasar menggunakan
pengeras suara. Kalau Anda capek, bisa Anda rekam suara Anda, lalu Anda putar
sehari 24 kali! Yep, intinya, Anda harus membuju konsumen selihai mungkin agar
mereka tertarik membeli produk Anda.
Keempat,
konsep pemasaran. Ini dia, cikal bakal konsep marketing modern. Konsep
pemasaran berorientasi pada pelanggan. Kita berbisnis karena kita tahu bahwa
ada kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh produsen. Kita beranggapan
bahwa konsumen hanya akan bersedia membeli produk-produk yang mampu memenuhi
kebutuhan dan keinginannya serta memberikan kepuasan. So, jika kita ingin sukses berbisnis, selidiki apa mau konsumen,
apa kebutuhan mereka.
Kelima,
konsep pemasaran holistik. Sebenarnya, ini hanya pengembangan konsep keempat. Konsep
ini menitikberatkan pada tanggungjawab sosial. Ya, ada unsur lain selain
produsen dan konsumen, yaitu lingkungan. So, konsep pemasaran holistik pada
intinya adalah sebuah sistem pemasaran
yang mencoba mengakui dan mendamaikan lingkup dan kompleksitas kegiatan
pemasaran. Pemasaran holistik mengakui bahwa segala sesuatu bisa terjadi pada
pemasaran dan pemasaran perspektif yang luas dan terpadu sering dibutuhkan
empat komponen dari pemasaran holistik yaitu relationship marketing, integrated
marketing, dan social responsibility
marketing.
Mari
kita jelaskan satu persatu!
Kita
menyadari, bahwa dalam marketing, perlu dibangun hubungan jangka panjang yang
saling memuaskan dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan utama (pelanggan,
pemasok dan distributor). Tujuannya agar bisnis bisa terus berlanjut. Inilah inti
dari konsep relationship marketing.
So, dalam marketing holistik, kita tidak boleh mengecewakan pihak manapun demi
sekadar meraih keuntungan jangka pendek. Misal, penerbit, nggak boleh bikin
penulis frustasi dengan cara mengobral buku tulisan mereka yang baru saja
terbit beberapa bulan, hanya demi tercapainya likuiditas demi kesehatan rasio
keuangan penerbit.
Dalam
marketing holistik, perusahaan kudu bisa merekrut, melatih dan memotivasi
karyawan yang mampu untuk bisa menjadi “pelayan” pelanggan yang baik. Jangan
lupakan pula, bahwa semua divisi di dalam sebuah usaha itu harus saling
menyatu, karena marketing terlalu penting untuk diserahkan hanya kepada satu
divisi khusus. CEO yang baik, harus berorientasi marketing. Manajer produksi,
keuangan, SDM, dan divisi lain, harus berintegrasi dengan divisi khusus
marketing. Inilah konsep integrated marketing.
Terakhir,
social responsibility marketing. Intinya, kalau kamu punya usaha, kamu tidak
tinggal sendirian di dunia ini. Ada pihak-pihak yang terkait di luar jejaring
konsumen-agen-produsen. So, konsep pemasaran holistik menuntut para
pemasar untuk memasukkan pertimbangan sosial dan etis ke praktik pemasaran
mereka. Para pemasar harus menyeimbangkan dan mengatur-atur kriteria yang
sering bertentangan dengan laba perusahaan, pemuasan keinginan konsumen dan
kepentingan publik.
Nah,
menurut Kotler dan Keller, sesungguhnya konsep pertama hingga ketiga, adalah
konsep marketing purba. Orientasi konsep tersebut bukan asumsi konsumen, tetapi
asumsi produsen. Malah, dosen marketing saya menyebut, jika Anda berbisnis
dengan tiga konsep pertama tersebut, sesungguhnya kita sama derajatnya dengan
pemain judi.
Mari
menjadi marketing yang dirindukan konsumen. Marketing yang memahami kebutuhan
mereka, lalu memberikan penawaran yang sesuai (atau bahkan lebih) dari
ekspektasi mereka. Percayalah, Anda bukan lagi menjadi hantu, tetapi justru
pahlawan.
Posting Komentar untuk "Marketer: Hantu Atau Pahlawan?"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!