PECI, Cara Kami Bangkitkan Semangat Literasi Sejak Dini
Asrama Haji Donohudan,
5 tahun silam
Di tengah satu per satu anak-anak manis yang
mempresentasikan cerpen karya mereka, di ajang Lomba Mata Pelajaran Jaringan
Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Jawa Tengah, saya termenung. Bukan saja terpesona
dengan presentasi mereka, tetapi juga membayangkan, seandainya potensi-potensi
mereka dibina dengan sepenuh hati, suatu saat, mereka pasti akan menjadi
penulis-penulis hebat yang mengharumkan negeri ini dengan keindahan goresan
penanya.
Saat itu, saya menjadi salah satu juri. Saya terharu melihat
betapa mereka ternyata mampu menghasilkan karya yang begitu indah, melampaui
kemampuan teman-teman sebaya mereka, bahkan mungkin orang dewasa. Usai lomba
berakhir, saya mengontak panitia.
“Bunda, bagaimana tindak lanjut naskah-naskah ini? Bagaimana
jika Indiva meminang naskah-naskah keren ini untuk dibukukan?”
Panitia ternyata mengiyakan dengan antusias. Mereka
memberikan daftar kontak para pemenang untuk dihubungi langsung oleh tim Indiva.
Saat itu, kami belum memikirkan untuk membentuk lini khusus
tentang penulis anak. Memang, saya akrab dengan buku-buku semacam KKPK DAR
Mizan, PCPK Noura Books dan sebagainya, karena anak sulung saya, meski saat itu
baru berusia 7 tahun, sudah mulai suka membaca dan mengoleksi buku-buku
tersebut. Namun, saya tak mau meniru-niru begitu saja. Jika ada sesuatu yang
hampir sama, harus ada sesuatu yang membedakan.
Pulang dari acara tersebut, saya mengajak salah seorang
redaktur Indiva, Asri Istiqomah untuk berdiskusi. “Dik, kayaknya kita sudah
saatnya bergerak di lini anak, yang secara khusus memberikan ruang anak-anak
kita agar bisa berekspresi dengan tulisan-tulisannya.”
Asri menyambut ajakan saya dengan semangat. Bersama dengan
Mas Lilik, yang saat itu menjadi manajer pernaskahan Indiva, kami pun mencoba mengonsep
satu lini khusus yang kemudian kami sebut sebagai PECI (Penulis Cilik Indonesia).
Kebedaan kami dengan produk sejenis kami tonjolkan dengan nuansa keindonesiaan
yang lebih kental. Salah satunya, kami tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai
judul buku. Nama-nama yang dipakai sebagai tokoh, sebisa mungkin juga tidak
terlalu bernapaskan barat.
Naskah-naskah pemenang lomba menulis cerpen JSIT Jateng kami
jadikan proyek perdana. Maka, terbitlah buku PECI yang pertama, berjudul:
Persahabatan Zahra dan Catty.
Sambutan buku perdana ini, meski cukup bagus, belum terlalu menggembirakan. Apalagi
covernya juga masih relatif sederhana. Belum khas. Maka, proyek PECI, meski
tetap jalan, agak tersendat-sendat, sampai kemudian kami mencoba membuat Lomba
Menulis Cerpen PECI yang pertama. Tak dinyana, ratusan naskah masuk. Dan
rata-rata bagus sekali. Terbitlah buku kumpulan cerpen pemenang Lomba Menulis Cerpen
PECI yang pertama: SAHABAT DARI TIMUR.
Sejak itu, sambutan terhadap produk PECI semakin meriah,
terlebih setelah Shofa Salsabila menulis trilogi “Serunya di Pesantren” (2013),
“Asyiknya di Pesantren” (2014) dan “Indahnya di Pesantren” (2015) yang laris
manis di pasar dan seolah-olah menjadi icon PECI. Sampai saat ini, ketiga buku
tersebut masih terus diorder dan terpampang manis di toko-toko buku.
Kami pun memberanikan diri untuk membuat Lomba Menulis Cerpen
PECI yang kedua. Sambutan lebih meriah, dan terjaring naskah-naskah yang secara
kualitas semakin membaik. “Janji Seribu Bakau” adalah buku kumpulan cerpen para
pemenang, yang menjanjikan kualitas yang menakjubkan—terlebih ketika kita tahu
bahwa penulis-penulisnya adalah anak-anak.
Barusan, kami mengumumkan pemenang Lomba Menulis Cerpen PECI
yang ketiga. Seperti sebelumnya, kembali kami dapatkan cerpen-cerpen dengan
keragaman tema dan diksi yang menarik. Saat ini, cerpen-cerpen tersebut masih
diproses untuk diterbitkan.
Kelas Menulis PECI
Tak sekadar mengadakan lomba, tim PECI juga melakukan upaya
pembinaan penulis-penulis cilik dengan menggelar acara kopi darat para penulis
cilik. Hingga sekarang, tercatat tiga kali tim PECI menggelar kelas PECI,
pertama bulan Juni 2015 di Villa Hanief,
Tawangmangu, kemudian Desember 2015 di Desa Wisata Samiran Selo, Boyolali dan
ketiga berlangsung 25 Desember 2016 kemarin di Hotel Syariah Assalam,
Surakarta
.
Menulis, adalah aktivitas yang membutuhkan jam terbang
tinggi alias pelatihan yang terus menerus secara kontinue. Rendahnya minat baca
masyarakat Indonesia, bisa ditingkatkan dengan mencoba melakukan “potong
generasi”, yakni langsung mentradisikan kepada anak-anak kita.
Sangat menggembirakan melihat sebagian anak-anak kita mulai
keranjingan membaca dan menulis. Dengan menulis, selain akrab dengan dunia
literasi, anak juga akan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, analitis dan
kritis. Mereka punya prinsip, sulit untuk dipengaruhi hal-hal yang tidak
mendasar, terlebih menyebarkan isu-isu hoax.
Kamu anak Indonesia yang aktif dan suka menulis? Ayo gabung
di PECI!
Posting Komentar untuk "PECI, Cara Kami Bangkitkan Semangat Literasi Sejak Dini"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!