Jangan Melampaui Batas Saudaraku, Allah Benci Perbuatan Zalim!
Entah mengapa, banyak orang sulit menahan luapan amarah.
Padahal, amarah yang membara, bisa mematikan nalar, menghancurkan etika, dan membuat
kita lupa mana yang benar, dan mana yang salah. Luapan amarah juga sangat
berpotensi mengantar kita kepada kezaliman.
Coba perhatikan ilustrasi ini!
Suatu hari, dua orang anak laki-laki, kakak beradik,
bertengkar cukup keras. Si kakak dengan jengkel mencengkeram bahu adiknya yang
mungil, lalu menjotosnya berkali-kali. Si ibu tergopoh-gopoh datang melerai.
"Ada apa ini?" Teriaknya.
"Adik dulu yang salah!" Sungut si kakak.
"Apa salah adikmu?"
"Dia mencubit tanganku. Dasar nakal!"
Si ibu geleng-geleng kepala. "Nah, kalau dicubit sekali
dan kau membalas dengan pukulan lima kali, itu namanya kamu melampaui batas.
Kamu zalim!"
Apakah yang Anda pikirkan saat membaca ilustrasi di atas?
Ya, mungkin Anda terhentak, seperti juga saya. Tanpa kita sadari, seringkali
kita membalas kejahatan yang dilakukan orang lain, dengan kejahatan yang jauh
lebih besar. Karena amarah meluap, emosi muntab, rasa-rasanya kita belum puas
sebelum melihatnya terjerembab tanpa daya. Kalau perlu, dia sampai tujuh
turunannya sengsara, miskin, tiada daya. Hina dina. Dan saya puas. Puaaaas!
Kalau kita mau jujur, sebenarnya siapa yang kejam. Kita,
ataukah dia?
Di dalam Islam, membalas memang boleh, tetap harus adil. Orang
yang melampaui batas, atau bersikap tidak adil, disebut zalim. Zalim artinya
meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Zalim adalah lawan dari adil. Ketika
kita melanggar hak orang lain, berarti kita berbuat zalim. Menghukum orang lain
melebihi kadar kesalahannya, juga merupakan bagian dari kezaliman.
Tetapi, pembalasan kan selalu lebih kejam?
Ah, kata siapa
itu. Pendapat sesat yang perlu kita luruskan.
Mari kita simak ayat Allah nan agung ini...
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia
tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Al-Syura: 40)
Pada ayat itu, ada tiga pelajaran yang kita petik.
Pertama, silakan membalas, syaratnya adil. Keburukan serupa
dibalas dengan hal yang serupa. Pukul balas pukul, cubit balas cubit, dan sebagainya,
Ibnu Katsir menyebutkan, bahwa tafsir dari “Dan
balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa” adalah ayat ini: “barang
siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya
terhadapmu.” (QS. Al-Baqarah: 194)
Kedua, memaafkan jauh lebih mulia. Pahalanya luar biasa.
Ketiga, jangan melampaui batas, alias berbuat zalim, sebab Allah
membenci perbuatan ini
Namun sejatinya, agama kita juga mengajarkan kita untuk
membalas kejahatan dengan kebaikan.
“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia” (QS. Fushilat : 34).
Jadi, silakan saja membalas, tetapi jangan melampaui batas.
Jangan-jangan, justru karena kezaliman itu, kita terhindar dari maghfirah dan
kasih sayang Allah SWT.
Wallahu a’lam.
Posting Komentar untuk "Jangan Melampaui Batas Saudaraku, Allah Benci Perbuatan Zalim!"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!