Komentar Nyinyir, Bagaimana Menghadapinya?

Foto: dreamstime.com
Tentu kita masih ingat kisah kocak tentang Nashreddin Hoja, sang anak dan keledainya bukan? Alkisah, Nashreddin memiliki seekor keledai yang ukurannya kecil, sehingga tidak muat dinaiki lebih dari satu orang. Oleh karena itu, ketika melakukan sebuah perjalanan, Nashreddin menaiki keledai sementara si anak berjalan kak. Melihat itu, orang protes, menganggap Nashreddin keterlaluan. “Ayah kok setega itu kepada anaknya.”

Untuk memenuhi kritikan para komentator, posisi pun diubah, si anak naik yang menaiki keledai, sementara Nashreddin turun dari keledai, jalan kaki. Namun ternyata, tetap saja ada yang nyinyir, “Dasar anak tidak tahu diri! Bukannya hormat kepada orang tua, malah dia asyik naik keledai, orang tuanya jalan. Itu ortunya terlalu memanjakan si anak, nggak pintar mendidik anak.

Pun ketika mereka menaiki keledai berdua, orang mendengus sinis, “Kejam amat, keledai sekecil itu ditunggangi berdua!” Atau, tatkala akhirnya mereka berdua jalan kaki dan si keledai tak mengangkut siapapun, “Bodohnya, punya keledai tak dinaiki.”

Apapun sikap kita, memang selalu ada komentar berbeda, seringkali bernada miring alias nyinyir. Kenyinyiran itu bisa disebabkan oleh beberapa hal, pertama karena perbedaan persepsi, yang celakanya, diikuti dengan pendewaan terhadap persepsi yang dia miliki, alias merasa paling benar. Kedua, bisa jadi karena memang ada perasaan dengki bersemayam. Dengki ibarat sepasang kacamata berwarna hitam. Apapun yang terlihat dari balik kaca mata, akan berwarna hitam, meski aslinya tidak begitu.

Ketiga, bisa jadi ada kepentingan tertentu dari si "Ahluny-Nyinyir" atas hancurnya nama baik Anda. Ya, mungkin saja dia adalah buzzer politik yang dibayar untuk melakukan demarketisasi—itu kalau kalau Anda dianggap memiliki potensi besar untuk menyaingi majikan yang membayarnya.
Lantas, apakah kita perlu mencueki setiap komentar yang masuk ke dalam diri kita? Haruskah kita anggap itu semua angin lalu?

Sebenarnya, senyinyir apapun, komentar itu berguna. Feedback diperlukan bagi kita sebagai bahan pembuat keputusan. Hidup ini, isinya keputusan-keputusan, baik yang menyangkut pribadi, keluarga, atau instansi tempat kita bernaung. Terlebih jika kita adalah seorang pemimpin. Tentu kecakapan kita dalam memutuskan dituntut lebih baik lagi.

Keputusan memiliki bahan baku, berupa informasi. Semakin berkualitas informasi yang kita miliki, semakin bagus keputusan kita.

Namun, bahan baku seyogyanya tidak menjadi "hidangan" yang kita sajikan begitu saja. Informasi harus diolah, dikaitkan dengan informasi lain, dikuatkan dengan daya analitis yang berbasis keilmuan. Hasilnya, adalah keputusan yang matang.

Nashreddin dan si anak bisa mengolah informasi dari para “nyinyirin” dan memikirkan apa sebenarnya langkah terbaik yang harus dilakukan. Barangkali, masalah sebenarnya adalah keledai yang mereka naiki terlalu kecil. Nashreddin butuh mengganti dengan keledai atau binatang yang cukup besar, misal onta.

Syahdan, bilapun masih ada orang berkomentar miring meskipun Nashreddin dan si anak sudah menaiki onta besar yang kuat, ya namanya juga manusia. Jika sudah demikian, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya. Mending cuek saja, fokus pada tujuan kita.

Posting Komentar untuk "Komentar Nyinyir, Bagaimana Menghadapinya?"