Tak Ada Teknologi Pencegah Gempa, Tetapi Kita Bisa Menghindari Gempa dengan Cara Ini!
Jumat, 28 September 2018 kemarin, menjadi hari yang sangat mendebarkan bangsa kita, khususnya yang tinggal di Sulawesi Tengah seperti Palu, Donggala, Sigi dan sekitarnya. Bagaimana tidak, menjelang Maghrib, gempa berkekuatan 7,7, SR (kemudian diralat menjadi 7,4 Magnitudo), melanda kawasan tersebut, yang disusul dengan tsunami, juga fenomena likuifaksi (pencairan tanah).
Foto dari udara, efek likuifaksi (sumber: republika.co.id) |
Likuifaksi ini mengerikan! Getaran yang kencang menyebabkan pori-pori tanah merenggang, dan air tanah pun masuk, menyebabkan tanah menjadi cair semacam lumpur dan kehilangan kekuatan menopang benda-benda di atasnya. Banyak rumah melesak ke dalam seperti tenggelam, sebuah fenomena mengerikan yang jarang terjadi di Indonesia ataupun dunia. Hingga tulisan ini dibuat, korban meninggal yang sudah terevakuasi sudah lebih dari 1400 jiwa!
Pagi tadi, saya sempat nonton breaking news di TV One, dan melihat begitu banyak wilayah yang masih tertimbun reruntuhan. Jadi, diperkirakan masih ribuan lagi jasad yang belum ditemukan. Ya Allah, sedih sekali menyaksikan fenomena itu dari layar televisi.
Terus terang, sebenarnya saya ingin sekali menyelesaikan draft Catatan Haji saya yang sangat mengesankan, tetapi, peristiwa gempa ini lebih menarik saya untuk segera memberikan sedikit coretan di blog ini. Jangan khawatir, seri Catatan Haji akan saya lanjutkan, insyaAllah.
Saya termenung, ketika suatu hari seorang kawan mengirimi saya petikan ayat ini:
"...Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan." (Hud: 117)
Di tengah rasa cemas dan takut yang menimpa kita semua, tampaknya ayat ini bisa menjadi semacam angin segar yang mampu menimbulkan harapan buat kita semua.
Mengapa kita merasa takut? Sebab, bencana seperti yang terjadi di Palu, bisa saja terjadi di tempat manapun di Indonesia.
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana, khususnya gempa, yang cukup tinggi. Sebabnya, posisi Indonesia ternyata berada di atas pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu eurasia (eurasian plate), india-australia (australian plate) dan pasifik (pasific plate). Lihat seksama gambar di bawah ini!
Lempeng-lempeng tektonik di dunia (foto: bucknell.edu) |
Kerak bumi yang berada jauuuh di bawah permukaan bumi, ternyata tidak berbentuk utuh, tetapi terdiri dari lempengan-lempengan (plates) yang membentuk seperti puzzle. Nah, masing-masing plate itu tidak diam, tetapi bergerak sekitar beberapa cm dalam setahun. Antar lempeng bisa ada gerakan, yaitu:
Gerakan antar lempeng (gambar: tes.com) |
- Divergen, saling menjauh
- Konvergen, saling mendekat, hingga bisa saling bertumbukan dan melepas energi yang sangat hebat, serta menimbulkan zona subduksi. Terjadinya palung samudera dan gunung berapi, menurut banyak teori disebabkan karena gerakan konvergen antar lempeng tektonik
- Transform, yaitu saling bergesekan, yang juga bisa mengeluarkan energi hebat dan menyebabkan gempa tektonik
Dengan demikian, wilayah yang biasa terjadi gempa tektonik adalah daerah yang berada di atas pertemuan lempeng tektonik. Padahal, seperti disebutkan di atas, Indonesia berada di atas pertemuan tiga lempeng tektonik. Lihatlah gambar di bawah ini! Garis merah menunjukkan pertemuan antar lempeng dan perkiraan jarak pergerakannya per tahun.
Lihatlah garis merah yang merupakan pertemuan antar lempeng! (gambar: beekisstuengmsu.blogspot.com) |
Dari gambar tersebut, terlihat bahwa hampir semua wilayah di Indonesia berdekatan dengan garis merah, kecuali Kalimantan.
Semakin cemas dan takut, karena Indonesia juga merupakan bagian dari rangkaian gunung berapi cincin api Pasifik dan Sabuk Alpide. Cincin Api Pasifik merupakan daerah sepanjang 40.000 km yang berawal dari Amerika Selatan, Amerika Utara, Jepang, Filipina, Indonesia, New Zeland dan negara-negar di Samudera Pasifik. Kawasan ini juga berada di pertemuan lempeng Pasifik dengan lempeng lainnya, sehingga memiliki rangkaian gunung berapi aktif. Sebanyak 452 gunung berapi, atau 75% gunung berapi di dunia, ada di kawasan Cincin Api Pasifik. Betapa mengerikan!
Memang, jika kita menelan begitu saja informasi geologi tersebut, tentu hidup kita senantiasa dibayang-bayangi rasa takut. Tetapi, jangan terlalu cemas!
Kuncinya, ternyata ayat tersebut di atas, Hud: 117. Ya, Bahwa selama sebuah tempat, masyarakatnya giat berbuat kebaikan, sehingga kebaikan menjadi mayoritas alias dominan, Allah tidak akan membinasakan negeri tersebut. Allah akan menjaga kita.
"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka senantiasa meminta ampun." (QS. Al-Anfal: 34).
Dan kepada siapa lagi kita bersandar selain kepada Allah, sementara teknologi pun sampai sekarang masih termehek-mehek mengatasi masalah gempa ini? Bahkan, menurut para pakar, hingga saat ini, tak ada satupun teknologi yang bisa memprediksi terjadinya gempa.
Jadi, kita harus yakin, kunci dari permasalahan ini adalah ketika kita rajin melakukan kebaikan dan beristighfar atas kesalahan-kesalahan kita.
Lantas, bagaimana dengan lokasi yang terkena bencana, apakah berarti di sana tak ada orang yang berbuat kebaikan? Apakah di sana orangnya jahat semua, tak ada yang bertaubat sehingga Allah menurunkan azab?
Di sinilah ketidaktahuan kita, yang disebabkan karena keterbatasan kita. Menurut guru saya, ada bencana yang diturunkan tersebab azab, ada yang sebagai ujian bagi orang beriman. Dan yang tahu apakah itu azab atau ujian, hanyalah Allah semata. Kita tidak boleh memvonis ini dan itu, karena kita tak memiliki pengetahuan memadai, meski terkadang merasakan gejalanya.
Keterbatasan kita sebagai manusia, sebaiknya menahan kita untuk segera menuding sebuah bencana sebagai azab. Berprasangka baiklah bahwa itu ujian. Dan berempatilah kepada korban yang berjatuhan.
Bahayanya Jika Orang Shaleh Hanya Diam Melihat Kemaksiatan
Ada juga jenis kerusakan yang diturunkan secara merata, sehingga yang kena tak hanya orang yang zalim, tetapi juga orang yang baik. Hal ini disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya yang berarti, "Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah, bahwa Allah sangat keras siksaannya." (QS. Al-Anfaal: 25).
Dalam tafsir Ibnu Katsir, kondisi itu disebabkan karena ketika ada orang-orang melakukan kerusakan ternyata orang baik hanya diam saja. Logikanya mirip ketika sebuah kapal yang dibolongi, jika yang lain tidak mencegah, maka ketika kapal tenggelam, semua ikut tenggelam. Tetapi, orang yang beriman, sebagaimana disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir, tetap akan mendapatkan ampunan.
Setelah kita tahu bahwa Indonesia memiliki potensi kebencanaan yang tinggi, kita memang perlu melakukan adaptasi. Proses mitigasi kebencanaan harus dikuatkan. Menurut cerita teman-teman yang tinggal di Jepang, di negara tersebut, bencana alam dan cara menghadapinya sudah diajarkan secara berjenjang dari bangku Taman Kanak-Kanak. Sehingga ketika gempa atau bencana lainnya datang, orang-orang tidak panik, tetapi akan melakukan upaya penyelamatan secara sistematis.
Inilah yang juga harus dilakukan di Indonesia.
Selain itu, kembali ke ayat tersebut di atas, ternyata ada cara mencegah bencana menurut versi Al-Quran, yaitu banyaklah melakukan kebaikan, juga senantiasa memohon ampun.
"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka senantiasa meminta ampun." (QS. Al-Anfal: 34).
Mari ketuk pintu langit. Mari bersujud, memohon ampun, jauhi maksiat, ikuti syariat, jangan sekali-kali sombong dan merasa lebih hebat dari-Nya.
3 komentar untuk "Tak Ada Teknologi Pencegah Gempa, Tetapi Kita Bisa Menghindari Gempa dengan Cara Ini!"
Wallahua'lam.
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!