Tiba-Tiba Ramadhan, Tiba-Tiba Lebaran, Kok Serba Tiba-Tiba?



“Tiba-Tiba Ramadhan, Tiba-Tiba Lebaran.” Senandung itu saya dengar dari mulut anak saya, Rama suatu hari di bulan Ramadhan tahun ini. Dia menirukan lagu dari Opick, namun dipelesetkan. Harusnya “Marhaban ya Ramadhan, marhaban ya Ramadhan.”

Meskipun sekilas saya melihat dia iseng saja saat menyanyikan lagu tersebut, mendadak saya tersentak. Kata “tiba-tiba” ini jadi kuncinya. Mengapa selalu saja kita terkaget-kaget saat bulan Ramadhan ternyata mendatangi kita, dan juga kaget ketika ternyata lebaran pun akhirnya sampai. Betapa cepatnya waktu berputar.

Saya pun teringat dengan salah satu nasihat dari Prof. Dr. dr. Zainal Abidin saat pembekalan calon jamaah haji dari Bimbingan Haji Aisyiah setahun silam. “Hidup itu harus teratur, terencana. Kita dikasih waktu hanya sebulan, ya datangi dengan kesiapan penuh dan jalani dengan optimal.” Saat itu beliau mengomentari beberapa posting yang banyak disebar saat menjelang Ramadhan dan Lebaran, yang intinya menyesali ketidakmampuan kita dalam memanfaatkan peluang luar biasa untuk melakukan amalan kebaikan itu.

Perencanaan memang suatu hal yang hanya mudah diomongkan, tetapi begitu kita larut dalam rutinitas kehidupan, seringkali kita lebih memilih hidup mengalir seperti air. Saya sendiri juga tak luput dari masalah ini. Hampir selalu saya terkaget-kaget, “Kok sudah puasa, kok puasa sudah hampir berakhir, kok sudah lebaran saja.”

Saya terkaget-kaget, karena merasa bulan suci ini begitu saja hadir, sementara persiapan kita begitu minim. Mirip ketika kita tiba-tiba kedatangan tamu agung, padahal rumah masih berantakan, belum sempat mengecat dan merapikan, bahan makanan pun minimal. Padahal, Ramadhan adalah bulan yang sudah pasti kehadirannya, asalkan kita diberi umur panjang dan kesempatan oleh-Nya untuk bisa menikmati kesuciannya. Kita cukup melirik kalender dan melihat hari demi hari bergulir.

Lantas, ketika Ramadhan pergi, ada rasa sesal yang dalam. Bukan kesedihan seperti para Sahabat Nabi saat Ramadhan pergi. Kesedihan mereka justru muncul dari betapa maksimalnya mereka beribadah di bulan suci itu. Kesedihan kita, karena peluang besar di bulan Ramadhan pun banyak kita sia-siakan. 

Saat Ramadhan berakhir, kita pun berjanji, agar Ramadhan kelak bisa lebih baik lagi. Bisa lebih optimal. Lalu, syawal hadir. Dzulka’idah, Dzulhijjah, Muharram dan seterusnya... dan kita kaget lagi, karena Ramadhan telah datang.

Terus begitu. Kaget dan kaget. Karena itu, pantas sekali jika lagu yang kita senandungkan bukan “Marhaban ya ramadhan, marhaban ya ramadhan,” tapi “tiba-tiba ramadhan, tiba-tiba lebaran.”
Oh, betapa kita gampang sekali terkaget-kaget. 

Manusia memang gampang terlena. Kesibukan, sering membuat kita lupa segalanya, termasuk bagaimana mengisi waktu yang terus bergulir dengan amalan yang terencana dengan baik. Lebih banyak dari kita yang menjalani kehidupan dengan spontan. Tak hanya dalam ibadah, dalam hal apapun, kita sering lebih mendahulukan spontanitas.

Saat berbelanja pun begitu. Banyak di antara kita bertipe impulse buyer, berbelanja tanpa rencana. Pokoknya datang saja ke pusat perbelanjaan, ada diskon langsung belanja ini dan itu, tergoda penawaran marketing, tanpa perlu kritis, apakah kita butuh barang tersebut atau tidak. Tadinya cuma mau beli pisang, eh pulang-pulang bawa barang sekeranjang. Padahal, kulkas dan lemari kita pun sudah tak muat dipenuhi aneka barang.

Kalau suami kita sekaya Reino Barack sih, mungkin tak masalah. Tetapi jika anggaran kita terbatas, tentu kita akan terbelit pada masalah ekonomi yang makin lama makin rumit. Sekalinya kita butuh anggaran yang penting, kita hanya akan meringis melihat saldo tabungan telah menipis.

Butuh perjuangan luar biasa agar kita senantiasa bergerak dalam pola yang teratur, agar seluruh aktivitas kita adalah seperti kepingan puzzle yang selaras dengan visi dan misi kehidupan kita. Kuncinya, kalau kata pujangga Jawa Ronggo Warsito, “Eling lan waspodo”, senantiasa ingat dan waspada. 

Dalam Al-Quran, kita diperintahkan untuk senantiasa memperhatikan apa yang kudu dikerjakan hari esok.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (QS. Al-Hasyr: 18). 

Ketakwaan dan perencanaan merupakan salah satu cara yang agar kita tetap eling lan waspodo. Jika itu kita lakukan, mudah-mudahan tak adalah lagi kekagetan demi kekagetan di kemudian hari, “Lho kok sudah Ramadhan....”

Ya, karena kita sudah rencanakan semua dengan baik. Seorang senior pernah menasihati saya, "Jangan biarkan waktu mengejarmu, tapi jadikan diri kita yang senantiasa mengejar waktu." 

Jadi, sama-sama memasuki jam 10, sikap kita adalah, "Alhamdulillah, akhirnya setelah saya tunggu, jam 10 datang juga." Bukan, "Lho, kok sudah jam 10, alamak belum ngapa-ngapain nih."

Sikap pertama ada pada orang yang sigap dan memiliki persiapan matang, yang kedua terjadi pada orang yang senantiasa kagetan karena menjalani hidup begitu saja tanpa perencanaan. Kita termasuk yang mana?

Wallahu a'lam.

1 komentar untuk "Tiba-Tiba Ramadhan, Tiba-Tiba Lebaran, Kok Serba Tiba-Tiba?"

Comment Author Avatar
semoga Ramadhan berikutnya kita benar-benar mempersiapkan diri untuk menyambutnya dengna sukacita, jadi tidak hanya lewat saja

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!