Widget HTML #1

Penguasa, Ilmu Asma dan Al-Jan Kontemporer

Dalam sebuah anekdot yang pernah marak di kalangan masyarakat, seorang dosen senior berkata kepada yuniornya,“Tak usah takut pada mahasiswa bernilai A, sebab mereka akan sama saja nasibnya, jadi dosen seperti kita. Mereka akan jadi yunior yang hormat kepada kita. Baik-baiklah kepada mahasiswa bernilai B, sebab mereka akan jadi pengusaha, mungkin suatu saat kita akan bekerjasama. Dan takutlah kepada yang nilainya C dan D, sebab nantinya mereka akan jadi penguasa yang memerintah kita."

Awalnya, saya sebal mendengar humor tersebut. Masak sih, para profesor dan doktor justru tunduk kepada mahasiswa yang mungkin memiliki nilai standard alias pas-pasan. Lama-lama, saya nyengir juga. Sebab, dipikir-pikir, ada benarnya juga. Saya mengenal beberapa orang yang saat mudanya memang paling banter nilai raportnya hanya 6 atau 7, tetapi malah bisa jadi kepala daerah, jadi politisi dan sebagainya. Tapi, tentunya saya tidak menggeneralisir. Ada juga kok, para penguasa yang dulunya adalah pelajar dan mahasiswa pintar.

Ya, meski hanya humor, mari kita renungkan hal tersebut. Humor itu bukan saja membuat kita miris, tetapi juga khawatir. Jika benar bahwa para penguasa kita ini dulu "hanya" mahasiswa pas-pasan, mungkinkan saja keraguan malaikat saat Allah menugaskan Adam sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi akan terbukti? 

Di dalam Al-Quran, saat Allah SWT memberitahu malaikat bahwa Dia akan menjadikan Adam sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi, malaikat mempertanyakan kehendak Allah tersebut. 

“…Adakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (sebagai khalifah)...?” (QS. Al-Baqarah: 30).

Malaikat  ternyata pernah merasa skeptis dengan kapasitas Adam dan merasa bahwa Adam akan sama dengan makhluk yang lebih dahulu ada yaitu Al-Jan, yang senang menumpahkan darah dan berbuat kerusakan. Siapa sih, Al-Jan itu? 

Menurut Ustadz sekaligus penulis, Fakhruddin Nur Syam, Lc, sebelum ada manusia, penduduk bumi adalah Al-Jan, yakni para jin. Jin dan anak keturunannya yang disebut sebagai Banu Al-Jan itu diciptakan 2000 tahun sebelum Adam a.s. Al-Jan ini, yakni nenek moyang para jin, sangat senang berbuat kerusakan di muka bumi. Malaikat rupanya khawatir jika perangai Adam dan keturunannya seperti Banu Al-Jan itu.

Skeptisme Malaikat dijawab Allah SWT dengan memberikan Adam “ilmu asma” ... wa'allama adamal asmaa.... 

Eh, jangan error thinking, ya... Saat kita membuka mesin pencari, ternyata ilmu asma banyak dikaitkan dengan ilmu-ilmu supranatural. Tetapi, maksudnya bukan itu.

Ilmu asma adalah ilmu tentang nama-nama benda, hakikatnya, kaidah-kaidah ilmiah, manfaat dan sebagainya yang melekat pada seluruh benda yang  terdapat di alamsemesta. Ilmu asma bukan sekadar mengetahui nama-nama benda, tetapi juga segala sesuatu yang berkaitan dengan benda tersebut.

Berbekal ilmu tersebut, saat terjadi proses “fit and proper test”, keraguan malaikat terhadap kapasitas dan kapabilitas Adam a.s. pun lesap. Malaikat percaya bahwa Adam mampu mengelola alam semesta, tak seperti Al Jan dan keturunannya, Banu Al-Jan yang hanya bisa membuat kerusakan di atas muka bumi.

Ilmu asma adalah ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola dunia. Menjadi seorang penguasa, tak hanya butuh ilmu syariat, tetapi juga ilmu mengelola alam semesta. Tak hanya tahu bagaimana shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Tetapi juga tahu bagaimana mengatasi kemacetan, polusi, mengelola keuangan, memotivasi anak buah, merencanakan pembangunan dan sebagainya.

Menjadi penguasa butuh ilmu! Ini tidak bisa ditawar-tawar. Ilmu itulah yang membuat Adam mendapatkan amanah berat itu.

Lantas, bagaimana jika humor satir itu nyata adanya? Bagaimana jika bumi ini dikelola oleh orang yang tak memiliki kapasitas yang dibutuhkan? 

Memang sih, IPK bukan segalanya. Nilai-nilai di sekolah formal tak selalu mencerminkan kecerdasan seseorang. Banyak orang yang skeptis terhadap IPK, saya juga sebenarnya tak terlalu percaya 100% pada IPK. Pernah ada karyawan melamar pekerjaan, IPKnya tinggi, tetapi saat dihadapkan dengan pekerjaan, doski keteteran.

Namun, bagaimanapun, IPK adalah indikator yang dipakai untuk mengukur keberhasilan mahasiswa dalam menguasai “ilmu asma” sesuai spesialisasinya. 

Jadi, wahai penguasa, jika saat mahasiswa nilai Anda tak lebih C dan D, mari lakukan self up grading, belajar dan terus belajar. Sebab, jika ternyata para penguasa kita sekadar produk “KW”, jangan-janganmereka akan menjadi “Al-Jan dan Banu Jan kontemporer” yang alih-alih bisa mengelola alam semesta, tetapi justru lebih senang berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. 

Posting Komentar untuk "Penguasa, Ilmu Asma dan Al-Jan Kontemporer"