Widget HTML #1

Kamu Bukan Monyet! Kamu Saudaraku, Mungkin Lebih Hebat Dariku

Rombongan peziarah dari Afrika (foto: dokumen pribadi)

Beberapa orang tampak berbisik-bisik dan saling cekikikan satu sama lain, saat melihat rombongan peziarah dari bangsa lain lewat, pada suatu pagi di Masjid Nabawi. Seorang ibu yang usianya sudah cukup sepuh berbisik, "Kok mereka hitam sekali, ya, mbak?" dia bertanya kepada saya.

"Sst, biar hitam, mereka itu sama-sama hamba Allah, Bu," ujar saya. 
"Iya sih, mbak. Tetapi, kok bisa ya, mereka seperti itu?"
"Allah memang menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, tentu dengan kekhasan masing-masing. Salah satunya warna kulit. Dan kita disuruh untuk saling kenal mengenal satu sama lain," ujarku.

Saya paham dengan keheranan sebagian ibu yang ada bersama saya saat itu. Reaksi kaget atau mungkin heran melihat ada sosok yang menurut mereka begitu aneh. Alhamdulillah, saat saya mencoba menjelaskan, ibu-ibu tersebut langsung paham dan tak lagi berkomentar miring melihat pada peziarah asal Afrika tersebut. Bahkan, mereka pun mulai berinteraksi dengan mereka. Si ibu yang saya ceritakan di atas, bahkan pernah menolong seorang nenek asal Afrika yang terjatuh di eskalator kamar mandi.

Namun, yang bikin saya merasa kaget, justru reaksi seorang bapak yang selama dalam perjalanan ini saya lihat sangat bersemangat melakukan rangkaian ibadah di tanah suci. Selama di Madinah, beliau nyaris tak pernah lama-lama meninggalkan masjid. Pukul 1 malam, beliau sudah meninggalkan hotel untuk shalat malam di masjid Nabi itu. Begitu pun saat di Masjidil Haram. Nyaris beliau tak meninggalkan shalat lima waktu di masjid tersebut. Padahal, jarak antara masjid dengan hotel nyaris 4 KM dan tak selalu tersedia bus yang mengangkut ke masjid, kalaupun ada, kadang berdesak-desakan.

Foto: dokumen pribadi
Saya merasa sangat kaget, ketika suatu hari, bapak itu melontarkan ejekan rasis kepada orang Afrika sebagai: MONYET. "Elik-elik koyok kethek," katanya. Artinya 'jelek-jelek seperti monyet.' Mungkin si bapak itu cuma bergurau. Tetapi, menurut saya, gurauan itu kebablasan. 

Sebagai seorang muslim, kita harus menyadari, bahwa ciptaan Allah itu maha sempurna. Kalau saya membahasakan kepada anak-anak, "Allah itu tidak seperti kita, yang kalau bikin donat, ada yang bagus, ada yang peyot, ada yang jelek. Semua ciptaan Allah itu bagus."

Mengejek ciptaan Allah, sama halnya dengan mengejek Sang Pencipta. Lantas, mengapa Allah menciptakan orang dengan kondisi yang berbeda-beda. Tentu ada sebabnya. Pigmen hitam pada orang Afrika, diciptakan karena mereka tinggal di lingkungan yang sangat panas di gurun-gurun pasir. Ada kelebihan dari bangsa Afrika, mereka berfisik sangat kuat. 

Dalam sejarah, kita mengetahui bahwa Islam memberikan kemuliaan tanpa memandang ras. Ada Bilal yang mulia. Sebelum masuk Islam, Bilal adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah. Dia dimiliki oleh seorang tokoh ternama suku Quraisy bernama Umayyah bin Khalaf. Beliau dimerdekakan oleh Abu Bakar setelah disiksa luar biasa oleh Umayyah bin Khalaf. Ketika Rasulullah membangun Masjid Nabawi, Bilal ditunjuk untuk menjadi muadzin.

Selain Bilal, ada juga generasi awal yang ikut merasakan indahnya Islam bersama Rasulullah dari kalangan bangsa kulit hitam. Di antaranya Mihja bin Shalih. Dia adalah seorang budak yang dibebas Umar Bin Khatab. Beliau gugur saat perang Badar melawan pasukan Quraisy.

Ada lagi sosok kulit hitam yang namanya diabadikan menjadi salah satu surat dalam Al-Quran, yaitu LUQMAN. Sosok ini dikenal luas kebijaksanaan dan kedalaman ilmunya. Karena itu, dia digelari sebagai Al-Hakim. Suatu hari, Luqman diminta menyembelih seorang kambing dan diminta memberikan dua bagian terbaik dari kambing tersebut. Maka, Luqman menyerahkan lidah dan hati kambing tersebut.

Di waktu lain, orang yang sama kembali meminta Luqman menyembelihkan kambing, dan meminta menunjukkan dua bagian terburuk. Betapa heran orang tersebut, karena Luqman pun menyerahkan dua bagian yang sama, yakni lidah dan hati.

"Kedua bagian ini, jika baik, akan membuat semua tubuh menjadi baik. Tetapi jika buruk, akan membuat semua bagian tubuh menjadi buruk," jelas Luqman saat ditanya oleh orang tersebut.

Menurut banyak ulama, Luqman Al Hakim yang bijaksana itu juga berkulit hitam. Menurut Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah, Luqman memiliki nama lengkap Luqman bin Anqa' bin Sadun, ada juga yang menyebut Luqman bin Tsaran. Dia adalah seorang hakim di zaman pemerintahan Nabi Daud, namun asalnya, dia adalah seorang hamba sahaya dari Habsyah (ada juga yang mengatakan dari Sudan, Mesir atau Nubia). Luqman berkulit hitam dan berbibir tebal.

Jadi, hitam, cokelat atau putih, bukanlah penentu seorang lebih baik atau lebih buruk. Sebagai bangsa berkulit berwarna, kita sudah pernah diejek bangsa kulit putih dan bahkan dikangkangi selama berabad-abad. Layakkah kita juga melakukan hal yang sama terhadap bangsa lain? Ejekan dan perlakuan buruk akibat sikap rasisme itu menyakitkan, lho!

Sayangnya, hingga saat ini, masih ada sebagian masyarakat kita yang kurang menyadari hal tersebut. Di tanah air, suhu politik sempat memanas baru-baru ini. Salah satunya karena dipicu ejekan rasis terhadap para Sahabat Papua yang menyamakan bangsa tersebut dengan MONY*T. Hai, Guys! Ini ungkapan menyakitkan yang menguatkan isu disintegrasi. 

Papua adalah suku bangsa yang terhormat. Mereka adalah mutiara-mutiara hitam yang ikut membawa nama bangsa ke kancah internasional. Beberapa pesepakbola hebat kita berasal dari sana. Bumi Papua pun sangat kaya, menyumbang penghasilan besar untuk tanah air.

Stop rasisme!

Kita tahu, Islam datang dengan semangat melebur kasta, ras, status sosial, feodalisme dengan segala derivatnya. Bilal sang mantan budak, menjadi sahabat mulia. Para pendatang seperti Salman dan Suhaib, memiliki kedudukan sama dengan orang Arab. Si miskin dan si kaya, semua mulia.

Islam awalnya diterima dengan hangat di Indonesia juga karena semangat antikasta. Kesederajatan. Tak ada beda kamu itu keturunan bangsawan atau rakyat jelata.

Stop rasisme mulai dari pikiranmu! Kalau kamu anggap kulit putih adalah segalanya dan kulit hitam adalah keburukan, yang hitam sejatinya mungkin hatimu.

Stop bilang mereka monyet, karena bisa jadi, dalam beberapa hal, mereka lebih hebat dari kita. 

Posting Komentar untuk "Kamu Bukan Monyet! Kamu Saudaraku, Mungkin Lebih Hebat Dariku"