Serba-Serbi Virus Corona: Catatan Seorang Emak


Sabtu, tanggal 14 Maret 2020 kemarin, WAG (Whatsapp Group) keluarga besar saya heboh! Ibu dan saudara-saudara saya yang kebanyakan tinggal di Purbalingga mencemaskan nasib saya. Pasalnya hari itu, kota Solo ditetapkan sebagai salah satu kota yang mengalami KLB (Kejadian Luar Biasa) Covid-19. Berita tentang penetapan status KLB yang diikuti dengan kebijakan semi lockdown dengan meliburkan anak sekolah selama 14 hari itu dengan cepat menyebar dan menjadi headline di banyak media. 

Lewat WA, ibu bertanya dengan cemas, "Gimana kabarmu? Kabar keluarga dan anak-anak?"

"Tenang Bu, kami sehat, alhamdulillah. Kami baik-baik saja. Mohon doanya."

Terkait penetapan KLB Covid-19 di Solo, saya sebenarnya tak merasa sepenuhnya baik-baik saja. Bukan soal kesehatan, tetapi soal emosi. Ya, saya merasa ikut sedih, karena kasus positif corona di Solo, salah satunya menimpa orang yang saya kenal lumayan baik. 

Beliau seorang pengusaha yang dermawan, banyak melakukan kebaikan, di antaranya mewakafkan tanah untuk membangun masjid. Dulu, saya dan keluarga sering shalat berjamaah di masjid tersebut, dan beliau menjadi imam.

Ya, rumah saya dahulu dekat dengan rumah beliau dan masjid tersebut. Setelah saya sekeluarga pindah rumah, memang jarang sekali bertemu beliau. Terakhir pada saat Pemilu 2019 kemarin, karena kami masih terdaftar sebagai pemilih di daerah tersebut. Beliau menyapa kami dengan ramah. Ya, beliau orang baik. Bahkan rumah yang kami tempati saat itu, kami beli dari beliau dengan mencicil langsung tanpa melalui perantaraan bank. Alhamdulillah, beliau memberikan kami kemudahan dalam mencicilnya.

Saat ini, beliau masih diisolasi di RSU Muwardi. Beliau satu kamar dengan Pasien Kasus 1 (K1) Cluster Solo saat mengikuti sebuah seminar di Bogor. Pasien K1 tersebut saat ini ditakdirkan meninggal dan telah dimakamkan di Magetan. Saya tidak mengenal pasien K1 tersebut. Tetapi, menurut kesaksian seorang teman yang mengenalnya, beliau juga orang baik, seorang Muslim yang taat. Mari doakan agar beliau diampuni segala dosanya, dan semoga bapak kenalan saya tersebut sembuh dan pulih seperti sedia kala.

* * *

Kelit kelindan emosi saya tentang penetapan KLB Covid-19 Solo tersebut semakin bertambah, ketika kemudian mendapatkan surat edaran yang dikirim secara online oleh pengelola Ponpes Ibnu Abbas Klaten, tempat kedua anak saya Anis dan Rama nyantri. Mereka satu pondok, tetapi pondok putra dan pondok putri terpisah sekitar 3 km jaraknya.

Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa pondok tidak menerima kunjungan dari pihak luar, termasuk orang tua, sampai 15 April 2020 kelak.  Padahal, jadwal kunjungan saya ke pondok seharusnya tanggal 22 Maret 2020.

Beberapa saat setelah surat edaran tersebut sampai, ada telepon dari anak saya, Rama. Dia baru kelas 1 SMP saat ini. "Ummi, tolong kirimin aku kotak alat mandi ya, soalnya punyaku pecah. Terus handuk juga, handukku hilang. Sama snack yang banyak ya. Jangan lupa selipin uang dikit, ini uangku habis, jatahnya ambil uang saku baru hari kamis."

Nah, siapa yang tidak galau coba. Biasanya kalau ada kebutuhan begitu, malamnya saya langsung meluncur ke pondok, karena jarak dari rumah hanya sekitar 30 KM saja. Setelah itu, gantian Anis yang kirim pesan lewat WA pondok. "Ummi, aku nggak bisa dijenguk sampai sebulan ke depan. Doakan Anis ya, semoga ujiannya lancar."

Anis sudah kelas 3 SMP, dan saya sebenarnya ingin secara khusus mengunjunginya untuk memberi motivasi mengikuti ujian. Apalagi, entah kenapa, anak saya ini agak malu-malu jika bertanya kepada gurunya. Kalau ada pelajaran yang dia tak tahu, lebih senang menyimpan dan menanyakan jika dijenguk orang tuanya.

Tapi, ucapan dari sahabat saya, Irfan Azizi (koordinator Jarwil FLP Pusat) membuat saya merasa malu. "Saya 4 tahun mondok dulu nggak pernah dijenguk, lho!"

Alamaaak, 4 tahun! Wajar juga sih, ayah Irfan kan di Kalimantan. Sementara pondoknya di Bogor. Lha saya, jarak pondok cuma 30 km, dan bisa ditempuh tak sampai sejam?

Tapi, sepertinya memang saya yang lebay ya... sebulan itu nggak lama, lho ya. Baru saja terima gaji di tanggal muda, eh tiba-tiba terima gaji lagi di tanggal muda bulan berikutnya, hehe. Eh, kadang kebalik. Baru terasa beratnya tanggal tua, eh tahu-tahu sudah tanggal tua bulan berikutnya. Mudah-mudahan jangan, ya.

Ya, banyak teman anak-anak saya yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, bahkan Papua. Mereka dijenguk kadang satu semester sekali, saat pemulangan. Jadi, mungkin ini saatnya belajar mandiri.

------------------------------
CATATAN: dua hari setelah tulisan ini terbit, kebijakan pondok diubah. Anak-anak diminta pulang dari pondok dan melakukan pembelajaran jarak jauh secara online.
------------------------------

Lepas dari permasalahan anak-anak, setelah itu, beruntun saya melakukan koordinasi dengan berbagai organisasi yang saya ikuti secara online. Hasilnya, semua kegiatan dibatalkan. Seminar, pelatihan, pengajian... setidaknya, ada 5 kegiatan yang sudah direncanakan akhirnya diputuskan batal. Bahkan, pertemuan PKK RT di kampung saya pun dibatalkan juga.

Hari itu, rasanya capek dan lelah. Apalagi, hampir semua WAG yang saya ikuti membahas Virus Corona. Pulang kerja, suami juga berdiskusi soal Virus Corona dan jumlah penderitanya yang terus saja naik. Bahkan, si kecil Fatihan pun ikut bertanya apa itu Corona. Buka Twitter, juga temanya Corona. Buka Facebook sama saja. Status dan cuitan para insan medis yang mengkhawatirkan penanganan pandemi corona di Indonesia bikin kepala ikutan merasa pening.

Lalu, masuk pesan dari Utari, manajer Administrasi dan Keuangan Indiva. Dia tanya, bagaimana kebijakan untuk karyawan Indiva Media Kreasi tentang hal ini. Perlukah ikut program work from home? Sebagian karyawan kami tidak ada peralatan untuk bekerja di rumah. Tak ada komputer dan wifi.

Wah, repot juga! Akhirnya, manajemen Indiva rapat online hari itu juga. Hasilnya, kami memutuskan untuk tetap masuk kerja, tetapi dengan berbagai peraturan seperti melakukan sterilisasi, memasang hand sanitizer di beberapa titik, dan meminta karyawan yang kurang sehat untuk istirahat di rumah saja.

Setelah itu, WA terus aktif sampai malam. Ada saja pertanyaan dari banyak kenalan, kebanyakan emak-emak. Mulai dari di mana beli masker, apakah efektif melawan Virus Corona dengan jahe, sampai cara membuat larutan alkohol 70% dari alkohol 96%, haha... Akhirnya jadi buka-buka rumus deh. Untung saya dulu 4 tahun kuliah di jurusan Biologi, jadi dikit-dikit pahamlah. Penasaran bagaimana caranya? Nanti ya, saya share.

Kurang tahu, mengapa orang-orang kok bertanyanya ke saya. Mungkin karena saya istri seorang dokter. Padahal, saya tidak tanya ke suami, tapi cari di Google, hihi.

Selain menjawab berbagai pertanyaan, banyak juga hoax yang harus diluruskan. Misal, ada tulisan yang mengaku dari seorang bioscientist, tetapi dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa virus adalah sejenis jamur. Hellooow, taksonomi kamu dapat berapa? 

* * *

Tapi, sejujurnya saya merasa lega dengan keputusan Walikota Solo ini. Keputusan lockdown ini membuat masyarakat terlindungi. Apalagi, berbagai terobosan juga dilakukan Pemkot dengan cepat. Berbeda dengan daerah lain, up date berita tentang Cluster Solo ini dimuat dengan jelas di koran Solopos dan disebarkan melalui WA. Surat edaran Walikota juga dengan cepat kami terima.

Saat tadi Budhe berbelanja di pasar (kami biasa berbelanja di Pasar Nusukan, pasar tradisional), saya tanya bagaimana keadaannya? Jawaban Budhe melegakan. "Orang-orang pakai masker, ada banyak tempat cuci tangan dan sabun, juga ada hand sanitizer." Memang ada beberapa kios tutup, tetapi tak terlalu sulit mencari bahan kebutuhan sehari-hari, meski harga agak naik sedikit. Tak ada panic buying. Entah kalau di mal-mal, saya kurang tahu dan belum berminat belanja di mall dalam waktu dekat ini.

Solo terasa begitu lengang setelah kebijakan tersebut diterapkan. Sebenarnya, secara ekonomi kami ikut kena dampak. Ada beberapa pasien Solo Khitan Center mengundurkan jadwal. Itu baru dua hari berjalan lho. Tapi, dibandingkan dengan kemashlahatan yang didapatkan, saya kira itu risiko yang harus kita tempuh, bukan?

Kondisi memang tidak sedang baik-baik saja. Corona Outbreak sudah ditetapkan sebagai pandemi, Non! Apa sih, pandemi itu?

Pandemi adalah penyebaran penyakit baru yang terjadi di seluruh dunia dan menimpa banyak orang. Menurut WHO, suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga syarat berikut telah terpenuhi: 


  1. Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan, 
  2. Agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius, 
  3. Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia.

Nah, menurut data dari Johns Hopkins University, tercatat kasus Virus Corona hingga hari ini (15/3/2020) mencapai 156.112. Adapun jumlah kematian adalah sebanyak 5.829. Selain China, ada beberapa negara yang juga tinggi kasus infeksi Virus Corona, yaitu Italia, Iran dan Korea Selatan. Di Indonesia sendiri, per 15/3 tercatat ada 117 kasus positif. 

* * *


Jagad Medsos makin riuh, tatkala ada pengumuman bahwa Menteri Perhubungan positif terkena Covid-19. Menurut seorang teman, pejabat memang memiliki risiko tinggi terkena SARS-CoV-2 ini. Soalnya, mereka kan harus terus bertemu dengan banyak orang, juga harus melalui banyak perjalanan darat, laut maupun udara.

Menhub Budi Karya Sumadi merupakan pasien positif Corona ke-76 dari total penderita Covid-19 di Indonesia. Kita melihat di media, bahwa beliau terlibat aktif dalam aksi evakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Diamond Princess dan World Dream. Yang bikin heboh, sebelum itu, beliau sempat ikut rapat kabinet yang dihadiri presiden Jokowi dan sejumlah menteri. Juga bertemu dengan dengan Menteri Infrastruktur dan Manajemen Air Negara Belanda, Cora Van Nieuwenhuize. Semoga Pak Menteri segera sembuh, juga sejumlah pejabat yang akhirnya ikut dites corona.

Eh, tahu kan beda SARS-CoV-2 dengan Covid-19? SARS-CoV-2 adalah kependekan dari Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2, jadi ini adalah nama virusnya. Sedang penyakit yang disebabkan disebut Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Jangan kebolak-balik, ya?

SARS N-Cov2 ini memang benar-benar garang. Sejumlah tokoh dunia telah menjadi korban keganasan virus ini. Sebut saja nama-nama ini: Tom Hanks (aktor), Eshaq Jahangiri  (Wapres Senior Iran), Mashoumeh Ebtekar ( Wakil Presiden Iran Urusan Wanita dan Keluarga), Sophie Gregorie Trudeau (istri PM Kanada Justin Trudeau), dan sebagainya. Banyaknya tokoh dunia yang menjadi pasien Covid-19 membuat suasana horor terasa di seluruh belahan dunia. Tak terkecuali Indonesia, juga Solo, kota kecil tempat kami tinggal bersama keluarga.

* * *

"Mbak, saya kok batuk pilek dan meriang ya, saya khawatir kena Covid-19," seorang adik mengirim pesan, esok harinya.

"Pernah keluar negeri dalam waktu dekat ini? Atau bertemu dengan banyak orang?"

"Nggak sih mbak, cuma kemarin kehujanan."

Pertanyaan semacam itu banyak bermunculan di sekitar kita. Barangkali kita juga, ya? Mendadak kita semua menjadi parno alias paranoid. Padahal, batuk pilek, flu, sebenarnya merupakan penyakit yang sangat sering menyerang kita. Hampir semua orang pernah terserang flu, bahkan kadang setahun bisa beberapa kali. Tapi, info Virus Corona yang simpang siur, membuat kita mendadak menjadi sangat takut. Begitu, ya?

Nggak usah terlalu panik, ya Guys! Berdasarkan data yang ada, penyakit Covid-19 ini bisa disembuhkan. Angka kematian karena Covid-19 ini mencapai 2-3%, dan biasanya terjadi pada orang-orang yang sudah memiliki penyakit berat sebelumnya.

Namun begitu, tentu kita tak boleh menyepelekan. Ada 3 hal yang membuat seseorang bisa terserang penyakit atau tidak. Tiga hal ini adalah host, agent dan environment. Teori ini disebut sebagai Segitiga Epidemologi, yang dikemukakan oleh Gordon & La Richt (1950) dan Timreck (2004).

Pertama: HOST. Host adalah organisme hidup, dalam hal ini adalah tubuh kita. Dalam tubuh kita adalah sistem imunitas alias kekebalan tubuh, yang secara alami sudah ada pada diri kita. Agar sistem imun tetap berjalan dengan baik, kita perlu menjalankan pola hidup sehat: cukup istirahat, mengasup makanan bergizi dengan pola seimbang, olah raga, dan sebagainya. Selain itu, kekuatan host dalam menghadapi penyakit juga ditentukan oleh banyak hal, seperti keturunan, usia, jenis kelamin, ras, kondisi sosial ekonomi, dan sebagainya.

Kedua: AGENT. Agen adalah benda hidup atau benda mati, atau faktor mekanis yang bisa menyebabkan sakit. Agen ini bisa berupa agen biologis (virus, bakteri, fungi, protozoa dll), agen nutrisi (lemak, protein, karbohidrat, dll), agen fisik (panas, radiasi, tekanan, kelembaban, dll), agen kimiawi (zat-zat kimia, allergen, asam, dll), juga agen mekanis (misal benturan, pukulan, gesekan dll).

Ketiga: ENVIRONMENT. Lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap determinan penyakit. Lingkungan ini bisa berupa iklim, kondisi biologis berupa tanah, flora, fauna dan sebagainya; juga interaksi manusia dengan lingkungannya.

Ketiga hal ini saling kait satu sama lain. Karena itu, sekadar memperkuat imunitas saja tentu tidak cukup. Kita perlu juga menjauh dari agent, dan juga menyadarkan lingkungan tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekologis.

Olahraga, istirahat, nutrisi cukup, buah dan sayur, cukup minum air putih; juga berbagai herbal alami seperti jahe, kunyit, temulawak, madu atau habbatussauda, merupakan bentuk penjagaan kita dalam ranah HOST.

Rajin cuci tangan, hand sanitizer, atau mengenakan masker, merupakan bentuk penjagaan kita dalam ranah AGENT.

Menjaga jarak dengan orang (social distancing), kebijakan isolasi atau lockdown, menjaga kebersihan lingkungan dan sebagainya, merupakan bentuk penjagaan dalam ranah ENVIRONMENT.

* * *

Nah, di akhir catatan yang mungkin lumayan panjang ini, mari kita semua menyadari, bahwa apa yang kita lakukan sekadar ikhtiar saja. Sedangkan penentu segalanya adalah ALLAH Azza wa Jalla.

Ilustrasi: newfirst.com

Posting Komentar untuk "Serba-Serbi Virus Corona: Catatan Seorang Emak "