Tips Menemukan, Merawat dan Memberi Nutrisi Pada Ide

Gambar: sciencedaily.com

Dalam proses kreatif kepenulisan, pasti kita tak asing dengan kata ide, kan? Saat hendak menulis, kadang kita sering terbentur dengan kata-kata: "Wah, lagi nggak punya ide, nih!" Atau "wah, saya sedang blank, nih."

Ya berat nih, kalau kita tidak punya ide menulis. Sebab, ide ini ibarat benih dari sebuah tulisan. Benih itu kecil, tetapi menjadi cikal bakal tumbuhnya sebatang pohon yang rindang dan kekar. Tanpa ide, tentu kita sulit menulis. Apa yang akan kita tulis? Masak hanya sekadar kumpulan kata-kata belaka?

Ide atau gagasan, adalah hal mendasar yang menjadikan sebuah tulisan itu lahir. Jika dianalogikan dalam proses kehamilan, ide ibarat sebuah zygote. Jika mendapatkan tempat yang cocok serta nutrisi yang mendukung, zygote akan membelah menjadi morula, blastula, grastula dan seterusnya sehingga terbentuk janin yang sehat, yang akan bisa dilahirkan menjadi bayi nan menggemaskan. Sebaliknya, jika zygote tidak dipelihara dengan baik, ia akan terpuruk, mati, hilang dan lenyaplah sebuah calon makhluk hidup dengan segala potensinya.

Dalam KBBI, ide dimaknai sebagai  rancangan yang tersusun di dalam pikiran; gagasan; cita-cita. Ide adalah sesuatu yang ingin kita sampaikan dalam tulisan kita. Jadi, tanpa ide, kita sebenarnya mau menyampaikan apa? Itulah mengapa ide menjadi sangat penting. Mirip ruh. Secantik atau seganteng apapun boneka, tentu nggak akan asyik diajak berteman karena tidak ada ruh, bukan?

Dalam menulis, ide-ide yang bertebaran bisa dikerucutkan menjadi ide pokok. Ide pokok bisa diperjelas, dipertegas, dan ‘diselusupi pesan filosofis’ sehingga akhirnya menjadi sebuah tema. Jadi, sekadar ide saja memang belum bisa dieksekusi jadi sebuah tulisan. Ide perlu dipermak agar bisa menjadi sebuah tema.

Kata “tema” berasal dari bahasa Yunani tithenai yang berarti menempatkan atau meletakkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tema disebut sebagai pokok pikiran, dasar cerita. 

Semakin banyak ide yang kita miliki, semakin banyak bahan yang bisa digunakan untuk menulis. Ada satu tulisan menarik yang saya ambil dari buku "Menulis Secara Populer" karya almarhum Prof. Ismail Marahimin:

Bayang-bayang sepanjang badan, tulisan sepanjang bahan.
Sebelum bahan habis, teruslah menulis, begitu bahan habis, berhentilah menulis.
Jika bahan belum habis Anda berhenti menulis, tulisan Anda banyak bolongnya.
Jika bahan habis Anda belum berhenti menulis, tulisan Anda banyak bohongnya.

(Ismail Marahimin)

FYI, buku "Menulis Secara Populer" ini saya rekomendasikan sekali untuk dibaca para calon penulis ya, karena memuat banyak sekali ilmu kepenulisan yang berkualitas.

Jadi, jangan pernah membuang ide, simpanlah ide dalam ‘lemari khusus’. Ibarat seorang koki yang memiliki kulkas ukuran besar. Setiap dia pergi dan mendapatkan bahan membuat makanan, dia akan simpan. Dia hanya gunakan simpanan itu sesuai dengan resep dari menu yang dia masak.

Dari Mana Ide Berasal?

Ide terdapat berserakan di jagad raya. Jadi, ide sudah ada bersamaan dengan dinamika yang terjadi di alam semesta. Hanya saja, kemampuan ‘kamera alami’ kita dalam menangkapnya, serta kemampuan otak kita untuk memprosesnya, itulah yang akan menentukan, seberapa besar hamparan ide itu mampu kita manfaatkan untuk merancang sebuah karya-karya kreatif.

Beberapa sumber ide yang biasa kita dapatkan antara lain:

1) Pengalaman

Menurut Josip Novakovich, pengalaman adalah sumber ide menulis cerita yang paling baik. Pengalaman itu tidak harus yang kita alami, tetapi juga yang dialami orang lain—bahkan orang yang tidak hidup sezaman dengan kita.

Inspirasi dari orang lain sama sekali bukan plagiat. Josip Novakovich menganalogikan hal tersebut sebagai warisan. Ibaratnya kita adalah orang yang mandiri, namun mendadak kita mendadak mendapat warisan dari orangtua kita. Maka jika anda menerima warisan tersebut, anda akan terlihat bodoh jika menyangkal keberadaan orangtua dan kakek-nenek kita. Selanjutnya, Novakovich memberikan contoh Homer yang mengarang The Odyssey dan The Illiad yang berdasarkan laporan perang; Virgil yang menulis The Aeneid berdasarkan karya Homer; Dante menulis The Inferno yang diilhami dari The Aeneid dan seterusnya. Dan tidak ada yang mengatakan bahwa mereka adalah plagiat.

2) Literatur

Literatur juga bisa menjadi sumber cerita yang baik, bahkan sebuah buku sebenarnya merupakan hasil ‘perasan’ dari buku-buku lain. Kata seorang sastrawan, 75% pekerjaan menulis sesungguhnya membaca. Menurut Ismail Marahimin, membaca adalah ‘tenaga dalam’ seorang penulis.

3) Observasi Alam Semesta

Alam semesta merupakan sumber ide yang melimpah ruah. Ya, karena sesungguhnya ide-ide itu berserakan di jagad raya, tak terhitung jumlahnya. Mereka adalah keeping-keping puzzle yang menantang kita untuk menatanya menjadi sebuah bentuk yang baru. Dan sesungguhnya, itulah hakikat dari kreativitas. Tak ada sesuatu yang benar-benar baru selama itu diciptakan oleh makhluk. Kemampuan cipta (daya kreasi) makhluk sangat berbeda dengan Kemahapenciptaan Sang Khaliq. 

4) Sumber Ide yang Lain

Intinya, segala kelit kelindan kehidupan, bisa menjadi sumber ide. Pertemuan dengan seseorang, mimpi, imajinasi, penelitian, polling, ajaran agama, biografi dan sebagainya, semua adalah sumber ide yang tak akan pernah habis. Kisah cinta sepasang manusia juga luar biasa. Meski terus menerus dielaborasi, tetap saja tak ada habisnya. Karena setiap manusia pasti punya kisah cintanya sendiri. Jika sejak Nabi Adam hingga sekarang sudah ada ratusan milyar manusia, kira-kira, berapa ya jumlah kisah cinta yang bisa dirangkai sebagai sumber ide?

Ide dan Kreativitas

Ide adalah bahan, sedangkan kreavitas adalah bagaimana kita mengolah bahan-bahan tersebut menjadi sebuah karya. Jadi, mencipta itu pasti perlu bahan. Hanya Allah SWT yang bisa mencipta sesuatu dari tiada menjadi ada.

Menurut Ibnu Rusyd, penciptaan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, bukanlah berasal dari sesuatu yang tiada, is not creatio ex nihilo. Bahan-bahan sudah tersebar di alam semesta,  yaitu ide-ide tersebut, sedang imajinasi kitalah yang kemudian merangkainya menjadi sesuatu yang baru.

Alex F. Osborn, membedakan 4 kemampuan berpikir pada manusia sebagai berikut:
  • Kemampuan serap (absorptive), yaitu kemampuan dalam mengamati dan menaruh perhatian atas apa yang diamati tersebut.
  • Kemampuan simpan (retentive), yakni menghapal dan mengingat kembali apa yang telah dihapal tersebut.
  • Kemampuan nalar (reasoning), yakni kemampuan menganalisis dan menimbang.
  • Kemampuan cipta (creative), yakni kemampuan membayangkan, menggambarkan di muka, dan melahirkan gagasan-gagasan.
Kemampuan tersebut, pada masing-masing orang berbeda. Ada yang hanya sekadar bisa menyerap dan menyimpan saja, namun tak bisa menalar dan mencipta. Ada yang bisa sampai tahap ketiga. Orang kreatif adalah yang memiliki keempat kemampuan berpikir itu. Dan untuk menjadi seorang penulis yang brilian, kemampuan berpikir cipta (creative) haruslah ia miliki.

Formulasi kreatif menurut Edward De Bono: 1) Sensitivitas terhadap masalah; 2) kemampuan menciptakan ide-ide sebagai pemecah masalah; 3) Kelenturan pemikiran, tidak terpaku pada sesuatu yang lazim, tetapi selalu mencari sesuatu yang lebih efektif; 4) Keaslian pemikiran, yakni selalu melakukan kebaruan-kebaruan, penyegaran-penyegaran dengan data-data dan analisis yang genuine.

Kapan-kapan saya akan jabarkan di tulisan lain ya... saya petik di sini ringkasannya saja....

Bagaimana cara agar bisa kreatif? Menurut Mas Agus Irkham, seorang penulis produktif, triknya begini: 1). Jangan sekadar menghafal, tetapi memahami konteks dengan cara banyak melakukan kontemplasi; 2). Berpikir lateral, jangan hanya bertumpu pada pemikiran tunggal; 3). Membiasakan bersikap terbuka, tidak berwawasan sempit, eksklusif dan cepat memvonis.

Kalau mau detil, silakan tanyakan saja kepada Mas Agus Irkham, akun media sosialnya mudah di-tracing kok, hehe.

Bagaimana Cara Menemukan dan Merawat Ide?


Foto: earthmedia.com
Nah, ini poin-poin praktisnya. Ada beberapa tips menemukan dan merawat ide. Terlihat klise ya? Tetapi, memang inilah hal-hal penting yang harus dilakukan para penulis agar bisa menemukan, merawat dan menumbuhkan ide.

1. Seperti saya sebutkan di atas, alam semesta adalah sumber ide yang berlimpah-ruah. Jadi, mari lakukan observasi dengan baik. Kita "ubek-ubek" alam semesta dengan mempergunakan 5 panca indera, bahkan 6 kalau bisa (maksudnya memakai semacam intuisi, perasaan, kepekaan dll).

2. Catat, catat, catat… jangan ragu dan bosan dan lelah mencatat, selalulah membawa buku catatan kemanapun. Kalau anak milenial, mungkin bisa ya, pakai HP. Kalau model saya, nggak puas kalau hanya dengan HP, harus nulis di buku catatan. Ingat, ide ini mirip kecambah, yang gampang sekali mati atau hilang. Berapa banyak ide brilian kita menghilang begitu saja hanya karena kita lupa tak mencatatnya.

3. Bandingkan ide-ide ini dengan ide orang lain yang muncul lewat tulisan, buku atau film. Ide-ide yang terlalu banyak kesamaan, bisa kita cut, atau bisa kita modifikasi sedemikian rupa sehingga bisa menjadi sesuatu yang baru. Tapi hati-hati ya, jangan asal memodifikasi, karena bisa terjebak dalam plagiarisme. Olahlah sedemikian rupa sehingga menjadi karya-karya yang relatif baru, meski memiliki kesamaan dengan karya orang lain.

4. Jangan lupa, lakukan terus perenungan, kontemplasi, sehingga ide-ide yang kita miliki, bisa terangkai bak keping-keping puzzle menjadi satu bentuk yang indah.

Tentu semua penulis memiliki proses kreatif yang khas. Jadi, satu penulis dengan penulis lain, barangkali tidak sama. 

Ini beberapa gagasan saya tentang ide. Bagaimana dengan Anda?

Posting Komentar untuk "Tips Menemukan, Merawat dan Memberi Nutrisi Pada Ide"