Karena Kita Semua Adalah “Maryam”, Sang Penjaga Masjidil Aqsha Bagian 1
Salah satu wanita yang sangat
saya cemburui adalah Maryam binti Imron. Ya, saya cemburu, sebab Allah SWT
begitu memuliakannya. Memuliakan sebab begitu banyak keutamaan yang beliau
miliki, yang tak seujung kuku pun saya miliki. Nama Maryam bahkan diabadikan
menjadi salah satu surat dalam Al-Quran. Dan setiap bacaan tilawah saya sampai
di surat ini, dada saya selalu merasa sesak oleh rasa haru, hormat dan cinta
yang mendalam pada perempuan agung ini. Dalam gambaran saya, sosok ini begitu
agung, anggun, indah dan penuh kepasrahan. Mudah sekali untuk “jatuh hati”
alias simpati sekaligus hormat tiada tara kepada sosok beliau ini.
Gambaran saya sepertinya tidak
salah. Memang, Sayyidati Maryam binti
Imron ini sosok yang relatif sempurna. Menurut Ustadz Hanan At-Taqi, dalam
sebuah kajian online di channel Youtube beliau (belakangan ini saya sering
mendengarkan kajian-kajian beliau, bikin adeeem soalnya) sebagian ulama bahkan
menganggap bahwa keutamaan beliau setara dengan nabi.
Menurut Imam Al-Qurtubi dalam
tafsirnya, “Allah tidak menyebutkan nama seorang pun wanita dalam kitab-Nya
selain Maryam bintu Imran. Allah menyebutkan namanya sekitar 30 kali
kesempatan.”
Hal itu terjadi karena begitu banyak hikmah dan kebaikan yang ada
padanya.
Dalam sebuah hadist shahih,
Rasulullah SAW juga bersabda, “Pemuka wanita ahli surga ada empat: Maryam binti
Imran, Fatimah binti Rasulullah, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah.” (HR.
Hakim, 4853).
Sementara, dalam hadist lain dari
Ali bin Abi Thalib r.a., Rasulullah bersabda, “Wanita terbaik yang pernah ada ialah
Maryam putri Imran dan Khadijah.” (HR. Bukhari, no. 3432 dan Muslim, no. 2430).
Nama Maryam disebut dalam dua
hadist tersebut sebagai sebaik-baik wanita yang pernah terlahir di muka bumi
ini. Bagaimana kita tidak merasa tunduk hormat kepada beliau?
Izinkan saya menyematkan panggilan
Sayyidati di belakang nama beliau. Sebab, sebagai orang Jawa, rasanya kok agak ‘njangkar’ alis kurang sopan, menyebut
seseorang tanpa embel-embel. Saya biasanya memanggil orang dengan Mas, Mbak,
Dik, Kak, Om, Tante dst, masak kepada beliau nggak pakai embel-embel?
Sayyidati, dalam tradisi muslim Melayu, sering disingkat jadi Siti. Maka, kita
mengenal ada Siti Maryam, Siti Aisyah, Siti Khadijah dan sebagainya. Tapi,
karena Siti sekarang terkesan agak “udik”, saya kembalikan saja menjadi Sayyidati.
Sayyidati Maryam binti Imran
adalah anak dari Sayyidina Imran bin Matsan dan Sayyidati Hannah binti Faquda. Sanad
keturunan beliau bersambung sampai kepada Nabi Sulaiman dan Nabi Daud a.s. Maryam
memiliki dua saudara, yaitu Asy-ya' yang menikah dengan Nabi Zakariya a.s. dan
melahirkan Nabi Yahya a.s. Ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa
Asy-ya' ini bukan kakak Maryam, tetapi bibinya, alias saudara Imran. Saudara
Maryam yang lain adalah Harun.
Keluarga Imran dimuliakan menjadi nama surat
dalam Al Quran, yaitu Ali Imran (Keluarga Imran).
Kedua orang tua beliau sudah
berusia sangat lanjut ketika Sayyidati Maryam lahir. Namun, mereka punya
harapan besar dengan kehamilan anak mereka. Sejak masih dalam kandungan, Hannah
sudah bernazar, akan menjadikan anaknya sebagai khadimat (pelayan) Baitul
Maqdis.
“(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran
berkata: ‘Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam
kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena
itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Ali Imran: 35)
Disebutkan dalam Al-Quran, ketika
terlahir seorang bayi perempuan, Hannah merasa agak sedih, karena menurut
kebiasaan, khadimat Baitul Maqdis adalah laki-laki. Namun, meski begitu, di
bawah pengasuhan Nabi Zakaria, a.s. yang tak lain adalah pamannya sendiri,
Maryam tetap dipersembahkan untuk menjadi khadimat Baitul Maqdis sejak berusia
3 tahun.
Maryam menetap di salah satu
tempat di bagian timur Baitul Maqdis, yang dibatasi tabir. Di sanalah perempuan
suci itu beribadah dan mendapat rezeki berupa makanan yang turun langsung dari
Allah SWT. Nabi Zakariya yang melihat makanan tersebut terheran-heran, darimana
asalnya, sebab Maryam tidak pernah keluar dari mihrabnya di Baitul Maqdis.
Sayyidati Maryam pun menjawab, bahwa itu semua berasal dari Allah SWT.
* * *
Sayyidati Maryam telah menjadi
sosok yang melegenda, apalagi setelah ditakdirkan menjadi ibu dari Nabi Isa
a.s. dengan proses kehamilan yang berbeda dengan kehamilan lazimnya. Kita semua
pasti pernah membaca kisah perempuan suci ini, dan ikut terkagum-kagum seperti
saya.
Tetapi, percayakah Anda, bahwa
saya dan Anda sekalian, ternyata bisa juga lho, menjadi “Maryam masa kini”
(awas, pakai tanda petik, ya, sebab tentu tak bisa disamakan, ada banyaaak
sekali perbedaan yang tak mungkin bisa dihilangkan).
Ada satu benang yang
menghubungkan antara Maryam masa itu dengan “Maryam-Maryam masa kini” yaitu:
penjagaan terhadap Baitul Maqdis. Sayyidati Maryam dinazarkan oleh orangtuanya untuk menjadi penjaga Masjidil Aqsha. Sedangkan Maryam masa kini bisa mewakafkan diri untuk melakukan hal yang sama. Itu benang merahnya. Meskipun kita jauh sekali dari kemuliaan Sayyidati Maryam, setidaknya, kita bisa menempuh jejak yang sama.
Ya, selain kesucian dan keshalihan, ada
salah satu hal yang lekat dengan nama Maryam, yakni Baitul Maqdis alias Masjidil
Aqsha yang terletak di kota Al-Quds atau Yerusalem, Palestina. Masjidil Aqsha
yang merupakan salah satu masjid yang sangat diberkahi.
Dalam sebuah hadist, disebutkan
bahwa Abu Dzar Al-Ghifari bertanya kepada Rasulullah. “Aku bertanya, ‘Wahai,
Rasulullah. Masjid manakah yang pertama kali dibangun?’ Beliau menjawab,
‘Masjidil Haram’. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian (masjid) mana?’ Beliau menjawab,
‘Lalu Masjidil Aqsha.’ Aku bertanya lagi
: “Berapa jarak antara keduanya (membangunnya)?’ Beliau menjawab, ‘Empat puluh
tahun. Kemudian di mana pun shalat menjumpaimu setelah itu, maka shalatlah,
karena keutamaan ada padanya’”. Dan dalam riwayat lainnya : “Di manapun (waktu)
shalat menjumpaimu, maka shalatlah, karena ia adalah masjid” (HR Al-Bukhari dan
Muslim, dari Abu Dzar).
Masjidil Aqsha adalah kiblat
pertama umat Islam, sebelum dipindahkan ke Masjidil Haram. Masjid ini pula yang
menjadi transit Nabi Muhammad SAW saat hendak ber-mi’raj ke sidratul muntaha.
Yerusalem merupakan kota yang
digadang-gadang akan menjadi ibu kota jika Palestina merdeka. Sebelum Israel
menduduki Palestina, namun kemudian diklaim menjadi ibu kota Israel. Inilah satu hal penting yang harus menjadi perhatian kita semua.
BERSAMBUNG
Posting Komentar untuk "Karena Kita Semua Adalah “Maryam”, Sang Penjaga Masjidil Aqsha Bagian 1"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!