40 Tahun, Usia Tinggal Landas Dan “Critical Eleven” Dalam Hidup Kita!

Foto: sciencemag.org

Pernah melihat kapal terbang yang tengah proses mengudara? Kita lazim menyebut proses itu sebagai take off, alias tinggal landas. Tinggal landas berarti peristiwa saat pesawat itu meninggalkan landasan, dan terbang menuju tujuan yang diharapkan. Ada perpindahan, dari awalnya berjalan di permukaan, lalu beranjak menuju angkasa.

Transisi ini tidak mudah. Tinggal landas, atau lepas landas, merupakan periode yang cukup krusial. Pernah dengar istilah ‘critical eleven’ kan? Istilah ini populer oleh Ben Sherwood, penulis buku "The Survivor Club-The Secret and Science That Could Save Your Life". Ada 2 periode kritis pada pesawat terbang saat mengudara, yakni 3 menit setelah lepas landas dan 8 menit jelang mendarat. Tiga ditambah delapan sama dengan sebelas. Inilah sebelas menit yang kritis. 

Critical Eleven juga sempat diambil sebagai judul sebuah novel populer karya Ika Natassa, bahkan difilmkan dengan pemeran antara lain Adinia Wirasti, Reza Rahadian, Astrid Tiar dan Hamish Daud. 

Kembali ke istilah tinggal landas alias lepas landas. Di era Orde Baru, Pak Harto sering menyebut kata-kata tinggal landas sebagai tahap ketika Indonesia telah meninggalkan masa-masa persiapan membangun negara, dan mengangkasa sebagai sebuah negara maju. 

Definisi lain tentang tinggal landas saya dapatkan dari salah seorang senior, yaitu Ibunda Ustadzah Wirianingsih. Menurut beliau, tinggal landas adalah ketika seseorang telah mengalami kematangan dalam jiwanya, dan siap menyerahkan segala sesuatu yang dia miliki untuk bekal akhirat. Mengudara berarti siap mendermakan diri untuk kebaikan.

Berapa usia seseorang ketika memasuki usia tinggal landas? “Empat puluh tahun,” kata beliau. Merujuk pada usia Nabi Muhammad SAW saat menerima tugas berat sebagai rasul yang menyebarkan risalah keislaman.

Masa-masa sebelum 40 tahun adalah masa persiapan, masa menimba ilmu, mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk “mengudara”. Ketika memasuki usia 40 tahun, semestinya seseorang telah “selesai dengan diri sendiri”, alias telah mengalami kondisi kejiwaan yang disebut sebagai psychological well-being

Dalam kacamata dakwah, pada usia 40, seseorang haruslah sudah menjadi akhirat sebagai satu-satunya orientasi, dan totalitas dalam beramal shalih untuk menggemukkan pundi-pundi pahala.
Itulah satu nasihat yang sering membuat saya terhenyak. Sekitar 10 tahun yang lalu, Ibunda Wirianingsih memberikan pesan itu kepada saya, “persiapkan diri sebaik-baiknya, sehingga saat 40 tahun, kau benar-benar sudah siap untuk tinggal landas.”

Saat ini, saya sudah berusia 41 tahun. Sebentar lagi, di Februari 2021, saya genap 42 tahun. Berarti, sebenarnya saya telah melewati usia tinggal landas tersebut. Atau, bisa juga saya sedang proses menjalani tinggal landas.

Saya terkejut, karena waktu berjalan begitu cepat, sementara persiapan masih begitu jauh dari mencukupi. Apa saja yang saya kerjakan selama 10 tahun, sehingga saya mengalami kegugupan dan kegagapan ketika usia memasuki 40-an tahun?

Berapa usia Anda sekarang? Sudah memasuki 40 tahun? Apakah Anda mengalami gugup, sedih dan gundah seperti saya? Mari kita berpikir positif. Perasaan negatif semacam itu justru menjadi sebuah cambuk kesadaran yang akan membuat kita tergugah. Banyak orang berpikir bahwa usia 40 tahun adalah usia untuk rehat, stagnan menjalani posisi di zona nyaman, menikmati masa-masa kemapanan. Padahal, di usia itulah tugas besar menanti kita. Tugas untuk total menjalani amanah besar sebagai bagian dari khalifatu fil ardhi.

Sebagaimana disebutkan di atas, lepas landas merupakan bagian dari “critical eleven” dalam hidup kita. Banyak kecelakaan pesawat terbang terjadi pada fase critical eleven ini. Salah satunya adalah karena ketidakcakapan pilot dalam mengendalikan pesawatnya. 

Saat lepas landas, seorang pilot harus bisa mengatur kecepatan yang dibutuhkan pesawat untuk berakselerasi. Lalu melakukan manuver-manuver untuk menuju track atau jalur dari penerbangan, menuju ke arah tujuan. Selain itu, berbagai perubahan ekstrim juga menuntut pilot untuk berpikir cepat dan membuat keputusan cepat.

Demikian pula hidup kita. Jika kita memutuskan untuk terbang mengudara, totalitas menuju pengabdian, mungkin kita harus mulai terbiasa dengan kecepatan hidup, harus mulai masuk dengan serius ke jalur-jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan hidup, dan juga harus berani mengambil keputusan cepat. Kita ingat, para sahabat dahulu, ketika memutuskan tinggal landas, mereka pun meninggalkan semuanya: harta, kekayaan, jabatan, bahkan nyawa, demi totalitas memenuhi seruan agama. Mereka sumbangkan harta dan jiwa untuk Allah semata, berhijrah dari Mekah tanpa sempat membawa bekal memadai, dan memasuki kota Madinah dalam kondisi tak “memiliki apa-apa.”

Agar tinggal landas kita sukses, periode pertama critical eleven harus berhasil kita lewati. Mari bangkit. Lipat selimut, hentikan bersantai-santai. Kita sudah harus melangkah, dengan lebih cepat, menyelesaikan detik demi detik waktu, dengan akselerasi amal dan produktivitas tiada henti. Meski sulit, setidaknya, mari mencoba!

Posting Komentar untuk "40 Tahun, Usia Tinggal Landas Dan “Critical Eleven” Dalam Hidup Kita!"