Widget HTML #1

Wah, Ada "Piring Terbang" Di Resepsi Pernikahan Orang Solo!

Hidangan "piring terbang"

Judulnya mungkin terasa "wow" ya? Piring terbang. Eh, pakai tanda petik: "piring terbang". Maksudnya bukan piring terbang benaran, objek asing yang melayang-layang di udara dengan kendaraan mirip 2 piring yang ditangkupkan alias UFO ataupun aliens. 

Ada yang pernah menghadiri pesta pernikahan yang diselenggarakan di daerah Solo Raya? Jika iya, mungkin Anda pernah melihat piring-piring beterbangan di saat pesta. Sekali lagi, tenang saja! Piring terbang itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan UFO atau makhluk luar angkasa lainnya. Piring terbang yang dimaksud dalam hal ini adalah cara tuan rumah menghidangkan makanan, yaitu dengan piring yang disampaikan dari tangan ke tangan oleh sejumlah petugas konsumsi yang biasanya berseragam khas.

Well, cara penyajian konsumsi di pesta pernikahan daerah Solo dan sekitarnya, atau yang lazim disebut Solo Raya memang unik. Biasanya, di pesta pernikahan memang ada serangkaian acara yang durasinya sekitar dua jam. Para tamu undangan akan hadir, duduk sopan di kursi tamu, dan mengikuti prosesi acara dengan tertib. Minuman, berupa teh nasgitel (panas, legi/manis, kentel/kental), sudah tertata di meja-meja. Nah, di sepanjang acara tersebut, paling tidak ada 4 piring konsumsi yang akan “hinggap” di pangkuan hadirin.

Piring pertama, biasanya kecil, isinya snack, paling sering berisi sosis solo lengkap dengan cabe rawit, roti dan kacang mete. Begitu undangan datang dan duduk, biasanya piring pertama ini akan menghampiri, seakan-akan sebagai ucapan selamat datang.

Piring kedua, hadir sekitar 15-30 menit kemudian. Isinya sup hangat yang lezat dengan bahan irisan ayam kampung, wortel, kapri, juga jamur. Sup ini biasanya jadi favorit para tamu undangan. Selain sup ayam, kadang selat Solo yang lezat juga menjadi pilihan untuk dihidangkan.

Piring ketiga, hadir di sekitar tiga perempat acara. Menunya makanan berat, tetapi dengan porsi yang tak terlalu banyak, untuk mengantisipasi makanan tidak habis. Makanan berat yang disajikan bervariasi. Kadang ada yang nasi kuning lengkap dengan lauknya, kadang juga nasi putih dengan aneka sayur dan lauk.

Piring keempat, biasanya juga piring kecil, atau malah mangkok atau gelas kecil, tergantung apa yang disajikan. Piring keempat ini merupakan hidangan penutup. Seringkali berupa es krim, atau cocktail.
Uniknya, makanan-makanan tersebut sudah diukur dengan komposisi dan jumlah sedemikian rupa, sehingga undangan tidak merasa eneg dan kekenyangan, tetapi juga tidak kelaparan begitu prosesi pesta pernikahan selesai. 

Menurut berbagai kalangan, hidangan “piring terbang” cukup disukai ketimbang standing party model prasmanan, karena tamu tak harus meninggalkan tempat duduknya. Mereka bisa duduk asyik, menyimak jalannya acara, sementara hidangan datang silih berganti. Bagi sebagian besar penduduk kota Solo yang memiliki tradisi upacara pernikahan yang cukup panjang, model pernikahan semacam ini sangat diminati, karena membuat suasana menjadi lebih terkendali.

Namun, pada berbagai pernikahan—khususnya dari kalangan menengah ke atas, prasmanan model standing party biasanya lebih diminati. Tetapi, di era pandemi seperti sekarang ini, dengan adanya prokes ketat, kedua model tersebut sama-sama tidak diterapkan. Beberapa undangan pernikahan saya datangi, dan rata-rata makanan sudah dikemas dan dibawa pulang oleh undangan. 

Sebagian besar, konsumsi model “piring terbang” ini dilayani oleh katering. Salah satu katering yang cukup memiliki brand kuat di Solo adalah Chilli Pari, milik Gibran Rakabuming, putra sulung Presiden Jokowi yang juga walikota Solo sekarang ini. Selain menyediakan hidangan prasmanan model standing party, Chilli Pari juga menyediakan hidangan model piring terbang. Ada juga katering-katering lain seperti katering Anggur, katering Flamboyan dan sebagainya. 

Tetapi, ada juga yang digarap sendiri, tentu dibantu oleh para tetangga. Kalau ada seseorang hendak melakukan resepsi pernikahan, ibu-ibu sekitar rumah tersebut akan datang, membawa peralatan sendiri seperti pisau, istilahnya rewang, atau bantu-bantu. Adapun yang menyajikan piring-piring yang jumlahnya bisa ribuan itu, biasanya para muda-mudi karang taruna kampung setempat. 

Peralatannya dari mana? Milik komunitas! Biasanya satu RT atau satu RW, memiliki seperangkat peralatan pesta, mulai dari tenda, kursi, panci-panci dan wajan, piring-gelas, hingga sendok dan garpu. Warga yang hendak menggunakan bisa meminjam dengan mengganti biaya sekedarnya yang sangat terjangkau. Wah, cukup "guyub", ya?

Ingin merasakan serangan “piring terbang”? Ayo main ke Solo! Tapi nanti, saat pandemi sudah reda, ya?

Posting Komentar untuk "Wah, Ada "Piring Terbang" Di Resepsi Pernikahan Orang Solo!"