Widget HTML #1

Hidup Serumah Dengan Penyintas Covid19, Bagaimana Menjalaninya?



Hidup serumah dengan penyintas atau pasien Covid-19, saat ini bukan hal yang aneh. Mulai lazim terjadi, khususnya setelah terjadi lonjakan kasus Covid19 varian Delta. Rumah sakit penuh, tempat-tempat penampungan untuk isolasi juga tak lagi memiliki kapasitas, alias full. Maka, tak ada pilihan lain kecuali isolasi mandiri di rumah. 

Padahal, di rumah, penyintas harus berbaur dengan penghuni lain. Ada yang masih sehat, ada lansia, ada anak-anak. Rasanya pasti galau, bukan?

Saya juga pernah mengalami hal-hal semacam itu. Awalnya ART saya sakit, gejalanya mirip Covid19. Lalu disusul kakak yang tinggal serumah, dan anak beliau (keponakan saya). Mereka mengalami demam, batuk pilek, sakit kepala dan kehilangan indera penciuman. Positif C19. Terus terang, saya merasa sangat bingung saat itu. Apalagi, kedua anak saya pun sempat demam, meski panasnya tidak terlalu tinggi. Walhasil, di rumah hanya ada saya dan suami yang kondisinya sehat. Lainnya sakit.

Apa yang harus kita lakukan dalam kondisi semacam itu? Ya, mau tidak mau, kita harus menghentikan seluruh aktivitas mereka, membiarkan fokus dengan penyembuhan. Kita harus bersedia tak hanya men-take over seluruh pekerjaan rumah, tetapi juga merawat mereka. Menyiapkan seluruh kebutuhan mereka saat isoman.

Inilah beberapa tips yang bisa saya bagi.

Pertama, tetap tenang, jangan panik! Panik tak akan pernah menyelesaikan masalah, justru menjadi semakin ruwet. Atur dulu beberapa agenda, prioritaskan pada hal-hal yang paling penting. Jika bisa cuti, atau work from home, silakan ambil opsi tersebut, sehingga kita benar-benar bisa fokus merawat para penyintas. 

Kedua, meski tubuh kita sehat, bagaimanapun, kita tetap serumah dengan mereka. Maka, batasilah mobilitas. Keluar hanya untuk hal-hal yang esensial, misal belanja. Cukupilah kebutuhan untuk beberapa hari sekaligus, sehingga kita tak perlu sering-sering keluar. Beras, minyak goreng, telur, tepung, dan berbagai bahan makanan yang awet, bisa kita stok hingga beberapa minggu ke depan. Bahan-bahan yang segar, bisa disimpan di kulkas, belanja 3 atau 4 hari sekali.

Ketiga, pastikan kita selalu dalam kondisi sehat. Kalau kita juga tumbang, lantas siapa yang akan merawat mereka? Lakukan dengan teratur: makan, minum, mengasup suplemen, olahraga, berjemur, dan sebagainya. Dengan kondisi imunitas tinggi, risiko kita untuk terpapar atau tertular menjadi semakin rendah. Atur pula pola hidup kita sesehat mungkin. Jangan begadang, cukup istirahat, selalu menjaga semangat dan mood, agar kita tidak loyo atau ngelokro.

Keempat, isolasilah para penyintas dalam kamar khusus. Suplailah kebutuhan pokok mereka, seperti makanan, minuman, obat-obatan, antar ke kamar mereka. Jangan biarkan mereka keluar dari kamar kecuali untuk hal-hal yang sangat penting. Jika ada, kamar isolasi sebaiknya yang ada kamar mandi di dalam. Jika harus berbagi kamar mandi, misal hanya ada 1 kamar mandi di rumah, sikatlah dengan menggunakan sabun lantai kamar mandi, kloset, bak mandi dan sebagainya setelah dipakai oleh penyintas. Jika penyintas sudah dewasa, dan kondisi cukup kuat, bisa disampaikan untuk menyikatnya setelah memakai kamar mandi. Semprot gagang pintu kamar mandi dengan alkohol.

Kelima, sediakan hand sanitizer berupa alkohol cair. Mintalah mereka membasuh tangan dengan hand sanitizer tersebut sebelum melakukan beberapa aktivitas, misal membuka pintu kamar mandi, membuka kulkas, menyalakan televisi, meng-on-off lampu, menyalakan kompor dan sebagainya. Kadang, meski sudah diminta tetap di kamar, mereka akan bosan dan keluar sebentar. Pastikan ketika hendak menyentuh benda apapun, mereka sudah membasuh tangan dengan hand sanitizer.

Keenam, gunakan masker terus selama di rumah. Maskernya tentu masker medis, lebih baik didobel dengan masker kain. Memang terasa sumpek dan sangat tak nyaman. Kadang kita juga tak sabar. Di luar pakai masker, kok di rumah sendiri pun harus pakai masker. Tapi, percayalah, masker sangat efektif mencegah penularan. Kalaupun ternyata tetap tertular, virus yang masuk pun tidak terlalu banyak.

Ketujuh, jaga jarak. Sampaikan kepada anggota keluarga, bahwa kondisi sedang tidak kondusif. Yang sulit memang ketika ada anak-anak di rumah. Saat mereka demam, saya tentu tak tega membiarkan mereka tidur sendiri. Akhirnya, saya pun mengeloni anak saya, tapi tetap dengan bermasker. Setelah mereka tidur, saya keluar kamar, mencuci tangan bersih-bersih, dan berganti baju.

Kedelapan, kondisikan rumah tetap sehat, bersih dan sebisa mungkin tidak menjadi tempat penularan virus. Memang, corona akan mati di luar tubuh manusia. Tetapi, tidak sekaligus mati. Maka, semprotlah gagang pintu, dan berbagai alat yang memungkinkan menjadi medium penularan. Buka pula jendela, biarkan udara bersih masuk dan udara yang kotor keluar. Gunakan AC seperlunya saja, kalau mungkin, jangan gunakan AC. 

Kesembilan, selalu cek suhu dan saturasi mereka. Seolah-olah, kita adalah perawat yang bertugas untuk memantau kondisi mereka. Kita bisa berkoordinasi dengan tenaga kesehatan di luar, dan selalu berkonsultasi mengenai kondisi kesehatan mereka. 

Kesepuluh, pisahkan sampah-sampah infeksius, misal masker, tisu dan sebagainya. Berikan plastik khusus untuk menampung sampah-sampah semacam itu, dan ikatlah erat-erat sebelum membuangnya. 

Kesebelas, perkuat mental dan spiritualitas. Bahkan, sebenarnya ini yang terpenting. Ketika hubungan kita dengan Allah SWT kuat, kita bisa merasa lebih tenang, nyaman dan kuat secara mental. Memang, kita akan sangat capek saat itu. Tapi, tak ada pilihan lain, selain menerima kenyataan dengan lapang dada dan sabar dengan segala hal yang menimpa kita.

Itulah 11 tips untuk tetap survive, meski harus hidup serumah dengan pasien C19. Memang sangat tidak nyaman, was-was dengan risiko tertular. Tapi sekali lagi, hidup harus tetap berjalan, bukan? Semoga pandemi segera berlalu, dan kita semua bisa melewati dengan baik. 

Posting Komentar untuk "Hidup Serumah Dengan Penyintas Covid19, Bagaimana Menjalaninya?"