Widget HTML #1

Jualan di Marketplace Atau Media Sosial, Lebih Prospek di Mana?



Semangat berjualan melalui internet terlebih di era pandemi sedang naik pesat alias naik berlipat-lipat. Bukan cuma kalangan emak-emak, bapak-bapak pun tak mau kalah. Anak-anak muda Gen Z juga. Setiap hari, di grup WA, telegram, Facebook, dan sebagainya, berseliweran tawaran demi tawaran. Kebanyakan berupa barang-barang dagangan, tapi ada juga jasa-jasa seperti pelatihan, seminar bisnis dan sebagainya.

Jika dulu masih malu-malu menawarkan dagangan, sekarang sudah lebih percaya diri. Mungkin tuntutan, desakan kebutuhan. Sebab, era pandemi ini memang kudu disiati dengan lebih cerdas. Menurunnya kondisi ekonomi berdampak pada keuangan. Ada yang kena PHK, ada yang gajinya dipotong, atau minimal tunjangan dikurangi. Mungkin juga karena banyak yang mencontohkan, jadi tidak malu-malu lagi.

Gairah tersebut sih positif, dong. Harusnya malah sejak dulu. Jumlah wirausaha di Indonesia memang sudah mencapai 2% dari total populasi, katanya itu standard internasional. Tetapi, rata-rata negara maju, bisa lebih dari itu. Singapura misalnya, 7% penduduknya berwirausaha, Malaysia 5%. Untuk menjadi negara maju, harus lebih banyak lagi yang mau terjun menjadi wirausaha. Setuju?

Sebagai bentuk dukungan, sekarang, porsi belanja saya lebih banyak saya arahkan untuk membeli produk atau jasa mereka dibanding belanja di tempat lain. Hitung-hitung, membantu teman sendiri agar bisa lebih kuat melewati pandemi yang tentunya tidak mudah. Pengusaha kaya yang memiliki mall-mall mewah, toko-toko besar, memang pastinya terdampak, tapi saya yakin, mereka punya banyak sekali cadangan keuangan untuk bisa bertahan.

Tentu tak sekadar mendukung dalam bentuk membeli. Salah satu saran yang sering saya sampaikan kepada mereka adalah: cobalah membangun sebuah institusi bisnis yang lebih jelas dan berkelanjutan. Mulai bikin nama brand, hingga mulai membuat sistem bisnis, meski masih taraf sederhana. Dan, mencoba menjual di tempat yang lebih luas di internet, tentu harus dicoba, sehingga perputaran uang dan barang, tidak hanya terjadi di lingkup komunitas kecil yang tentunya sangat terbatas.

Nah, bicara soal jualan di internet, ada dua tempat jualan yang paling mungkin dicoba: MARKETPLACE dan MEDIA SOSIAL. Marketplace adalah tempat virtual yang memang disediakan bagi para pelapak untuk membuat berjualan. Pengelola marketplace membuat sistem, mencari pengunjung, dan mengundang pedagang-pedagang untuk membuat toko online di sana. Saat ini, 5 marketplace yang paling ngetop di antaranya Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada dan Blibli. Tentu masih ada marketplace lainnya, seperti JD ID, Rarali, dan sebagainya. 

Sedangkan Media Sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, WA, Telegram dan sebagainya, memang tujuan utamanya bukan untuk jualan. Tetapi, beberapa media sosial memberikan fitur akun bisnis dan memberikan pula kesempatan penggunanya untuk berjualan.

Selain MP atau Medsos, sebenarnya ada landing page. Yaitu website yang digunakan khusus untuk berjualan. Tapi, pada kesempatan ini, saya tidak akan membahas landing page dulu, ya... next time, insyaAllah.

Pertanyaan kritisnya, lebih prospek mana jualan di MP atau Medsos? Jawabnya relatif, keduanya memiliki plus dan minus sendiri. Yuk, kita bahas! 

Amati dulu matriks di bawah ini, ya....


Apakah sudah jelas dengan matriks di atas? Kalau sudah jelas, saya akhiri saja pembahasan di blog ini, haha... becanda!

Biar tulisan blog ini jadi lebih panjang, boleh ya, kalau saya bahas dengan lebih mendetail?

Kita bahas matrik pertama ya: PLUS-nya marketplace. Fitur berjualan komplet dan memudahkan proses transaksi. Namanya marketplace, tentu akan memperhatikan sedetil mungkin atribut-atribut produk. Saat berbelanja di marketplace, konsumen akan mendapatkan data seperti foto atau video produk, deskripsi, merek, ukuran, berat, ongkos kirim dan sebagainya. Jadi, sebagai penjual, kita tidak perlu capek menerangkan kepada konsumen. Memang kadang konsumen kita juga tidak membaca dengan jeli, sih, sehingga tetap akan tanya-tanya di fitur chatting. Tetapi, setidaknya tidak akan sebanyak pertanyaan kalau kita menjual barang via media sosial, apalagi jika chattingnya menggunakan WA.

Plus yang kedua, biasanya marketplace (MP) gencar melakukan promosi untuk gaet pengunjung. Bisa kita saksikan, bagaimana gencarnya Shopee, Tokopedia, Lazada atau MP lainnya dalam berpromosi, kan? Ini tentu akan memudahkan kita untuk mencari pembeli juga.

Plus yang ketiga, namanya MP memang merupakan ajang orang mencari barang kebutuhan yang sedang dicari. MP ibarat pasar atau mall, di mana orang-orang akan pergi ke sana untuk mencari apa yang dibutuhkan. Bedanya, kalau MP kan sifatnya digital. MP bisa jadi lebih praktis daripada pasar offline. Sebab, orang cukup mencari nama barang tertentu di kolom pencarian, dan nanti akan ketemu. Kapan-kapan saya akan bahas ya, bagaimana cara agar barang kita bisa di bagian atas saat di-search oleh calon pembeli.

Plus yang keempat, di MP, relatif bebas penipuan dan transaksi abal-abal, sehingga konsumen biasanya percaya dan nyaman berbelanja di sana. Sebagai penjual, kan kita jadi lebih percaya diri saat menawarkan barang dagangan, bukan? Lho, tapi saya pernah ketipu belanja di MP. Beneran? Banyak kasus, penipuan belanja di MP disebabkan karena kesalahan prosedur. Misal, kita membeli barang, tetapi transfernya tidak ke nomor rekening resmi.

Nah, itu 4 plus berjualan di Marketplace.

Lalu, bagaimana minus berjualan di Marketplace?

Sebagaimana saya sebut di matriks di atas, setidaknya ada 4 minus atau kekurangan.

Pertama, persaingan antar toko atau lapak sangat ketat. Algoritma marketplace, rata-rata memberikan kesempatan kepada konsumen untuk mencari produk yang sejenis, jika perlu termurah dan terbagus. Maka, ketika produk kita tayang di MP, biasanya di bawah akan ada rekomendasi dari pelapak atau pemilik toko lain yang sejenis. Maka, kalau kita tidak mau bersaing dalam masalah harga, jelas-jelas kita akan kalah.

Awalnya, yang bikin saya malas jualan di MP ya begitu itu. Tapi, lama-lama saya paham, bahwa bukan sekadar harga murah yang dicari konsumen. Tetapi juga kualitas barang, kualitas packing, kualitas pelayanan dan sebagainya. Maka, jangan terlalu terbawa alur untuk perang harga. Nanti kalau kita menurunkan harga, lantas darimana kita mendapatkan keuntungan? 

Kedua, dana tidak langsung diterima seller, tetapi ditampung dulu di rekening Marketplace. Paling tidak, seminggu dana akan ngendon di rekening MP. Bagi yang butuh dana cepat, tentu ini jadi masalah. Apalagi, terkadang ada berbagai kondisi di mana dana tidak segera cair, misal karena komplain dari pelanggan, atau ada permasalahan dengan kita. Misal rekening error dan sebagainya. Lagi-lagi, jangan khawatir. Asal kita tidak neko-neko, uang akan tetap sampai ke kita, meski ya... lebih lama.

Ketiga, kalau di MP, Seller benar-benar dipacu atau dipaksa untuk mengeluarkan performa terbaik, sehingga memang kudu totalitas. Apalagi kalau toko kita termasuk dalam toko yang ramai pengunjung. Kita tidak boleh bersantai-santai, sehingga pelayanan menjadi jelek. Kecepatan pengiriman, kualitas packing, kualitas barang dan sebagainya, akan direview oleh pembeli, di mana kita tidak bisa menghapus review-review yang buruk. 

Keempat, banyak calon pembeli yang tidak kita kenal, dan tidak paham latar belakangnya. Ini berbeda dengan di media sosial, yang biasanya cukup dekat interaksi seller-buyers. Seringkali, malah mereka adalah teman-teman dekat kita. Karena teman, biasanya kan tidak tega untuk memperlakukan dengan buruk. Sementara, pembeli di MP ini benar-benar beraneka ragam karakternya, jadi ya... kudu lebih sabar.

Plus-Minus Jualan di Media Sosial

Plusnya, ada 4 juga. Angka 4 sebenarnya biar matriksnya seimbang, sih. Kalau mau nambahin, boleh juga kok, silakan komen di bawah, hehe.

Pertama, seperti saya bahas di atas, buyers di media sosial, rata-rata adalah orang yang kita kenal, kecuali kalau kita memakai iklan berbayar, atau punya banyak followers dari berbagai macam penjuru. Orang yang sudah kenal, biasanya tentu akan lebih bijak dan tidak mudah komplain macam-macam, karena pekewuh, gitu kan ya? Haha.

Kedua, mencari pembeli juga tidak sesulit di MP (apalagi jika toko kita di MP masih baru merintis), karena kita bisa intens berkomunikasi dengan pembeli. Kita bisa dengan mudah nimbrung ke percakapan mereka, nempel di status-status yang viral dan sebagainya. Ini relatif juga sih, ya... kalau produk kita bukan sesuatu yang marketable, meski komunikasi intens, juga tidak bakal ada closing, sih.

Ketiga, uang biasanya ditransfer dulu ke rekening kita, baru barang dibayar. Ini tentu akan membuat cash flow kita menjadi lancar, kan?

Keempat, jualan di medsos juga tidak ribet, dan tidak ada ancaman penalti. Misal kita mendadak ada agenda, kita bisa dengan mudah kontak ke buyer, "Eh maaf ya, saya baru bisa kirim barangnya 3 hari lagi, karena saya harus takziah ke luar kota." Kalau di MP, hal ini tentu lebih susah dilakukan.

Bagaimana Minus berjualan di Medsos?

Pertama, sering dianggap spam. Nah, mental kita kadang sering down juga, karena disindir-sindir, terlalu sering jualan. Postingnya jualan terus, dan sebagainya. Terkadang, posting kita juga dibisukan oleh teman kita, karena merasa terganggu. Repot kan, posting capek-capek, ternyata tidak dibaca, padahal friends atau follower kita sebenarnya banyak. Memang Medsos aslinya bukan disetting untuk jualan sih, jadi sebaiknya jangan semua posting kita jualan terus. Sisipkan juga konten-konten organik lainnya yang menarik.

Kedua, fitur berjualan tentu tak sekomplit MP. Harga, berat, ongkos kirim, jenis ekspedisi dan sebagainya, semua harus dihitung secara manual. Jadi, harus siap-siap bersabar menerima berbagai macam pertanyaan yang berulang-ulang.

Ketiga, buyers, meski banyak yang kita kenal, juga banyak yang cerewet. Karena fitur berjualan tidak komplet, mereka akan tanya-tanya terus. Kapan barang sampai aja bisa tiap hari bertanya. Kadang, hal ini memicu emosi juga.

Keempat, sering ada transaksi abal-abal yang merugikan, baik untuk si penjual maupun si pembeli. Kadang ada pembeli yang menipu penjual, "Saya sudah transfer untuk beli barang ini, bukti transfer terlampir." Ternyata, buktinya itu palsu, padahal kita sudah kirim. Atau, sebaliknya, pembeli yang tertipu. Sudah transfer, tapi barang tidak sampai, dan tentu kesulitan melacak. 

Penipuan bukan berarti tidak bisa terjadi di MP, tapi lebih bisa diminimalisir. Penipuan di MP biasanya sering terjadi karena kesalahan prosedur, misal transfer ke rekening yang bukan milik MP.

Oke, Sobat! Itulah plus-minus berjualan di MP maupun Medsos.

Lebih prospek mana? Prospek semua, asalkan kita sabar dan terus melakukan upaya-upaya terbaik. Saran saya, keduanya tetap dicoba. Mungkin fokus kita jualan di MP, tapi Medsos bisa digunakan untuk membantu edukasi ke calon pelanggan.

Selamat mencoba!




Posting Komentar untuk "Jualan di Marketplace Atau Media Sosial, Lebih Prospek di Mana?"