Rinduku Tergantung di New Selo, Merapi

Berfoto bersama Hanifan di New Selo


PENGANTAR
Sebenarnya, tulisan ini saya bikin beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 2017, jauh sebelum pandemi. Tulisan ini pernah dimuat di sebuah media. Karena saya kira info ini cukup berharga, khususnya bagi para 'pecinta piknik', dan sekarang juga kondisi pandemi sudah mulai mereda, tulisan ini saya upload di sini. Siapa tahu bisa jadi referensi untuk piknik, hehe. Selamat membaca!

---------------------------

Hari masih belia, langit baru dibelah oleh pisau fajar yang kemerahan. Udara Selo masih sangat dingin. Namun, belasan anggota rombongan tak terlihat takluk oleh suasana yang sebenarnya lebih nikmat dijalani dengan bergelung selimut itu. Mereka justru terlihat penuh semangat untuk mengikuti tour de Merapi, demikian kami menamai agenda pagi ini.

Kami bergegas naik ke mobil pick up yang disediakan panitia. Mobil inilah yang akan mengangkut kami ke jalan yang sangat menanjak menuju New Selo, sebuah destinasi wisata baru yang terletak di kaki Gunung Merapi. New Selo terletak di lereng Merapi sebelah timur laut, berada di wilayah Kabupaten Boyolali.  



Angin berembus menebarkan hawa dingin yang menusuk tulang. Meski badan sudah dibalut jaket tebal, tetapi saja kami merasa kedinginan. Menurut guide kami, lokasi New Selo memang berada di ketinggian 1700 meter dpl. Jadi, ya terasa sekali dinginnya. Apalagi, hari masih pagi, matahari belum sepenuhnya menebarkan panas.

Meski begitu, saya merasakan sebuah kemewahan yang luar biasa, karena di lokasi tersebut, kami dimanjakan dengan pemandangan alam nan mempesona. Hamparan ladang tembakau yang tertata rapi, pucuk-pucuk pinus, pepohonan rindang, hingga panorama Gunung Merbabu yang terlihat jelas. Saya menghela napas panjang. Luar biasa indah!

Mendadak saya teringat pada gambar anak-anak SD yang polos dan lugu. Setiap anak, ketika diminta gurunya menggambar pemandangan, biasanya dia akan menggambar 2 buah gunung yang berjajar. Tak hanya anak-anak, orang dewasa pun demikian. Teman saya, Agus M. Irkham, seorang penulis produktif dan juga pegiatan Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM), pernah bercerita, bahwa saat berada di Manado, mengisi pelatihan untuk para guru, beliau mencoba menugasi peserta pelatihan untuk menggambar pemandangan. Ternyata, hampir seratus persen gambar yang dihasilkan pun sama persis.
Dan saat ini, saya berada di lokasi yang mirip dengan gambar tersebut. Di sela-sela dua buah gunung yang cukup terkenal di Jawa, Merapi dan Merbabu. Karena itu, daerah ini dinamakan dengan nama Selo, artinya sela-sela.

Omah Bambu yang Menawan 


Puas merasakan panorama yang membentang indah, kami naik sedikit ke atas Merapi. Di sana ada bangunan semi permanen yang terbuat dari bambu. Omah Bambu namanya. Bangunan itu berlantai tiga, namun puncaknya, sebuah menara berada di lantai empat. Jangan khawatir, bangunan itu cukup kuat, sebab terbuat dari bambu yang sudah tua dan berkualitas tinggi.

Di atas menara, kita bisa “bersemedi” alias merenung, memandang keindahan semesta, mendekat pada sang pencipta. Bagi para fotografer, lokasi Omah Bambu jelas sebuah lokasi yang sangat menawan, sebab ribuan koleksi gambar yang menarik bisa dihasilkan. 

Jembatan Gantung Merapi
Puas menikmati Omah Bambu dan New Selo, kami beranjak menuju jembatan Gantung Merapi. Ya, kami masih menggunakan pick up itu. Angin menampar dari segala penjuru, namun karena hangat mentari sudah mulai menyapa, sudah tak terlampau dingin lagi rasanya. Tahun 2014, Merapi meletus, dan lahar dingin memutuskan jembatan yang terletak di Salaran, Selo ini terputus. Sebagai gantinya, dibangunlah jembatan yang tak kalah indah dibandingkan dengan jembatan ampera di Palembang ataupun jembatan Barelang di Batam.

Di jembatan gantung yang terbuat dari baja ini, kami bisa menyaksikan indahnya panorama Merapi dan Merbabu dengan leluasa. Bisa juga berfoto-foto di antara pilar-pilarnya yang asyik. Jangan khawatir, lalu lintas tidak terlalu padat, sebab kendaraan memang dilarang masuk, kecuali mobil kecil, dan biasanya hanya milik warga setempat.

Mendaki Posko Pengamatan Gunung Merapi


Usai menikmati view Jembatan Gantung, kami sarapan dan istirahat sejenak di penginapan kami, sebuah guest house di desa wisata Samiran, Selo, yang juga sangat indah. Tak berlama-lama kami istirahat, sebab pimpinan rombongan sudah meniup peluit untuk menuju destinasi selanjutnya, yaitu UGA (Unit Gunung Api) alias posko pengamatan aktivitas gunung merapi.

Merapi,  adalah sebuah gunung yang sangat populer, bukan saja bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga sedunia. Tahu kan, sebabnya? Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia. Sebagaimana dikutip dari 10mosttoday.com (10/7/2013), Gunung Merapi termasuk dalam 10 gunung berapi paling aktif di dunia. 

Dilansir dari vsi.esdm.go.id (3/5/2014), Merapi diperkirakan meletus setiap 4 tahun sekali. Dan sejak tahun 1600-an, Gunung Merapi meletus lebih dari 80 kali! Pada bulan November 2010, Merapi meletus dengan kekuatan dahsyat dan memakan korban sebanyak 275 jiwa, termasuk Mbah Marijan. Karena sangat aktif itulah, maka gunung merapi selalu dipantau dengan peralatan khusus yang canggih.
Untuk menuju UGA, kami harus mendaki bukit yang cukup tinggi, membuat napas terengah-engah. Tetapi, sampai di UGA, kelelahan kami terbayar lunas, karena jika di New Selo kami bisa mengamati Merbabu dengan sangat jelas, di puncak bukit ini, kami juga mampu melihat Gunung Merapi dengan begitu detil. 

Terbayang di benak saya, bagaimana kepulan badai piroklastik alias awan panas yang tengah keluar saat erupsi Merapi. Ya, Merapi memang memiliki kekhasan sendiri dibanding gunung  berapi lainnya. Letusan Merapi selalu diikuti awan panas alias piroklastik yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Menurut kompas.com (3/2/2014), suhunya mencapai 700 derajat celcius. Warga setempat menamainya dengan wedhus gembel. Awan panas inilah yang sering membuat erupsi Merapi menimbulkan korban jiwa yang sangat banyak.

Pada letusan Merapi 2010 kemarin misalnya, saya sempat mendatangi lokasi luncuran wedhus gembel di sepanjang Kali Gendol. Hingga 3 bulan pasca letusan, debu masih menutupi lokasi, dan sisa-sisa hutan yang terbakar masih jelas. Bahkan saya bisa melihat motor-motor yang meleleh dan tinggal menyisakan rangka besi semata.

Sayangnya, kami memiliki keterbatasan waktu. Menjelang sore, kami harus kembali ke kota kami. Padahal, masih banyak sekali objek wisata di sekitar Lereng Merapi khususnya daerah Selo yang belum kami jelajahi.

Rinduku masih menggantung di Omah Bambu. Suatu saat, kami akan kembali ke sini.

1 komentar untuk "Rinduku Tergantung di New Selo, Merapi"

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!