Widget HTML #1

Ketika Semakin Tua, Kita Harus Bagaimana?



Anak-anak saya kadang protes, ketika saya memposting foto-fotonya di media sosial. Ada banyak alasan. Malu, takut dianggap narsis, dan sebagainya. Saya memahami hal tersebut. Akan tetapi, pada suatu saat, ketika membuka kenangan di Facebook, saya menunjukkan kepada mereka foto-foto masa kecil yang saat ini kami tidak punya koleksinya. Mereka takjub. "Itu aku, Mi?" tanya mereka, heran.

"Itu pentingnya dokumentasi, Nak. Saya posting foto di media sosial, salah satunya untuk menitip kenangan," ujar saya, sedikit berkilah. "Kadang kita kurang cermat menyimpan dokumen, kita dibantu media sosial." 

Melihat fakta itu, akhirnya sikap mereka melunak, namun tetap ada syarat dan ketentuan bagaimana sebuah foto bisa diposting. Baeklah, anak-anakku!

Melihat foto-foto yang muncul di kenangan, membuncahkan satu keharuan, sekaligus perasaan tak menentu. Mungkin samalah, perasaan saya dengan Anda saat melihat foto sepuluh tahun silam, atau sebelum itu. Time flies so fast...

Lalu, kenapa memangnya kalau waktu berjalan sangat cepat? Toh kita tidak bisa memperlambat rotasi dunia. Putaran bola bumi akan terus bergerak, tanpa mentoleransi bagaimana kondisi kita. Mau kita berlari, berjalan santai, hanya berdiam diri atau bahkan berjalan mundur pun, waktu akan tetap berjalan. Terus... sampai jatah usia kita habis. Saat Malaikat Maut hadir menjemput kita.

"Aku belum siap mati, aku belum mempersiapkan apapun, aku butuh perpanjangan waktu, tolong kasih waktu, injury time juga bisa." 

Bisakah kita menego begitu saat itu tiba?

Maut bisa datang kapan saja. Bahkan saat masih bayi pun, ada nyawa yang dicabut, lewat perantara apapun. Di Makasar kemarin, Polisi mengejar pelaku pembunuh bayi yang tak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Bayi diletakkan di tempat makan hingga membusuk, lalu si ibu kandung kabur. Na'udzubillah!

Tetapi, rata-rata manusia menjalani hidup dalam siklus yang sama. Para pakar psikologi perkembangan, seperti Hurlock, Erikson, Piaget, Papalia dan lain-lain, telah memberikan berbagai teori tentang tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan seorang manusia. Tetapi, Al-Quran, tepatnya surat Ar-Rum ayat 54, meringkas tahapan tersebut menjadi tiga saja: 1) masa lemah pertama, 2) masa kuat dan 3) masa lemah kedua.

Allāhullażī khalaqakum min ḍa'fin ṡumma ja'ala mim ba'di ḍa'fin quwwatan ṡumma ja'ala mim ba'di quwwatin ḍa'faw wa syaibah

Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.

Saat ini saya dan mungkin sebagian besar pembaca, sedang memasuki fase kuat. Tetapi, lihatlah... pada usia 40-an, sudah mulai ada tanda-tanda "antiklimaks". Coba deh cermati, barangkali tanda-tanda semacam ini sudah mulai kita temui pada saat usia 40-an.
  • Otak mulai menurun kemampuannya, alias gampang lupa
  • Badan nggak sekuat dulu, gampang lelah dan sakit
  • Rambut mulai rontok, kadang sudah mulai muncul uban
  • Kulit mulai berkerut, terutama daerah mata dan hidung
  • Berat badan sudah sulit untuk turun, pertanda metabolisme tubuh mulai menurun pula
Mungkin ada tanda-tanda lain, misal kurangnya gairah seksual (khususnya pada wanita), mulai mudah pipis (karena kendali kandung kemih menurun), dan sebagainya.

Cemas? Kok aku udah tua? Memangnya kenapa kalau sudah tua? Dengan perawatan, mungkin kita bisa 'menunda' penuaan. Banyak perempuan sudah melakukan hal tersebut. Sejak zaman baheula, ratu-ratu dan puteri-puteri raja takut sekali menjadi tua, dan ekstrim melakukan perawatan diri. Hippocrates misalnya, menuliskan bahwa Ratu Cleopatra sering mandi dengan susu yang diperah dari 700 keledai miliknya agar kulitnya bisa halus. Kira-kira berapa liter tuh, susu yang digunakan untuk mandi?

Cemas karena menua memang bisa menghinggapi siapa saja. Tetapi, kita bisa melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk menepis ketakutan tersebut. Bagaimana caranya?

Terima Kenyataan dengan Legowo
Menerima kenyataan tentu kewajiban, karena kita tidak bisa menolak apa yang harus kita jalani. Ubahlah mindset kita tentang usia. Mengapa kita takut menua? Apakah karena takut menjadi tidak cantik? Takut suami tidak menghargai? Takut kehilangan apa yang sudah kita dapatkan? Rileks, ya Mom!

Lakukan Perawatan Otak, Jiwa dan Fisik
Menunda penuaan bukan berarti menolak tua. Karena kita sudah mulai pelupa, berarti kita kudu semakin banyak merefresh otak. Membaca, mencatat, berpikir, menghafal ... dan sebagainya. Ketika aktivitas kognitif kita terus berjalan, maka kita bisa mengurangi efek buruk dari berkurangnya kemampuan otak.

Demikian juga aktivitas jiwa atau ruh. Makin tua, kita justru harus makin banyak terlibat dalam aktivitas spiritual, makin bijak, berusaha mengendalikan diri, dan sebagainya. Fisik pun sama. Asuplah nutrisi yang baik untuk usia 40 tahun plus, olahraga, perawatan wajah dan kulit, dan sebagainya. Banyak kok, perempuan usia 50 + bahkan 60 + tapi masih terlihat smart dan menarik.

Persiapan Finansial
Ini nggak kalah penting, ya... ketika kita memasuki masa lemah kedua, biasanya kita sudah tak mampu bekerja. Memang sih, ada anak dan cucu kita. Tetapi kan kita tidak bisa mengandalkan mereka semua. Jadi, mulailah menabung untuk hari tua.

Perbanyak Bekal Akhirat
Kita bukan penduduk dunia. Moyang kita, Nabi Adam dan Hawa adalah penduduk surga. Suatu saat, kita akan kembali. Maka, di usia 40 +, ubahlah orientasi hidup kita. Dalam perspektif Maslow, kita sudah mulai pada fase aktualisasi diri, bahkan transendensi diri (self-transcendence). Istilah terakhir ini mungkin asing ya? 

Menurut Abraham Maslow, Self-Transcendence (ST) adalah proses "bergerak keluar" dari diri (self), dan menyatu atau terhubung dengan dunia yang lebih luas dari diri individu, yakni dunia Spirit, Matter dan Energy. Memang Maslow tidak secara tersurat menyatakan hal tersebut sebagai spiritualisme. Tetapi, dalam perspektif Islam, kondisi semacam itu bisa terjadi misalnya saat kita sangat khusyuk beribadah, atau saat berdoa di Hari Arafah di Puncak Haji, saat menangis di malam yang dideteksi sebagai Lailatul Qodar dan sebagainya. Kita benar-benar menyatu bersama kasih sayang Rabb kita. MasyaAllah...

Penutup
So, jangan cemas ya... ketika kita beranjak semakin tua. Hadapi semua dengan senyum di bibir. Allah tidak akan membebani seseorang di luar kemampuannya.


Posting Komentar untuk "Ketika Semakin Tua, Kita Harus Bagaimana?"