IKIGAI, Mengonsep Hidup yang Keren dan Penuh Makna!



Pernahkah kalian merasa malas melakukan sesuatu? Asyik menggulung diri dalam selimut. Padahal jam weker sudah berdering, keras pula. Matahari sudah mulai naik, sinarnya menembus kamarmu, suara Emak menggedor-gedor pintu bercampur baur dengan suara aneka benda dapur beradu. Sutil atau spatula dengan wajan, sendok dengan garpu, kran air, piring gelas ... meriah!

Kamu malas melakukan apapun. Karena tidak punya alasan untuk melakukannya. Hari itu libur. Tidak ada acara apapun. Jadi, memang tidak punya motivasi untuk bersegera. Buat apa? Kan waktu masih panjang. Kan enak rebahan di kamar dingin ber-AC. Buat apa mengejar-ngejar sesuatu, sementara yang dikejar juga gak bakalan berlari. Sst... bagaimana dengan shalat subuh kamu? "Eh, eh, udahan kok. Baca Al-Quran juga udah, selembar dua lembar. Tapi, habis itu ... boleh dong rebahan lagi?" 

Wkkk...

Hehe, jujur, meski tidak seekstrim itu, saya juga pernah mengalami hal semacam itu. Bukan karena tidak ada motivasi, tetapi karena putus asa. Sudah berlelah-lelah menginginkan sesuatu, tetapi ternyata tak bisa mendapatkannya. Saya merasa lemas, tidak lagi bersemangat. Saya kehilangan alasan untuk bergerak. Tetapi, itu dulu sih, dulu banget! Sekarang, saya sudah sebaya emak kamu mungkin, ya. Atau minimal sebaya kakak kamu, tante kamu dst.  Kerjaan juga berjibun, baik di rumah, profesi, masyarakat, organisasi dan sebagainya. Selalu ada alasan untuk bergerak. 

Tetapi, apakah benar kamu tidak punya alasan untuk melakukan sesuatu? Jangan begitu dong, ah. Masak jadi anak muda kok lembek begitu. Kalau tidak punya alasan: BUATLAH ALASAN! Selalu ada alasan untuk bersemangat.  Salah satu alasannya adalah bahwa KITA PENGIN HIDUP KITA BERMAKNA.

Kebermaknaan dalam hidup ini kalau di Jepang sering disebut sebagai IKIGAI. Orang Jepang memang kereeen! Dalam sebuah seminar yang saya ikuti, pembicara seminar tersebut, Prof. dr. Irawan Satriotomo, PhD, seorang pakar neurosains asal Indonesia yang sekarang tinggal di Amerika Serikat pernah bercerita, bahwa saat di Jepang beliau kehilangan dompet. Dan dompet tersebut ternyata kembali dengan utuh, tanpa ada yang hilang sedikit pun. Sementara, hal yang sama terjadi saat di Amerika Serikat. Dan yang kembali cuma dompetnya saja, isinya ludes.

Banyak sekali filosofi kehidupan dari mereka yang perlu kita tiru. Salah satunya Ikigai, "iki" berarti kehidupan, "gai" adalah nilai. Jadi, ikigai adalah nilai-nilai kehidupan, yang membikin kita memiliki kebermaknaan dalam hidup. Di Jepang, ikigai ini sering dijadikan sebagai "alasan untuk bangun pagi." Ya, orang Jepang selalu rajin bangun pagi, karena memiliki konsep hidup ikigai. Mereka ingin mendapatkan makna dalam hidup, ingin menjadi lebih bernilai dan bermanfaat.

Bangun pagi tentunya bukan hal asing bagi bangsa Indonesia, khususnya yang beragama Islam, kan? Yang bukan Muslim pun, karena tinggal di wilayah yang mayoritas Muslim, menjadi terbiasa juga. Kenalan saya yang beragama non Muslim pernah mengucapkan terimakasih, karena adzan Subuh menjadi sebuah alarm otomatis yang mengatur hidupnya. Itu yang bukan Muslim. Nah, sebagai Muslim, kita tentu punya alasan bangun pagi kita makin kuat, kan. Untuk shalat subuh. Itu kewajiban. Kalau shalat subuhnya pas dhuha, bisa-bisa shalatnya tidak sah, kan? Malahan, di dalam Islam sebenarnya kita dianjurkan bangun lebih pagi lagi. Saya ingat nasihat salah satu guru saya. Bunda Wirianingsih: "tidur di awal waktu, bangun di awal waktu." Itulah salah satu resep mengapa Bunda Wirianingsih bersama suami, berhasil mendidik putera-puterinya menjadi para penghafal Al-Quran. Masya Allah!

So, kita semua pasti sudah akrab dengan bangun pagi, kan? Sayangnya, bangun pagi yang kemudian berujung pada rebahan, dan akhirnya ... tidur lagi. Ayolah, kita perbaiki lagi konsep hidup kita. Mari kita cari kebermaknaan hidup sebagaimana dalam konsep ikigai.

Untuk memahami konsep tersebut, coba deh lihat gambar di bawah ini!


Sebenarnya saya juga sudah lama mendengar istilah ikigai, tetapi setelah mengikuti mata kuliah Psikologi Positif bersama Prof. Taufik Kasturi, PhD beberapa waktu yang lalu, saat saya menempuh studi di Magister Psikologi UMS di semester 2, saya menjadi semakin jelas. Bahkan, setelah saya pelajari lebih mendalam, ternyata isi konten ini tidak terlalu asing, bahkan sebagian mungkin sudah saya praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Pada gambar di atas, ikigai merupakan irisan dari 4 elemen: yakni profession, vocation, mission dan passion. Keempat elemen ini adalah hal-hal yang menjadi alasan atau motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu. 

Profession artinya profesi. Kalau membuka kamus Oxford Dictionary, profession adalah "a paid occupation, especially one that involves prolonged training and a formal qualification." Apa profesi kita? Biasanya akan dijawab sebagai aktivitas yang biasanya membuat kita dibayar karena melakukannya. Misal, guru, polisi, tentara, pengusaha, dosen, pedagang, pegawai negeri, arsitek, pengacara, dokter, dan sebagainya.

Vocation adalah "a strong feeling of suitability for a particular career or occupation." Nah lho, vokasi dan profesi itu dua hal yang berbeda. Ada orang punya profesi guru, tapi tidak punya strong feeling, merasa tidak punya vocation di dalam profesi tersebut.

Misson atau misi hidup adalah "an important assignment carried out for political, religious, or commercial purposes." Misi hidup biasanya berhubungan dengan tujuan-tujuan yang lebih bersifat mulia. Misal, misi mencerdaskan kehidupan bangsa, misi untuk bisa menegakkan ajaran agama dan membuat orang lain tercerahkan, dan sebagainya.

Sedangkan passion, artinya "strong and barely controllable emotion". Lho, kok tidak bisa dikendalikan? Maksudnya, passion ini adalah sebuah perasaan di mana ketika kita memilikinya, kita akan terus dan terus ingin melakukan tanpa henti. Biasanya, passion ini terkait dengan masalah hobi atau minat. Memang passion ini kalau terus dituruti, bisa bikin ambyar. Tetapi kalau dijadikan sebagai salah satu alasan kita melakukan sesuatu yang produktif, dan tentu harus tetap dikendalikan, bisa jadi sangat positif, karena bisa menghasilkan hal-hal yang bernilai tinggi. 

Empat kondisi tersebut, ketika saling beririsan, akan menciptakan empat keadaan pula, yaitu:
What you can be paid for ... yaitu kondisi saat profesi beririsan dengan vokasi. Kita akan menjadi sosok yang diandalkan banget di tempat kerja. Kita akan dibayar tinggi. 

What the world needs ... yaitu kondisi saat vokasi beririsan dengan misi. Kita akan menjadi sosok yang sangat dibutuhkan dunia. Kita selalu berjuang dalam tugas-tugas mulia.

What you love ...  yaitu kondisi saat misi beririsan dengan passion. Wah, menyenangkan sekali hidup ini, karena selain kita sangat menyukai sesuatu, kita juga merasa bahwa apa yang kita lakukan sejalan dengan hati nurani.

What are you good at ... yakni kondisi saat passion beririsan dengan profession. Kita benar-benar akan menjadi seseorang yang "jago" di bidang tertentu.

Empat kondisi itu sama-sama asyik. Tetapi lebih asyik lagi kalau ditarik dalam satu titik: IKIGAI. Ada pertemuan antara 4 hal tersebut. Kita jago di bidang tertentu, kita menjalani aktivitas dengan sangat asyik, kita dibutuhkan di dunia, dan ... kita dibayar mahal.

Luar biasa!

Ya, itulah ikigai. Kalau memang itu yang dituju, kenapa kita bermalas-malasan? Ayo bangun pagi! Rangkai ikigaimu!

Posting Komentar untuk "IKIGAI, Mengonsep Hidup yang Keren dan Penuh Makna!"