Widget HTML #1

Bukankah Palestina Sudah Merdeka?

Demonstrasi di Irak, mendukung Palestina (foto: Quds News)

Salah satu pernyataan yang sering muncul adalah: bukankah Palestina sudah merdeka, punya presiden, punya menteri, mengapa masih berusaha memperjuangkan kemedekaan? Mengapa masih merasa dijajah? Bahkan, di event-event internasional, seperti olahraga, Palestina hadir sebagai representasi negaranya?

Pada 15 November 1988, PLO mendeklarasikan kemerdekaan Palestina di Aljazair. Tetapi, status Palestina sampai saat ini masih diperdebatkan. OKI, Liga Arab, Gerakan Non-Blok, dan ASEAN, telah mengakui kemerdekaan Palestina--dan negara-negara inilah yang sampai saat ini mendukung Palestina. Negara di Eropa juga sudah ada yang mengakui Palestina sebagai negara merdeka, seperti Bosnia, Bulgaria, Republik Ceko, Hungaria, Polandia, Romania, Serbia, Vatikan, hingga Swedia. Total ada 138 negara yang mengakui Palestina telah merdeka.

Namun, masih ada 55 negara yang belum mengakui Palestina sebagai negara, di antaranya adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jepang, Jerman, dan Kanada. Negara lain, kebanyakan adalah sekutu-sekutunya, atau negara-negara proksi. Mereka ini hanya mengenal negara Israel, dan Palestina adalah wilayah dari Israel. Hamas, Palestinian Islamic Jihad, dan organisasi-organisasi perlawanan Palestina adalah teroris. 

Kalau kita amati, dalam konflik Palestina-Israel, pihak-pihak yang pro Israel adalah negara-negara yang sebelum perang dunia II merupakan penjajah, baik di Asia maupun Afrika. Mereka juga sampai sekarang belum mengakui kemerdekaan Palestina.

Hanya 55 negara yang belum mengakui. "Hanya!" ya, hanya. Karena yang "hanya" ini adalah negara yang memiliki kuasa luar biasa. Sebut saja: Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Kanada. Tiga di antaranya memiliki hak veto dan selalu memveto keputusan-keputusan yang dianggap mengutungkan Palestina dan merugikan Israel. Mereka juga sangat melindungi sekutu tercinta mereka: Israel.

Sepertinya, arogansi mereka sebagai "barat" yang lebih tinggi dari "timur" masih melekat hingga sekarang ini. Mereka ogah tunduk dengan kekuatan Timur, meski barangkali logika mereka mengakui. Ada gengsi. Ada sesuatu yang akan hilang jika mereka tunduk pada tekanan dunia timur.

Karena merasa didukung oleh barat, Israel yang juga belum mengakui kemerdekaan Palestina, ngelunjak dan selalu berusaha merebut semua wilayah Palestina. Dalam pidato di UN baru-baru ini, Netanyahu menunjukkan Peta Israel yang meliputi semua wilayah Palestina, termasuk Gaza dan West Bank.

Peta baru Israel versi Netanyahu

Pola pikir masyarakat Barat yang merasa superior, klop dengan pola pikir Israel yang mengklaim diri sebagai ras pilihan. Diksi bahwa melawan Hamas adalah melawan manusia binatang, bahwa 600 warga Israel lebih berharga dari 20.000 orang Amerika, dan berbagai kalimat-kalimat yang terucap dari para pemuka Israel maupun negara sekutunya, menunjukkan bahwa rasa superior melekat di alam bawah sadar mereka.

Konflik Palestina-Israel, bukan sekadar konflik agama, konflik kemerdekaan, tetapi juga konflik antara orang-orang yang menginginkan superioritas atas ras tertentu (apartheid) dan yang menginginkan kesetaraan. Karena inilah, banyak masyarakat di dunia mulai menyadari, dan ramai-ramai menyatakan "We stand with Palestine".

Keberadaan internet dan media sosial, yang telah menghancurkan sekat-sekat geografis, membuat dunia menjadi semacam "global village" (meminjam istilah Marshall McLuhan). Bumi mengecil, dan informasi dengan cepat menyebar. Media mainstream tidak lagi mendikte publik dengan infomasi, atau bahkan framing maupun propagandanya. Dalam Perang Tufan Al-Aqsa inipun, beberapa kali proganda Israel dipatahkan oleh publik. Pembantaian bayi, perkosaan perempuan Israel, hingga terakhir, bahwa Hamas dan PIJ mengebom Rumah Sakit Al-Ahli untuk mencari simpati dunia, berhasil dibantah dengan bukti sangat meyakinkan.

Akun-akun di media sosial yang pro Palestina, bukan lagi nama-nama Arab, Malaysia atau Indonesia, tetapi juga wajah-wajah "bule" dan nama-nama yang identik dengan orang Amerika Serikat atau Eropa. Meskipun negara mereka secara resmi mendukung Israel, mereka bersikap kritis dan objektif. Bahkan, orang-orang Yahudi pun gerah dengan sikap Israel. Saat ini mulai muncul kelompok Yahudi yang "sholeh" yang menolak melokalisir Yahudi sebagai negara Israel, karena menurut mereka, Yahudi adalah sebuah agama, bukan bangsa. Mereka ikut berdemonstrasi mendukung Palestina.

Sebuah poling di Twitter yang diselenggarakan oleh World of Statistics ini memperlihatkan ternyata lebih banyak Netizen internasional yang simpati dengan Palestina. Dari 1.427.178 peserta poling, hanya 40% yang bersimpati terhadap Israel, sementara Palestina 45% dan yang simpati dengan keduanya 15%. Artinya, 60% masyarakat simpati dengan Palestina. Padahal, total populasi Muslim di dunia hanya sekitar 25-30% saja.




Maka, ini adalah kalimat penutup yang saya buat ini, semoga dibaca oleh orang-orang Israel.

Sekuat apapun militer kalian, Israel, sebesar apapun dukungan sekutu-sekutu kalian, ingatlah kalian tinggal di dunia dengan milyaran penduduk yang setiap hari mendapatkan kabar tentang arogansi kalian. Dunia tak akan diam. Mereka murka! Tunduklah pada hukum internasional. Beri keadilan untuk warga Palestina. Kembalikan tanah air mereka. Kembalikan apa yang telah kalian rampas dari Palestina. Biarlah Palestina merdeka dan hidup damai di tanah air mereka.

Posting Komentar untuk "Bukankah Palestina Sudah Merdeka?"