Widget HTML #1

Tufan Al Aqsa 2: Respon dari 75 Tahun Penjajahan!

Kedatangan Yahudi Zionisme pada tahun 1928 (foto: National Geographic)


Sebelas hari berlalu setelah peristiwa Tufan Al-Aqsa, atau Serangan Badai Al Aqsa yang dilakukan Hamas kepada tentara Israel. Bukannya mereda, perang justru bertambah sengit. Israel membalas serangan Tufan Al-Aqsa tersebut dengan bombardir tiada henti. Ironisnya, sasaran balas dendam Israel ternyata justru warga sipil yang berada di Gaza. Kota Gaza nyaris hancur total oleh kebrutalan Israel.

Terakhir, Israel dikabarkan mengebom Al-Ahli Baptist Hospital, yang menyebabkan 500 orang (termasuk pasien) terbunuh. Menurut kementerian kesehatan Gaza, korban tewas dalam serangan ini kebanyakan adalah wanita dan anak-anak. Yordania dikabarkan Al-Jazeera memutuskan membatalkan pertemuan dengan presiden AS Joe Biden dan presiden Mesir Abdul Fattah As-Sisi setelah serangan tersebut.

Bukan hanya pemimpin negara-negara Muslim, negara-negara barat juga mengutuk keras serangan tersebut. Presiden Perancis, Emmanuel Macron, dalam akun di X (Twitter), mencuit: “Nothing can justify a strike against a hospital. Nothing can justify targeting civilians.” 

Sementara itu, The French Foreign Ministry dalam akun X mencuitkan kalimat begini, "France strongly condemns the strike against Al-Ahli Hospital in Gaza City. International law is binding on everyone and entails the protection of civilian populations."

Bagaimana dengan kejadian pengeboman itu? Bukan Israel jika tidak ngeles. Karena dikecam oleh seluruh dunia, termasuk sekutu-sekutunya, Israel mencoba menuduh bahwa yang terjadi di Al-Ahli Baptist Hospital adalah roket Jihad Islam yang salah sasaran. IDF pun memperlihatkan video sebuah roket yang meluncur dan diklaim mengenai sebuah rumah sakit. 

Ukuran roket milih Hamas dan PIJ kira-kira sebesar ini

Namun, banyak yang tidak percaya klaim IDF tersebut. Tidak mungkin roket Jihad Islam bisa menghancurkan rumah sakit dan membunuh 500 orang dalam satu waktu. Atas tudingan Israel ini, Jihad Islam menolak tegas. Sejumlah ahli bom pun melakukan analisis dengan kesimpulan sebagai berikut (sumber klik sini): 
  • The explosive device likely ranged from 300-600 lbs. Larger bombs would've scattered more debris in the parking lot than on buildings (Alat peledak kemungkinan berkisar antara 300-600 lbs. Bom yang lebih besar akan menyebarkan lebih banyak puing di tempat parkir dibandingkan di gedung).
  • A 700lb+ bomb would've caused more damage to building tops due to shockwaves (Bom seberat 700 pon+ akan menyebabkan lebih banyak kerusakan pada puncak bangunan akibat gelombang kejut).
  • Most visible damage is attributed to the fuel explosion; the primary explosion likely caused structural damage (Kerusakan yang paling terlihat disebabkan oleh ledakan bahan bakar; ledakan utama kemungkinan besar menyebabkan kerusakan struktural). 
1 lbs adalah 0.453592 kg. Berarti berat bom  adalah sekitar 135-270 kilogram. Ini jelas tidak dimiliki Jihad Islam ataupun Hamas. Bom ini dijatuhkan melalui pesawat tempur oleh Israel. Soal kebohongan, saya sudah bahas di bagian pertama tulisan ini.

Yang jelas, pengeboman rumah sakit ini semakin membuka mata dunia, bahwa Israel memang benar-benar sangat keji. Tak ada satupun aturan perang yang membolehkan pengeboman rumah sakit.

* * *

Alasan penyerangan Hamas melalui Operasi Badai Tufan Al-Aqsa, sering disebut-sebut sebagai sebab kehancuran di Gaza. Banyak masyarakat, termasuk di Indonesia, menganggap bahwa Hamas adalah teroris, Hamas adalah penyebab malapetaka, Hamas adalah organisasi garis keras yang sering membunuh orang-orang yang tak sepaham dengannya. Benarkah?

Ketika Duta Besar Palestina di UK, Husam Zomlot, dalam sebuah talkshow di BBC, diminta mengutuk serangan Hamas ke Israel, dengan tegas Zomlot mengatakan, "Hamas is a militant group, you are talking to a Palestinian representative - and our policy is very clear. This is not about support or not support (Hamas). I am here to represent the Palestinian people, and what they are going through. I am not here to condemn anybody. And if anybody that needs to be condemned is what you call 'the only democracy in the Middle East' and that is Israel." Sumber klik sini.

Rakyat Palestina menganggap bahwa Hamas adalah salah satu faksi yang berjuang untuk kemerdekaan Palestina. Untuk menjelaskan hal tersebut secara lebih mendalam, mari kita buka lembar-lembar sejarah, agar kita memahami duduk perkaranya.

* * *

Kota Jerusalem, tahun 1900

Penjajahan Inggris

Sebelum kedatangan Imigran Yahudi Zionisme, penduduk Palestina hidup berdampingan secara damai, muslim, kristen, yahudi. Saat itu, Palestina merupakan salah satu provinsi di bawah Kekhalifahan Turki Ottoman. Turki membuat blunder karena bergabung dengan Jerman saat perang dunia pertama. Jerman dan aliansinya termasuk Turki Ustmani mengalami kekalahan, membuat sejumlah wilayah jatuh ke tangan Blok Sekutu. Wilayah Palestina kemudian dimandatkan kepada Inggris. Istilah mandat Liga Bangsa-Bangsa untuk Inggris atas Palestina ini cuma bahasa halus dari penjajahan saja, sih, Sobat. 

Perang Dunia I diakhiri dengan serangkaian perjanjian, salah satunya adalah pemberian LBB kepada Inggris untuk menduduki Palestina dan Yordania (Transyordania) yang dimulai dari tahun 1920 hingga 1948. Ibukota dari Mandat Inggris adalah Yerusalem.  Namun, sebelum 1920 pun, peran Inggris di Palestina sudah sangat kuat. Bahkan, pada tahun 1917, Inggris melakukan sebuah kesalahan fatal dalam sejarah. 

Bencana terjadi ketika Inggris menyatakan bahwa mereka telah membuka Palestina sebagai "National home for the Jewish People." Pernyataan tersebut dicantumkan dalam secarik surat dari menteri luar negeri Inggris, Sir Arthur Balfour kepada pimpinan tokoh Yahudi, Lord Lionel Walter Rothschild, seorang anggota parlemen Inggris yang merupakan orang Yahudi.

Deklarasi Balfour

Deklarasi tersebut memang hanya sekadar "membuka rumah nasional untuk orang-orang Yahudi", bukan sebuah izin untuk mendirikan negara. Namun, rumah nasional itu kemudian berdenging di seantero Inggris, bahkan Eropa. Lalu para imigran Yahudi datang, kebanyakan dari Jerman, korban Holocaust. Mereka disambut dengan baik oleh warga Palestina.

Ada pendapat lain yang beredar, bahwa di satu sisi, sebenarnya Komisioner Inggris untuk Mesir, yakni Sir Henry McMahon, sempat saling berkorespondensi kepada Syarif Mekah, Hussein bin Ali, bahwa mereka akan mengakui kemerdekaan Arab setelah perang dunia I, kecuali beberapa daerah di Suriah. Janji itu muncul, karena Syarif Mekah hendak memisahkan diri dari Kesultanan Turki Ustmani dan bermaksud mendirikan negara Arab bersatu. Palestina merupakan wilayah yang berada dalam negara yang akan didirikan oleh Syarif Mekah(1).

Deklarasi Balfour ini disambut oleh kaum Yahudi. Sekitar 56.000 orang Yahudi kemudian datang ke Palestina dan menetap di sana, jumlahnya saat itu baru sekitar 8% dari total masyarakat Arab Palestina.

Selama Palestina dalam penjajahan Inggris, orang Yahudi terus berdatangan ke Palestina. Namun jumlahnya belum terlalu banyak, sampai kemudian terjadilah peristiwa holocaust di Jerman saat perang dunia II. Nazi membantai orang-orang Yahudi di Jerman. Perlakuan kejam Nazi ke kaum Yahudi salah satunya adalah dengan mendirikan Ghetto, yaitu pemukiman yang terpisah, padat penduduk, dan kumuh, sebagai "penjara" untuk bangsa Yahudi. Selain dimasukkan dalam ghetto-ghetto, kaum Yahudi dibunuh, menurut berbagai sumber, diklaim 5 juta Yahudi terbunuh oleh Nazi. Para pengungsi dari Jerman kemudian mendatangi Palestina yang telah disediakan penjajah Inggris sebagai "rumah nasional" mereka.

Makin hari, jumlah Yahudi Zionist makin banyak, dan membentuk kekuatan yang besar dan agresif melakukan provokasi terhadap penduduk asli Palestina. Populasi Zionist saat itu mencapai 33% dari total populasi di Palestina.

UN Plan 1947
Sebelum tahun 1947, sudah terjadi perlawanan bangsa Palestina terhadap pendudukan Inggris maupun Zionisme. Salah satu tokoh perlawanannya adalah Izzudin Al-Qassam, yang kemudian dibunuh oleh aparat Inggris. 

Ketika Indonesia sudah merdeka pada tahun 1945, juga negara-negara Asia dan Afrika lainnya, kondisi yang sama tidak terjadi pada Palestina. Tahun 1946, tepatnya pada 25 Mei 1946, Emirat Transyordania mendapatkan kemerdekaan setelah sebelumnya merupakan mandat dari Liga Bangsa-Bangsa kepada Inggris. Wilayah Transyordania meliputi Yordania dan Palestina. 

Bukannya diberikan kemerdekaan sebagaimana bangsa Yordania, pada 1947 justru PBB (UN) membuat Resolusi 181 berupa sebuah planning yang disebut sebagai Partition of Palestine. Dengan semena-mena, PBB membagi tanah Palestina menjadi 2, yaitu 44%  menjadi negara Palestina, dan 56% menjadi wilayah Israel (lihat peta di bawah ini).

Peta Palestina dari masa ke masa


Tragedi Nakba

Tahun 1948, Mandat PBB pada Inggris atas Palestina telah berakhir. Israel memproklamasikan berdirinya negara Israel, di tanah yang sebelumnya telah dihuni Bangsa Arab selama berabad-abad. Tentu bangsa Arab sangat marah. Mereka melawan. Akan tetapi, paramiliter Israel dibantu dengan sekutu-sekutunya, melakukan operasi menghancurkan desa-desa dan mengusir orang-orang Palestina. 
700.000 orang Palestina diusir dari rumah mereka, mengungsi ke berbagai penjuru dunia. Tragedi itu disebut sebagai Nakba, artinya bencana! Pasca tragedi Nakba itu, jutaan orang Palestina tersebar di seluruh dunia, awalnya sebagai pengungsi, dan ternyata tak bisa kembali ke kampung halaman.

Nakba merupakan awal pendudukan Zionist Israel yang telah berlangsung dari tahun 1948 hingga saat ini, yakni sudah terjadi selama 75 tahun. Apa yang terjadi selama 75 tahun? Tentu banyak ketidakadilan terpampang jelas di depan mata.

Sejak Nakba hingga sekarang, sudah lebih dari 100.000 warga Palestina wafat karena kekejaman Israel.

Israel, terus mencaplok wilayah Palestina, makin lama makin luas tanah yang mereka duduki, sampai sekarang tinggal tersisa kurang dari 15%. 

Saat ini, wilayah Palestina yang tersisa tinggal Gaza dan Tepi Barat. Di Gaza, penduduk Palestina diblokade sejak 17 tahun silam. Mereka ibarat hidup dalam penjara terbuka, tidak diberikan akses keluar, dan semua dalam kontrol pemerintah Zionis. Sudah banyak masyarakat internasional mengutuk kekejian ini.

Gaza telah menjadi "penjara terbuka terbesar" di dunia, dengan sekitar 2 juta penduduk yang berjejal-jejal menjadi kawasan terkumuh dan terpadat di dunia. Pengangguran sangat tinggi. Akses terhadap air, makanan, listrik, kesehatan dll, sangat terbatas. Sementara, di Tepi Barat, warga Palestina terus mengalami kekerasan baik dari aparat maupun sipil yang dipersenjatai. Rumah-rumah dibuldoser. Mereka terdesak oleh pemukim Israel yang menginginkan mereka pergi dari tanahnya sendiri.



Referensi:
(1) Huneidi, Sahar (2001). A Broken Trust: Sir Herbert Samuel, Zionism, and the Palestinians. I.B.Tauris. hlm. 84. ISBN 978-1-86064-172-5.

Posting Komentar untuk "Tufan Al Aqsa 2: Respon dari 75 Tahun Penjajahan!"