Psikolog Atau Psikiater? Apa Perbedaannya?



Waduh, aku rasa-rasanya sedang punya masalah kesehatan mental yang cukup berat, nih. Punya kenalan psikolog nggak? Aku butuh obat penenang.

Aku sedang konflik berat dengan pasanganku, enaknya aku ke psikiater mana, ya?
Kok ada psikolog dan ada psikiater. Apa sih bedanya? 

Mungkin, dalam sehari-hari kita sering mendengar pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Psikolog dan Psikiater kita anggap sinonim dan memiliki wewenang yang sama, sampai kadang terbolak-balik dalam menempatkannya. Sekilas tampak sangat sederhana. Namun, ternyata jawaban dan risiko dalam salah mendefinisikan dan memilih, bisa berefek yang sama sekali tidak sepele.

Yes! Meskipun kesadaran akan kesehatan mental saat ini sudah semakin membaik, ternyata masih banyak orang yang belum bisa membedakan antara psikolog dan psikiater. Juga bingung, kapan harus ke psikolog, kapan harus ke psikiater? Bukankah keduanya sama saja?

Sobat, psikolog dan psikiater adalah dua profesi yang berbeda, meski sama-sama berkecimpung di dunia kesehatan mental. Sebelum kita bahas apa saja kewenangannya, kita bedakan dulu yuk, kedua profesi tersebut. Tentu ada sederet panjang perbedaan, namun saya hanya akan membahas tiga poin saja. Boleh, kan? 

Pertama, latar belakang pendidikan

Ini perbedaan yang paling prinsip. Seorang psikiater adalah seorang dokter, jadi dia memang kuliah di jurusan kedokteran umum. Setelah menjadi dokter umum, untuk menjadi psikiater, dia kemudian mengambil program spesialis kedokteran jiwa. 

Kini, punya gambaran kan? Makin jelas, kan? Psikolog dan Psikiater adalah dua ilmu dan profesi yang berbeda. Kalau mau jadi psikiater, setelah lulus SMA, kamu harus kuliah di jenjang S1 jurusan kedokteran umum, Fakultasnya Kedokteran. Ingat, jurusannya kedokteran umum. Sebab, Fakultas Kedokteran sering juga menaungi jurusan lain, misal kebidanan. Bahkan, di beberapa Universitas, seperti UNS, psikologi ada di bawah Fakultas Kedokteran. Namun, untuk menjadi dokter, kamu harus mengambil jurusan kedokteran umum.

Biasanya selama 4 tahun kamu akan lulus, dan mendapatkan gelar sarjana kedokteran (S.Ked). Kalau masih S.Ked, meski sudah memiliki ilmunya, kamu belum boleh mengobati pasien. Kamu harus melanjutkan pendidikan profesi kedokteran, atau biasanya disebut sebagai co-ass selama 2 tahun. Dulu, istilahnya dokter muda. Kalau lulus profesi, kamu akan disumpah dokter dan mendapatkan gelar dokter umum atau disingkat dr. 

Apakah setelah menjadi dokter, kamu sudah bisa disebut sebagai psikiater? Belum! Setelah itu, kamu harus mengambil PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) dengan spesialisasi kedokteran kejiwaan, yang biasanya menempuh waktu 8 semester, atau 4 tahun. Setelah selesai, kamu akan mendapatkan gelar SpKJ atau Spesialis Kedokteran Jiwa. Jika namamu adalah Setiawan, maka titel kamu adalah seperti ini: dr. Setiawan, SpKJ. Titel S.Ked yang diperoleh setelah lulus S1 sangat jarang dipakai jika kamu telah berhasil mendapatkan titel dokter. 

Mari kita rekap, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjadi psikiater? Paling tidak, kamu membutuhkan waktu cukup lama, yaitu 10 tahun. 4 tahun di S2, 2 tahun di profesi kedokteran, dan 4 tahun di PPDS. Hmm... lama juga, ya? Itu kalau kuliahmu lancar dan tidak perlu mengulang mata kuliah yang tidak lulus.

Bagaimana dengan menjadi psikolog? Setelah lulus SMA, kamu harus kuliah di jurusan psikologi selama 4 tahun, dan mendapatkan titel Sarjana Psikologi (S.Psi). Tunggu, meskipun sudah lulus, kamu tidak langsung bisa jadi psikolog, tetapi harus menempuh pendidikan profesi psikologi yang biasanya sekitar 1,5 tahun, sehingga mendapatkan titel Psikolog. Jadi, kalau namamu adalah Setiawan, titelmu menjadi: Setiawan, S.Psi, Psikolog. Kalau nanti kamu melanjutkan S2 yang linear, kamu akan mendapatkan titel Magister Psikologi, sehingga titelmu menjadi Setiawan, S.Psi, M,Psi, Psikolog.

Namun, tanpa S2 pun, asal sudah menyelesaikan pendidikan profesi, kamu sudah bisa menjadi psikolog. Jadi, kamu perlu belajar selama paling tidak 5,5 tahun. Memang menjadi psikolog lebih pendek waktunya dibandingkan dengan psikiater. Hanya saja, ini baru profesi psikolog umum. Untuk menjadi spesialis, kamu harus mengikuti program profesi spesialis psikologi. Namun setahu saya, tolong koreksi jika salah ya, sepertinya di Indonesia belum ada--atau setidaknya jarang sekali, kampus yang sudah membuka program spesialisasi psikolog ini. Kebanyakan baru profesi untuk psikolog umum.

Kedua, bagaimana perbedaan kewenangannya?

Psikolog sendiri sebenarnya juga punya konsentrasi sendiri-sendiri. Secara umum, psikologi dibagi menjadi beberapa sub, seperti psikologi klinis, psikologi pendidikan, psikologi industri, atau juga psikologi perkembangan. Saat menempuh profesi pun, mereka akan memilih konsentrasinya masing-masing. Nah, yang cenderung mirip dengan dengan psikiater tentunya adalah psikolog klinis.

Psikolog klinis adalah seorang profesional di bidang psikologi yang memiliki keahlian dalam menilai, mendiagnosis, dan menangani masalah psikologis atau gangguan mental pada individu. Untuk bisa berpraktek sebagai psikolog klinis, tentu kudu punya surat izin praktik dari HIMPSI. 

Dalam kesehatan mental, psikolog klinis berhak melakukan beberapa hal, misalnya:
  • Asesmen Psikologis:  evaluasi psikologis melalui wawancara, observasi, dan tes psikologis.
  • Psikolog klinis juga bisa melakukan diagnosis, yaitu menentukan apakah seseorang mengalami gangguan mental tertentu sesuai dengan kriteria dalam DSM-5 atau ICD-10. 
  • Selanjutnya, psikolog berhak melakukan terapi dan konseling, seperto terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi psikodinamik, terapi humanis, terapi keluarga, dan pendekatan lainnya.
Bagaimana dengan psikiater? Karena dia adalah seorang dokter di bidang ilmu kejiwaan, maka tentunya punya kewenangan medis yang penuh untuk melakukan pemeriksaan, diagnosis dan memberikan resep obat. Nah, ini salah satu beda yang sangat signifikan: dokter spesialis kejiwaan atau psikiater berhak memberikan obat, sementara psikolog tidak boleh.

Ketiga, Kapan ke Psikolog, Kapan Ke Psikiater?

Jadi, kapan kita harus ke psikolog dan kapan harus ke psikiater? Masih bingung? Nggak kan, ya?

Kalau kamu sedang merasakan gangguan mental seperti stres, merasa sedih yang terus menerus, dilanda amarah yang tak henti-henti, hilang harapan, sulit fokus, nggak punya semangat hidup dan sebagainya, kamu bisa datang ke ke Psikolog Klinis. Kadang, kita juga butuh memahami bagaimana kepribadian kita, bagaimana cara belajar yang baik, bagaimana melejitkan potensi diri, kita juga bisa datang ke psikolog, tetapi lebih tepatnya tentu ke psikolog yang fokus di pendidikan atau perkembangan. Sementara psikolog klinis tentunya fokus ke gangguan mental.

Tapi kalau gejala yang kamu alami sudah mengarah pada gangguan mental yang berat, seperti merasa halusinasi, bipolar, skizofrenia, depresi berat, dan hal-hal yang sudah mengganggu fisikmu, kamu sebaiknya langsung ke psikiater. Kamu mungkin akan diberikan obat yang bisa meredakan problem fisiologis yang berkaitan dengan kejiwaanmu.

Tapi, dalam banyak kasus, masalah gangguan mental bisa kok ditangani dua profesi sekaligus, yaitu psikolog dan pskiater. Setelah diberi obat oleh dokter jiwa, pasien bisa diterapi oleh psikolog. Hasilnya bisa jauh lebih efektif.

Semoga tidak bingung lagi, ya?

Posting Komentar untuk "Psikolog Atau Psikiater? Apa Perbedaannya?"

banner