Surat Terbuka Untuk Pemimpin: Tolong Selamatkan Kami!
Kepada yang Terhormat, Para Pemimpin Kami...
Perkenalkan, saya Afifah Afra, rakyat biasa. Dengan segala hormat, izinkan kami menyampaikan kegelisahan, kepedihan, sekaligus harapan besar kepada Anda, wahai para pemimpin negeri ini. Negeri yang kami cintai dengan segenap merah darah kami dan putih tulang kami.
Kami bukan hendak menyalahkan, bukan pula hendak menciptakan kegaduhan. Kami hanya ingin mengajak melihat kembali apa yang sedang terjadi di tanah yang sama-sama kita cintai: tanah yang kini porak-poranda oleh banjir besar dan longsor yang menimpa puluhan kabupaten di Pulau Sumatera.
Mari kita bersepakat, bahwa bencana yang terjadi bukanlah peristiwa biasa. Ini bencana ekologis yang mungkin salah satu terbesar di Indonesia. Kita boleh mengatakan bahwa ini disebabkan Badai Siklon Senyar yang mengirim hujan sangat deras. Tetapi, kita harus menerima fakta, bahwa memang telah terjadi kerusakan lingkungan luar biasa, yang membuat paparan bencana menjadi semakin luas, dan kerentanan para penyintas semakin tinggi.
Kini, korban jiwa telah mencapai ratusan, dan bila mereka yang masih hilang ditemukan, angka itu mungkin menyentuh ribuan. Kerugian materi belum selesai dihitung. Kita melihat berapa banyak rumah hancur, jembatan putus, jalan terbelah, fasilitas umum tersapu bersih. Derasnya arus air yang membawa kayu-kayu gelondongan adalah bukti telanjang bahwa kerusakan terjadi jauh di hulu, jauh sebelum badai datang. Bayangkan, tak hanya deras arus banjir dan longsor yang menimpa mereka, tetapi juga hantaman kayu-kayu yang meremukkan semua yang dilewati.
Selama beberapa dekade terakhir, jutaan hektar hutan alami di Sumatera telah dialihkan menjadi berbagai bentuk perkebunan dan konsesi. Hutan yang dahulu menjadi penyangga kehidupan kini berubah menjadi hamparan monokultur yang tak lagi mampu menahan laju air. Ketika hutan ditebang, tanah kehilangan daya serapnya, sungai kehilangan pengendalinya, dan masyarakat kehilangan pelindungnya.
Kami memahami bahwa kebijakan-kebijakan pengelolaan hutan selama ini diambil dengan niat memperkuat ekonomi. Namun kini, setelah bencana sebesar ini, kami memohon agar para pemegang kebijakan berkenan mengevaluasi ulang:
Berapa yang benar-benar kita hasilkan dari eksploitasi hutan?
Dan berapa besar yang harus kita bayar sebagai gantinya?
Itu baru kerugian materi. Belum terhitung kerugian imaterial: hilangnya ekosistem penyangga, punahnya satwa, rusaknya hubungan masyarakat dengan tanah leluhur, trauma anak-anak yang kehilangan rumah dan orang tua, serta terkikisnya rasa aman akan masa depan.
Sejak kecil kita belajar sains. Kita mengenal konsep ekologi, keseimbangan alam, siklus air, fungsi hutan. Bahkan di taman kanak-kanak pun, anak-anak telah diperkenalkan tentang pentingnya pohon. Tetapi mengapa ketika tiba pada pengambilan kebijakan besar, ilmu dasar itu seakan dilupakan?
Yang terhormat para pemimpin kami,
Kami memohon agar Bapak/Ibu tidak lagi terjebak dalam echo chamber yang hanya menguatkan keyakinan sendiri dan menyingkirkan suara yang berbeda. Keseimbangan tidak tercipta dari satu sisi saja. Hangat lahir dari pertemuan antara panas dan dingin. Begitu pula keseimbangan lingkungan: ia lahir dari pertemuan antara keberanian membangun dan kebijaksanaan menjaga.
Mungkin selama ini kita terlalu lama berpegang pada satu ekstrem—ekonomi di atas segalanya. Mungkin sudah saatnya bertemu dengan suara-suara lain: para ilmuwan lingkungan, masyarakat adat, aktivis konservasi, akademisi, hingga para korban yang kehilangan keluarganya.
Jadikanlah bencana ini sebagai cermin untuk melihat kembali langkah-langkah yang telah ditempuh. Tidak ada salahnya bersikap legowo. Tidak ada ruginya mengakui bahwa ada kebijakan yang perlu diperbaiki. Justru di situlah letak kebesaran seorang pemimpin.
Kami memohon:
Please, beranilah melakukan pivot menuju kebijakan yang lebih seimbang, lebih berkelanjutan, dan lebih berkeadilan bagi alam serta manusia. Tolong selamatkan nyawa dan kehidupan kami dari bencana lingkungan yang mungkin akan terus terjadi jika upaya-upaya menuju keseimbangan ekologis tidak Anda lakukan.
Karena negeri ini hanya satu. Kehidupan kami pun hanya sekali.
Dan masa depan anak-anak kita bergantung pada keputusan yang dibuat hari ini.
Hormat kami,
Warga yang mencintai Indonesia dan mendamba perubahan.
Afifah Afra (Yeni Mulati).



Posting Komentar untuk "Surat Terbuka Untuk Pemimpin: Tolong Selamatkan Kami!"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!