Menulis, Tradisi Pemimpin Sejati (2)


Lanjutan dari Menulis, Tradisi Pemimpin Sejati (1)
Bagi seorang pemimpin, menulis adalah tradisi. Dalam sejarah, kita melihat bahwa tokoh-tokoh besar, selalu berinteraksi dengan dunia ini dengan intensif. Bahkan, karya tulis, menjadi sebuah ‘jejak sejarah’ tersendiri bagi seorang pemimpin sejati.
Bicara tentang ‘jejak sejarah’ saya jadi teringat akan guyon ‘Phitecanthropus erectus’ alias manusia kera yang berjalan tegak. Sebuah daerah, disebut telah memasuki fase sejarah jika telah ditemukan tulisan, dan bentuk dari tulisan itu, umumnya berupa prasasti, yang biasanya berisi tentang prestasi-prestasi raja-raja yang berkuasa saat itu. Jika pada sebuah daerah belum ditemukan prasasti, maka daerah tersebut masih mengalami fase prasejarah. Indonesia, meninggalkan fase prasejarah di awal abad V M, dengan ditemukannya 7 buah yupa di daerah Kutai, Kalimantan Timur, yang bercerita tentang Mulawarman, raja mereka.
Masuknya Indonesia ke fase sejarah ini, jika dibandingkan dengan Mesir, India, China, Persia, Yunani dan Romawi, sebenarnya termasuk terlambat. Ke-6 pusat peradaban kuno itu, telah memasuki peradaban sejak ribuan tahun yang lalu. Sejarah kenabian di daerah Timur Tengah (antara Mesir hingga Persia/ Mesopotamia), telah dimulai sejak bermilenium silam. Kitab-kitab samawi, seperti zabur, taurat dan injil, diturunkan di daerah tersebut. Termasuk shuhuf (lembaran-lembaran) yang juga diturunkan kepada Ibrahim dan Musa.
Jadi, kata lelucon itu, bisa dianalogikan, jika seorang pemimpin belum bisa meninggalkan prasasti, alias ‘jejak’ sejarah, maka seseorang masih dalam fase prasejarah. Prasasti, ditulis di atas batu. Jika zaman tersebut telah ditemukan mesin cetak, maka prasasti itu mungkin berupa buku. Jadi, seseorang yang belum meninggalkan ‘jejak’ berupa buku, ia masih dalam fase prasejarah, masih satu kerabat dengan Phitecanthropus erectus, dan belum masuk menjadi anggota Homo sapiens, alias manusia yang berpikir.
Nyata-nyatanya, banyak pemimpin sejati yang ’tak pernah mati’ karena kecemerlangan mereka terprasastikan. Dan, dengan ’prasasti-prasasti’ itu, mereka terpinggirkan saat hidupnya, terpenjarakan, bahkan dihukum mati—seperti yang terjadi pada Sayyid Qutb, salah seorang pimpinan Pergerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Kita mengenal Bung Hatta, yang menjadikan dunia tulis menulis sebagai bagian dari ’nafas’ kehidupannya. "Ada lebih-kurang 151 judul buku tulisan Bung Hatta, 42 buku tentang Hatta, dan 100-an artikel Bung Hatta di berbagai majalah Belanda yang ada di koleksi perpustakaan kami," kata Harry A. Poeze, yang menjabat Direktur Pres KITLV, sebagaimana dinukil dari MBM Tempo, edisi Agustus 2001. Bahkan, masih dinukil dari Tempo, ’mas kawin’ Bung Hatta kepada istrinya adalah sebuah buku yang ia tulis sendiri, berjudul ”Alam Pikiran Yunani.”
Kita mengenal Ki Hadjar Dewantara yang dibuang ke Belanda karena menulis Als Ik Een Nederlander Was. Di ‘kutub’ pergerakan yang lain, tampaknya kita juga cukup mengenal beberapa kitab rujukan utama yang menjadi sumber inspirasi para pengikutnya. Seperti Das Capital-nya Karl Marx, Madilog-nya Tan Malaka, Mein Kampf yang juga ditulis di penjara oleh Hitler.
Jika Anda seorang pemimpin, tentu Anda tak ingin jejak sejarahnya terkubur bukan? Jadi, mengapa tak segera menghasilkan karya tulis? Sebagai seorang muslim, saya bahkan meyakini, bahwa salah satu dari 3 amalan yang terus mengalirkan pahala, meski kita telah di alam kubur, yakni ilmu yang bermanfaat, sesungguhnya bisa terejawantah dari karya-karya tulis kita. Jadi, karya-karya tulis yang terus dijadikan rujukan dalam beramal kebaikan, akan terus mengalirkan ‘royalti’ bahkan ketika kita telah menghuni liang lahat.

3 komentar untuk "Menulis, Tradisi Pemimpin Sejati (2)"

Comment Author Avatar
Luar biasa..
Menulis memang dahsyat..
Mari membuat "prasasti" dengan menulis..
Comment Author Avatar
Menulis secara profesional adalah mengabadikan diri di muka bumi.
Comment Author Avatar
setuju, dengan menulis kita bisa menyampaikan pemahaman kita. menyenangkan saat orang lain dapat memahami , apa yang kita pahami.

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!