Dahsyatnya Kekuatan Aqidah

(Dimuat di Hikmah Ramadhan, Solopos, 28 Juli 2012)

Inilah episode yang paling mendebarkan dalam hidup Sang Permaisuri.  Suaminya, Firaun, manusia yang merasa sangat hebat, sehingga mengeluarkan sesumbar: ‘ana rabbukumul a’la—akulah tuhanmu yang tinggi’, akhirnya mengetahui bahwa sang istri ternyata telah menjadi salah satu pengikut dakwah anak angkatnya, Musa a.s.,  dan mengingkarinya.Firaun pun memaksa Asiyah untuk meninggalkan Musa dan ajarannya. Alih-alih menurut, sang permaisuri justru bergeming. Ini menyebabkan amarah Firaun memuncak. Ia perintahkan pasukannya untuk mengikat tubuh Asiyah di antara empat tiang yang kuat, lalu algojo menyayat tubuhnya dan  mencambuki dengan cemeti. Melihat Asiyah bergeming, gerinda dan batu besar pun diletakkan di atas dada Asiyah. Ruh perempuan mulia ini melayang, naik tinggi ke angkasa, menuju Penciptanya.
Rasulullah saw. memuliakan Asiyah dalam sabdanya, “... Tiada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran ...” (Shahih Bukhari no. 3411).

Tentunya kita bertanya-tanya, kekuatan apakah gerangan yang telah membuat Asiyah memiliki keteguhan yang begitu mengagumkan? Ia memilih mati untuk kebenaran yang diyakininya. Sesuatu yang begitu langka, khususnya di zaman kiwari padamana pendirian seorang manusia begitu mudah dibelokkan oleh iming-iming harta, tahta, maupun wanita.

Kekuatan Asiyah bukan bersumber dari tubuh yang kuat, akan tetapi berawal dari keyakinan. Dalam istilah agama, hal tersebut lebih dikenal dengan nama aqidah. Aqidah adalah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian (yakni perjanjian dengan sesuatu yang diyakininya—dalam hal ini adalah Allah SWT). Menurut Hasan al-Banna, “Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara wajib yang diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.” 

Perkara itu adalah meyakini lima hal, yang kita namai sebagai rukun iman: Allah,  Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat serta qadha dan qadar. Keyakinan akan lima hal ini semestinya tergenggam kuat dalam benak setiap mukmin. Aqidah yang kokoh menjadikan ibadah kita ikhlas, yakni semata karena Allah. Tidak dibarengi dengan niatan-niatan lain, misalnya karena ingin mendapatkan promosi jabatan, atau ingin dipuji konstituen. 

Sebab, kita diciptakan memang semata-mata untuk menyembah Allah dengan ikhlas, sebagaimana firman-Nya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Seorang yang aqidahnya mantap, meyakini bahwa Allah senantiasa melihat perbuatannya, bahwa malaikat senantiasa mencatat segala amal-amalnya—baik ataupun buruk. Jika ia pedagang, ia tak akan berlaku curang dengan mempermainkan timbangan. Jika ia pejabat, ia akan memegang jabatannya dengan amanah, dan tak akan berani mencuri uang rakyat. Itu semua terjadi karena menyadari, bahwa segala perbuatan mereka, akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari pembalasan. 

Sayangnya, hal semacam ini terlihat kian eksklusif. Buktinya, korupsi terjadi hampir di semua sektor, mulai dari level tinggi hingga derajat ecek-ecek. Sampai-sampai muncul anekdot, bahwa di zaman orde lama, korupsi dilakukan di bawah meja, di orde baru korupsi dilakukan di atas meja, maka sekarang ini, mejanya sekaligus ikut dikorupsi. 

Mempelajari agama, memang semestinya dimulai dari aqidah. Ibarat sebuah bangunan, aqidah adalah pondasi. Bangunan yang megah tak akan bernilai apapun jika didirikan di atas pondasi yang labil. Sedikit angin bertiup saja, akan merobohkan bangunan tersebut. Sayangnya, pendidikan aqidah saat ini tampaknya belum menjadi prioritas kebanyakan manusia. Wallahu a’lam.

Posting Komentar untuk "Dahsyatnya Kekuatan Aqidah"