Akik dan Penghimpun Senja, Behind The Scene

Telah Terbit!

Sejak purba, senja mati dalam usia muda
Aku hanya mampu menggunting senja[1]
Menyimpannya di sudut hati
Dan membukanya saat aku tak tahu
Bagaimana obati penyakit rindu

SINOPSIS
Acintyacunyata[2]
Sunyi, sepi ... gelap abadi
tak peduli, terus menapak gagah
Satu demi satu langkah menjangkah
Satu demi satu misteri terpecah

Bagi sang kelana,
Hidup adalah mendedah zirah
Nan melangit di lengkung semesta
….
Sekelompok peneliti muda menelisik lurung-lurung gulita gua yang masih menyimpan seribu rahasia dengan harapan seluas samudra. Namun, elan yang membara harus berbenturan dengan amarah sang penghimpun akik. Nyawa pun menjadi taruhan. Tak ada yang bisa menahan, bahkan juga cinta sejati sang pengumpul senja.

Debur ombak pantai selatan, pantai yang penuh kenangan, pun menjadi saksi atas laranya harapan yang berbentur dengan kenyataan. Tetapi, semua toh akhirnya melarut dalam jingganya senja. Buktinya, dia mampu mengumpulkan empat ribu delapan ratus dua puluh tiga senja dalam hidupnya.

* * *

Novel ini sudah saya tulis sekitar satu setengah tahun yang lalu. Namun, seperti biasa, saya lebih senang membenamkan karya-karya saya di hard disk netbook saya. O, ya ... sebagai antisipasi, saya biasa menyimpan file-file penting saya di komputer lain pula. Biasanya di PC rumah, laptop suami, dan komputer kantor. Juga di drive-drive online. Saya tak mau cepat-cepat menerbitkan karya. Pokoknya, selalu merasa kecolongan dan ada yang terlewat saat naskah terlanjut terbit. Sering saya merasa gemas dengan buku yang sudah tercetak. Yah, kok gini... kan harusnya saya masih bisa memperhalus.... ahaha, sisa-sisa kemelankolikan saya ternyata masih ada, meski saya sudah berusaha untuk mengikisnya.

Pun dengan naskah ini. Satu tahun lebih mendekam di gudang naskah. Sampai mendadak batu akik menjadi ramai. Konon sih katanya gara-gara Barack Obama dihadiahi batu akik oleh SBY, batu akik mendadak melejit. Padahal, saat saya melakukan riset untuk menulis novel ini, harga akik sedang terjun bebas di pasaran.

Nah, nggak salah juga kan, memanfaatkan momen? Akhirnya, saya membaca ulang novel ini, lalu setelah mantap, saya serahkan ke tim Indiva Media Kreasi. Karena saat ini tim redaksi sedang sangat full job, akhirnya diputuskan menyerahkan proses editing kepada salah seorang rekan editor yang juga penulis dan blogger senior, Bang Aswi--Agus Wibowo. Dahulu, saat masih bekerja di Penerbit Era Intermedia, saya pernah mengurusi penerbitan buku beliau. Sekarang, giliran beliau yang mengurusi proses pracetak buku saya. Cover, seperti biasa saya serahkan kepada Mas Andi Rasydan, yang juga merancang cover-cover buku saya seperti De Winst, Sayap-Sayap Sakinah, Mei Hwa dan sebagainya.
Dan, setelah mendapat masukan dari sekitar 200 sahabat, baik lewat Twitter, Facebook maupun akun lain, terpilihlah cover pojok kanan bawah dengan sedikit revisi. Ini hasil cover fix-nya.

Bentang Alam Karst, Pantai dan Gua Nan Indah

Pantai Klayar... cakeeep! 
Bicara novel ini, tentu tak lepas dari kekaguman saya kepada bentang alam karst. Pada tahun 2005, saya diajak piknik suami ke Pantai Srau, Pacitan. Meski saya tidak asing dengan pantai, melihat keelokan Pantai Srau yang saat itu masih sangat sepi dan alami, saya nyaris terpekik karena takjub. Pantai yang sangat indah. Dengan batu-batu karang, binatang laut, pasir putih dan air yang sangat jernih. Mulai saat itu pula, saya mendadak jatuh cinta pada pantai karst. Saya mulai menjelajahi satu persatu pantai yang terbentang di sepanjang karts Sewu, mulai dari Gunung Kidul hingga Pacitan. 

Pantai Srau, foto tahun 2005

Ternyata, bukan hanya pantai. Bentang alam karst yang dari permukaan terlihat gersang, gundul dan penuh bukit-gunung kapur, ternyata menyimpan pesona di perut buminya. Ya, gua-gua karst ternyata sangat elok. Staklaktit dan staklakmit-nya menawan, seperti pilar-pilar istana raja-raja Eropa yang saya lihat di halaman buku-buku cerita bergambar.

salah satu contoh gua tipe karst, gambar diambil dari https://en.wikipedia.org/wiki/Caves_of_Aggtelek_Karst_and_Slovak_Karst#/media/File:Domica_Cave_22.jpg

Saya terpikat dengan alam karst yang menurut saya sangat eksotis. Terkhusus pantainya yang selalu mampu membuat saya terseret dalam sebuah pusaran cinta yang platonik. Kecintaan itu seperti menyusupkan ruh ke jemari saya. Dan, lahirlah novel ini. Saya sangat berterimakasih kepada suami saya, yang telah rela mengantar saya menjelajah kemana-mana, mulai dari Pantai Klayar, Pantai Srau, Goa Gong, juga Museum Karst di Pracimantoro, Wonogiri. Kepada tiga bocahku yang ikut mencintai pantai dan menikmati berpetualang bersama ayah-bundanya.

Saya juga berterimakasih kepada Adinda Shabrina Ws. yang cukup membantu dengan memberikan berbagai info tentang Pacitan. Juga kepada sahabat-sahabat penulis saya yang secara langsung maupun tidak langsung memberi support kepada saya untuk terus berkarya. Mbak Helvy Tiana Rosa, Mas Gola Gong, Teh Pipiet Senja, Mas Joni Ariadinata, Mbak Asma Nadia, Kang Abik, Mbak Intan Savitri, Kang Irfan Hidayatullah, Mbak Sinta Yudisia, Teh Maimon Herawati, Benny Arnas, Riawani Elyta, Octa NH, Asri Istiqomah, Irfan Abdul Aziz, Koko Nata, Ganjar Widiyoga, Naqiyyah Syam, Azzura Dayana, Mbak Dhani Pratiknyo, Leyla Hana, Marisa Agustina, Linda Satibi, Hendra Veejay, dan semua yang tak mampu saya sebut satu persatu. Tak lupa, para pembaca setia saya yang selalu menunggu karya-karya saya. Juga seluruh kru Penerbit Indiva Media Kreasi yang selalu kompak dan penuh semangat.

Kisah Penjelajah Gua, Penghimpun Senja, dan Kolektor Batu Akik

Adalah Fahira Azalea, mahasiswa cerdas yang tergila-gila kepada speleologi, alias ilmu tentang perguaan dan mencoba mengajukan dana penelitian ke sebuah NGO internasional. Tak dinyana, proposalnya di-acc olek NGO tersebut. Sayangnya, Fahira sendiri ternyata tidak memiliki pengalaman menyusuri gua-gua, terlebih gua yang menjadi objek penelitiannya, Luweng Jaran, gua dengan entrance vertikal yang membentang sepanjang 29 KM di daerah Pacitan. Mau tidak mau, Fahira harus meminta bantuan anak-anak pecinta alam, terkhusus leadernya, Anton.

Anton sendiri dikenal memiliki kepribadian negatif. Amburadul, temperamental, jarang kuliah, dan memilih sibuk menekuni dunia pecinta alam. Fahira harus berupaya keras untuk membujuk Anton, agar mau membantunya menjadi guide saat melakukan susur gua.

Sementara itu, di Pantai Klayar, Rinanti, sang penghimpun senja, selalu menunggu senja lewat di atas hamparan laut sebelum menutup warung kecilnya. Menikmati senja bagi Rinanti adalah salah satu cara untuk mengobati lukanya. Perkawinannya dengan Gunadi Hantayudha, seorang lelaki sakti mandraguna yang sering dimintai pertolongan orang-orang kaya--dari pengusaha hingga pejabat untuk memberikan tuah di batu-batu akik, nyaris kandas diterpa ketidakpastian. Gunadi, pemuda rupawan yang memilih menjadi dukun yang tersohor itu, lebih asyik menggauli pusaka-pusaka, jimat-jimat dan batu-batu  akiknya.

Rinanti nyaris kehilangan semangat dalam hidupnya. Sampai ketika pada suatu senja, seorang pemuda berambut gondrong berantakan, mendadak memintanya mendengarkan dia membaca puisi.

Aku dan jingga, bagai dua sisi keping rindu
Aku adalah sungai, jingga adalah lautan
Dan senja, adalah muara
Laut boleh jadi tak pernah bertemu sungai,
Meski dia merindu aliran airnya
Sungai boleh jadi tak pernah bertemu laut
Meski dia merindu kapal nan berlayar hingga ke hulu
Tetapi, pada sebuah muara
Sungai dan laut bertemu
Demikian pula, pada sebuah senja
Aku dan jingga memadu rindu
Hanya sejenak, tak mengapa
Sejak purba, senja mati dalam usia muda
Aku hanya mampu menggunting senja
Menyimpannya di sudut hati
Dan membukanya saat aku tak tahu
Bagaimana mengobati penyakit rindu
Akulah sang pengumpul senja

Siapa lelaki pembaca puisi itu? Dan apakah Fahira dan rombongannya berhasil menyelesaikan misinya meskipun mereka mengalami kesulitan luar biasa saat harus tersesat di gua yang misterius itu?

Alhamdulillah, novel bisa terbit sesuai jadwal. Untuk membantu teman-teman yang kesulitan mendapatkan toko buku, novel bisa dipesan secara online di SHOPEE.

Informasi pemesanan dengan tanda tangan bisa menghubungi 0878.3538.8493 (Angga) atau 0819.0471.5588 (Indiva).




[1] kalimat menggunting senja terinspirasi dari cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku”, karya Seno Gumira Ajidarma
[2] Artinya sunyi, sepi, gelap abadi. Slogan yang banyak digunakan oleh para penyusur gua (caver)

_____________________________________________________

13 komentar untuk "Akik dan Penghimpun Senja, Behind The Scene"

Comment Author Avatar
Jadi emang ada spesialis perancang sampul buku buat novel-novelnya Mbak Yeni, ya? Pantesan kayak desainnya berasa seanu ... *bingung nyari istilahnya* senapas? :D

Kan disuruh milih itu ya? Kalo pilihan saya, yang nomer ... errr, gak semua. Soalnya hitam campur orens itu bikin desainnya secara keseluruhan jadi keras banget. Gak romantis--karena sepertinya novel ini bakalan kayak novel-novel Mbak Yeni yang sebelumnya yang bakalan ada puisi-puisi dan dialog deep. Dan kalo jalan ke rak yang ditandai sebagai "Buku Islami" banyak buku yang desainnya kayak begini--bisa jadi judulnya semacam; Keutamaan Sholah Subuh. *plaaak*

Trus font yang dipakai di sampul terakhir (yang lain sendiri) itu baru cocok kalo novelnya horror fantasy. :D

Tapi saya suka gambar batu kecubungnya (akik kecubung yang ungu itu, yang kalo di toko berlian, dinamain amethys).

Karena disuruh milih kan, ya ... saya pilih yang kanan atas. Yang batunya warna merah karena desainnya secara keseluruhan lebih keren. Judulnya kan "Akik dan Penghimpun Senja", di sampul yang ini, akiknya di atas (duluan) baru abis itu senjanya.

Mbak Yeni, saya cerewet amat yaaa~ *mewek*
Comment Author Avatar
Aduuuh, I miss you, Octa... kenapa aku nggak sebut nama kamu di posting ya, padahal kamu salah satu yang menginspirasiku... *edit, aaah!

Eh, serius... gayamu yang 'celenge'an' tapi cerdas itu berkesan banget :-p

Makasih ya atas komennya. Ini masih bisa diotak-atik lagi kok, kavernya...
Comment Author Avatar
Bukan sengaja jadi spesialis sih... tapi kebetulan Mas Andi memang sudah sejak 2007 gabung di Indiva dan selalu menggarap2 cover2 buku saya. Dan saya cocok banget dengan gaya Mas Andi yang lembut realis...
Comment Author Avatar
Sukaaaa dengan postingan ini, plusss suka komen2nya mak Octa :))

Good luck ya mbaaa
Comment Author Avatar
Silakan yang hendak pre order novel ini

JUDUL: AKIK DAN PENGHIMPUN SENJA"
TEBAL: 330 HAL
HARGA: Rp 55.000,-
Harga Pre Order: Rp 35.000,-
Pemesanan hub: 0878.3538.8493
Comment Author Avatar
Masih berlaku, kak?
Comment Author Avatar
Memang manusia selalu ingin tahu, termasuk pembaca pun ingin tahu proses kreatif sang penulis ketika menulis sebuah buku. Saya makin penasaran Mba! :)
Comment Author Avatar
Karena yang menarik justru apa-apa yang menjadi behind the scene
Comment Author Avatar
Pacitan memang eksotis...
Semoga gambaran di novel ini seindah "Warna aslinya" *ngarep
Comment Author Avatar
Baca aja ya...
Kata teman2 sih begitu hehe

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!