Merdeka Adalah... Berbagi Bahagia




















Malam itu, saya menggandeng anak sulung saya, Anis, menyusuri jalan di kompleks rumah. Kami baru saja menghadiri acara malam tirakatan 17 Agustus yang diselenggarakan pengurus RT kami. Nyaris sepanjang jalan, anak saya mengomel, mengadukan ‘kesialan-kesialan’ yang dia peroleh selama mengikuti berbagai event kegiatan memperingati perayaan 17-an.

 "Pas acara tadi, masak dari puluhan door prize, nggak ada satu pun kita dapat. Kemarin lomba-lomba juga nggak ada yang menang, huh, sebal!"

"Memangnya kamu ikut lomba apa aja?" tanya saya."Makan kerupuk, kalah. Memecah air dalam plastik, kalah. Bla-bla..." dia pun menceritakan lomba-lomba yang diikutinya dengan gaya ekspresif dan bahasa yang lancar. Saya menyimak dengan tenang, sembari berpikir untuk menemukan kalimat yang tepat untuk menghibur sekaligus mengubah perspektifnya tentang lomba.

"Anis, kamu senang kalau melihat orang bahagia?" tanya saya akhirnya.
"Ya senang dong...."
"Dan mungkinkah kebahagiaan itu diborong oleh satu orang, dan tidak menciprat ke orang lain?"
Dia diam, berpikir. “Maksudnya?”

"Dalam lomba yang berlangsung sportif, tak ada kecurangan, ketika ada orang lain yang menang, berarti dia lebih baik daripada kamu. Seperti saat kamu beberapa kali menang lomba menulis. Berarti, saat itu kamu lebih baik daripada peserta lainnya, karena itu, kamu layak mendapatkan hadiah. Nah, di lomba-lomba ini, kamu kalah, dan ada yang menang. Kamu tak perlu bersedih di saat orang lain berbahagia."

"Tapi... aku kan juga ingin dapat hadiah...."
"Kenapa kau ingin dapat hadiah?"
"Sebab, kalau dapat hadiah, aku bahagia."
"Dan orang lain tidak bahagia?"
Diam lagi.

"Semua orang berhak bahagia. Dan membiarkan orang mendapatkan jatah kebahagiaan, adalah kebahagiaan itu sendiri. Bahagia itu ada jatahnya sendiri-sendiri, tidak bisa diborong oleh satu orang. Semua orang memiliki bakat dan jalan sendiri-sendiri dalam mendapatkan kebahagiaan. Jalanmu mendapat kebahagiaan, adalah menang atas lomba yang kamu kuasai betul. Jalan temanmu mendapat kebahagiaan adalah saat dia menang atas lomba yang dia juga menguasainya.”

"Hm... jadi, lomba menulis apa yang harus aku ikuti, Mi?"
Saya meliriknya, senang. Cahaya lampu jalan menyorot wajahnya, memantul di sepasang matanya yang berbinar. Dia sudah move on.
"Yang DL-nya paling dekat, ya Mi?"
"Kamu sudah ikhlas, nggak dapat hadiah?"

"Aku ingin hadiah dari hal yang benar-benar aku kuasai saja...."
"Ya, dan mari kita berbahagia jika kebahagiaan itu menyebar. Karena, merdeka yang sebenarnya adalah kemerdekaan dari rasa sedih, kemerdekaan dari hal-hal yang membuat kita kehilangan kebahagiaan.”

“Tapi, kalau di bidang yang aku merasa menguasai aku tetap kalah, bagaimana?”
“Itu berarti ada sesuatu yang harus kau perbaiki. Mungkin kau kurang gigih berlatih. Mungkin ada orang yang lebih bekerja keras dibandingkan denganmu. Tetapi setidaknya, kau menjadi tahu sudah seberapa jauh usaha yang kamu lakukan. Kekalahan di bidang yang kita kuasai saja tak boleh membuat kita patah semangat, terlebih, untuk bidang yang sama sekali tidak kau kuasai.”

“Tetapi, bagaimana dengan doorprize? Itu kan tak membutuhkan penguasaan apa-apa.”
“Tetapi, dia tetap membutuhkan izin dari Allah. Allah tak pernah salah dalam memilih siapa-siapa yang akan diberikannya kebahagiaan.”
"Oke deh, Mi!"

Kami pun berjalan bergandengan tangan dengan bahagia.
Sambil berjalan, saya teringat dengan sebuah syair lagu Nicky Astria yang pernah ngetop zaman saya kecil dulu.

Kemenangan sang juara menjadi sia-sia…
Bila menimbulkan ribuan hati yang terluka

Arogan hanya karena memenangi sebuah kejuaraan, atau terluka hanya karena kalah berlomba, bagi saya adalah sebuah bukti bahwa kita belum merdeka. Merdeka adalah, ketika kita menyadari bahwa semua orang berhak untuk menjadi bahagia, dan kita tak perlu mencukil rasa bahagia mereka meski hanya dengan sebongkah dengki.


10 komentar untuk "Merdeka Adalah... Berbagi Bahagia"

Comment Author Avatar
Hihihi ... anak-anak emang semangatnya luar biasa.

alee | www.alimuakhir.com
Comment Author Avatar
Iya... semua pengin diikuti, dan maunya menang. Kalau kalah ngambek :-)
Comment Author Avatar
Seneng baca dialog antara emak sama putrinya. Apalagi baca penutupnya. Makjleb banget. Sampe ke hati :-)
Comment Author Avatar
Ya begitulah kebiasaan kami, Mbakyu. Kadang dialognya 'filosofis', ajaibnya anak-anak mau ndengerin, nggak tahu mereka paham apa nggak, haha
Comment Author Avatar
Super banget dialognya dan aku setuju 100% :)
Comment Author Avatar
Ya begitulah emak sok filosofis... ngomong sama anak suka pakai bahasa langit. Tapi ajaibnya mereka mau nyimak, entah paham atau malah bingung ^_^

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!