Aurel Hermansyah vs Krisdayanti: Ibu dan Anak, Akurlah!

Ada yang ingat album Anang-KD ini?
Baru-baru ini, jagad infotaintment diramaikan dengan keluh kesah Aurel Hermansyah (anak buah pernikahan Krisdayanti dengan mantan suaminya, Anang Hermansyah. Aurel mengeluh karena sang ibu tak hadir (kabarnya tidak diizinkan oleh suaminya, Raul Lemos) dalam pesta ulang tahun ke-17nya. Hubungan anak dan ibu ini memang diberitakan tak harmonis. Aurel sering menceritakan hal-hal negatif tentang sang ibu, mungkin ini yang membuat KD enggan mendatangi pesta ultah anaknya.

Saya sih, sebenarnya tak terlalu intens mengikuti perkembangan berita mereka. Dulu, saat masih remaja, memang sempat saya agak-agak ‘ngefans’ dengan KD dan kakaknya, Yuni Shara. Saya juga mengoleksi kaset album KD dan Anang, bahkan beberapa syair lagunya hafal di luar kepala (ehm!). Tapi, seiring dengan waktu, saya sudah tak terlalu ngeh dengan karut-marut hubungan mereka. Selain saya jarang nonton TV, malas baca berita-berita gosip di media online atau cetak, saya juga berpikir, buat apa saya ikut-ikutan mempelototi masalah hidup orang lain? 

Namun begitu, kisah-kisah perseteruan antara ibu dan anak selalu membuat dada saya merasa nyeri. Entah apa latar belakang perseteruan tersebut, seorang ibu semestinya layak mendapatkan penghormatan tertinggi di hati seorang anak. Surga di bawah telapak kaki ibu! Begitu Rasulullah mengajarkan. Eh, ngomong-ngomong tentang hadist tersebut, saya jadi ingat kisah konyol anak saya, Hanifan (saat ini TK A/Nol Kecil). Saat masih berusia 4 tahun dan sekolah di Play Group, sepulang sekolah, mendadak Hanifan meraih kaki saya, lalu mencium-cium kaki itu dengan antusias. “Deeek, kaki Umi kotor!” pekik saya, kaget.

“Ummi, Ifan ingin liat surga… kata Ustadzah (maksudnya bu guru), surga di bawah telapak kaki ibu!” katanya, lancar.  Terharu, saya peluk Hanifan, dan menjelaskan maksud dari hadist tersebut dengan bahasa yang mudah dia pahami. Selanjutnya, hadist Al-Jannatu tahta aqdamil ummahat, adalah salah satu hadist yang paling dihapal oleh Hanifan. Seringkali, saat dia marah kepada saya, mengucap hadist tersebut, amarahnya berhasil diluruhkan.

Dalam artikel yang juga pernah saya tulis di blog ini, Setiap Anak Butuh 3 Ibu dan Cukup 1 Ayah, saya menuliskan begini:

Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi Saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi Saw. menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).

Mengapa kata “ibumu” diulang tiga kali? Saat saya membuka beberapa referensi, Imam Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi menyebutkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu memang harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Hal tersebut disebabkan karena kesulitan seorang ibu dalammenghadapi masa hamil, lalu kesulitan saatmelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak.

Jadi, seorang ibu ideal, dia akan memerankan tiga peran sekaligus bagi seorang anak. Tetapi, setidak ideal-idealnya seorang ibu, minimal dia telah memainkan satu peran bagi seorang anak: hamil dan melahirkan. Seperti apa rasanya hamil dan melahirkan? Waduuuuh, bagi pembaca yang pernah mengalami rasanya hamil, sepertinya saya tak perlu banyak berceramah. 

Maka, seburuk apapun ibu kita, seorang anak harus mampu memberikan baktinya. Coba cek ya, di ayat Al-Quran: “Karena itu, janganlah engkau mengatakan “Hus!” kepada keduanya (kedua orangtua).” (QS al-Isra’ [17]: 23). Maksud dari ayat tersebut adalah, bahkan sekadar menggerutu dengan “uf!” “hus!” dan sejenisnya pun, kita dilarang mengatakan. Apalagi kata-kata yang menyakitkan, atau menggosip tentang keburukan sang ibu di depan umum. Jadi, Aurel… pliiis deh, jaga martabat ibundamu, ya Nak!

Tetapi, seorang ibu juga jangan bertameng pada al-jannatu tahta aqdamil ummahat semata. Memang, Allah SWT memberikan kita keistimewaan luar biasa, tetapi tanpa melaksanakan berbagai tugas utama kita kepada anak, mana mungkin kecintaan anak akan lahir kepada kita. Dalam bahasa Jawa, tugas seorang ibu kepada anak adalah “asah-asih-asuh”, mengasah potensinya, mengasihi (mencintainya dengan penuh kasih), dan mengasuhnya alias menjaga, merawat, mendidiknya sejak kecil hingga dewasa. 

Tanpa kasih sayang, pengorbanan, totalitas, kita tak akan mampu menjalankan kewajiban selaku orang tua, yaitu membentuk generasi baru yang rabbaniyyah, tetap dalam fitrahnya, dan tumbuh serta berkembang optimal sesuai potensinya. 

Coba, renungilah doa yang biasa dibaca seorang anak untuk orang tuanya, “Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran". Artinya: “Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil."

Pernahkah Anda memikirkan, mengapa dalam doa tersebut ada persyaratan warhamhuma kama rabbayani shaghiran, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil? Kasih mereka sewaktu kecil itu menjadi sebuah “timbangan” bagaimana Allah mengasihani orang tua. Artinya, kalau si ibu benar-benar mengasihi, maka kasih Allah akan berbanding lurus. Jika ternyata tidak? Apakah doa anak kita akan ijabah, sementara saat si anak kecil, kita justru menyia-nyiakan si anak?

Wallahu a’lam bish-shawwab. 

Jadi, wahai Aurel dan KD, mari saling instrospeksi! Rasa-rasanya, meski di dalam media berlaku bad news is good news, tetapi kalau ada berita baik terjadi pada kalian, mayoritas masyarakat pasti akan lebih merasa bahagia ketimbang mendengar kalian berantem melulu. Dan kalian para haters, juga media gosip, jangan suka memancing di air keruh, ya! Urusi saja masalahmu sendiri, nggak usah ikut campur dengan kehidupan pribadi orang lain, meski dia artis kelas paus sekalipun. 

Artis juga manusia, punya rasa, punya hati, jangan samakan dengan pisau belati… yeaaah!

INFORMASI BUKU-BUKU TERBARU SAYA (TERBIT TAHUN 2015)
1. Nun, Pada Sebuah Cermin. Novel, Terbitan Republika.
2. Akik dan Penghimpun Senja. Novel, Terbitan Indiva Media Kreasi.
3. Sayap-Sayap Mawaddah, Non Fiksi Pernikahan, Terbitan Indiva Media Kreas

INFO LENGKAP KARYA AFIFAH AFRA
Pemesanan Online klik SINI atau SMS/WA: 0878.3538.8493

10 komentar untuk "Aurel Hermansyah vs Krisdayanti: Ibu dan Anak, Akurlah!"

Comment Author Avatar
Makasi mba afra. Mencerahkan.
Comment Author Avatar
Semoga bermanfaat. Terimakasih kunjungannya ya...
Comment Author Avatar
Yeaaah mbak :D setuju. Dear Aurel minta maaf sama Mimi ya Nak!
Comment Author Avatar
Mungkin keduanya saling proaktif mendekat, tak perlu menunggu dimintai maaf :-D
Comment Author Avatar
Suka bgd, bund. Tapi gimana caranya biar ortu aku ngerti soal itu? Biar bersikap layak dihormati dulu baru pasti timbul hormat dari anak? Kalo aku yang ingetin dianggap durhaka, kalo ga diingetin ga nyadar-nyadar.
Comment Author Avatar
Karena anak lebih muda, mestinya memang ibu yang memulai mendekat. Secara, ibu lebih banyak usianya, lebih banyak pengalamannya, sementara, bagaimana si anak, itu sebenarnya produk dari didikan si ibu. Tapi, gak ajak salahnya juga sikap hormat datang dari si anak yg lebih muda. Saya yakin kok, dik, hidup itu kayak gaung. Apa yang kita keluarkan, itu juga yang akan kita dapatkan ^_^

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!