Empat Keunggulan Anies Baswedan
Tulisan ini saya buat sekitar 7 tahun silam, saat Pak Anies Baswedan hendak maju dalam Pilkada Jakarta, yang mana kita tahu, beliau terpilih. Lika-likunya cukup dramatis. Di putaran pertama, beliau mendapatkan posisi runner up, lalu di putaran kedua, beliau menang. Saat ini, Pak Anies Baswedan berpasangan dengan Cak Imin, atau Gus Ahmad Muhaimin Iskandar, hendak maju ke Pilpres yang akan berlangsung pada 14 Februari 2014. Tetapi, tulisan ini saya kira masih tetap relevan untuk menjadi salah satu alasan mengapa kita perlu memilih beliau sebagai Presiden. Ya, secara karakter, secara psikologis, beliau paling matang dan paling siap memimpin Indonesia. Empat keunggulan ini mungkin baru menggambarkan sebagian dari karakter leadership beliau. Selamat membaca!
* * *
Sebentar lagi, Pilkada Serentak akan berlangsung di seluruh
Indonesia. Gaung Pilkada terasa di mana-mana. Solo ikut kena getarnya, meski
jatah pilkada Solo masih empat tahun lagi. Wajar saja, salah satu yang ikut
Pilkada Serentak tahun ini adalah DKI Jakarta, ibu kota negara. Apalagi,
calon-calon yang bertanding di Jakarta pun semua berkualitas, baik yang maju,
maupun bekingnya. Kasak-kusuk ibu-ibu di kampung, yang sedang bertarung di
ajang Pilkada di Jakarta sebenarnya bukan Agus, Ahok dan Anies, tetapi SBY,
Megawati dan Prabowo. Mungkin ada benarnya juga. Sebab, pada Pilkada Jakarta,
seluruh parpol pendukung tampak betul tengah mengerahkan semua kemampuan yang
dimilikinya.
Okay, Gaes... back to title, ya. Karena terus terang saya
adalah penggemar Pak Anies, dalam kesempatan ini saya ingin meyakinkan
teman-teman untuk pilih Pak Anies. Ehm! Yah, meski bukan warga Jakarta, jika
gubernur Jakarta terpilih adalah pilihan saya, tentu bangga juga kan? Nah, apa
sih sebenarnya keunggulan beliau?
Possitive Leadership
Beberapa tahun yang lalu, saya membaca berita khas di sebuah
koran nasional tentang pengiriman para guru Indonesia Mengajar ke daerah
terpencil. Saya ternganga, karena guru-guru yang dikirim ke daerah-daerah
tersebut ternyata anak-anak muda dari universitas ternama dalam bahkan luar
negeri. Ada yang sengaja resign dari pekerjaannya di perusahaan besar dan
bergaji selangit. Ya, mereka anak-anak muda hebat!
Maka, pertanyaan saya kemudian berganti, siapa yang mampu
menggerakkan mereka sehingga mau melakukan perubahan luar biasa tersebut? Tentu
sang leader.
Menurut saya, Pak Anies memang tipikal leader yang menganut possitive leadership. Ada beberapa cara
seorang leader dalam menggerakkan anak buah. Paling rendah adalah dengan punnishment, alias menakut-nakuti dan
mengancam. Nah, salah satu paslon pesaing Pak Anies, saya lihat ada yang tipenya menggunakan cara ini. Maki-maki, marah-marah, mutasi dan sebagainya. Ada yang
bilang, itu cocok buat Jakarta. Menurut saya, Jakarta itu kan juga dihuni
manusia, maka, gunakan pendekatan manusialah...
Setiap orang pasti punya rasa enggan dimaki. Kalaupun bergerak, asalnya
bukan dari hati, keterpaksaan saja. Setiap menemukan celah lepas, dia akan
merasa lega serasa longgar bernapas.
Di atas itu, pemimpin yang menggerakkan dengan reward atau penghargaan. Cara ini menurut saya selangkah lebih baik. Tetapi, tetap saja akan membuat orang hanya mau bekerja jika ada reward, jika tidak, akan malas.
Cara yang paling baik adalah bagaimana seorang pemimpin bisa menanamkan value kepada anak buah, sehingga terbangkitkan kesadaran dan rasa cintanya kepada tugas yang dia emban. Cara ini membutuhkan soft skill dan leadership kelas paus, dan saya melihat Pak Anies memiliki hal ini.
Position as a Bridge
Saya amati melalui media sosial, Pak Anies mencoba
memposisikan diri sebagai jembatan yang menghubungkan dua kubu yang sama-sama
ekstrim. Cara Pak Anies merespon kritikan-kritikan dalam serangkaian video “Membaca
Tweet Jahat” yang penuh humor cerdas, memperlihatkan mentalitas Pak Anies yang
santai, tak mudah terpancing emosi dan punya selera humor tinggi.
Ya, di tengah bangsa yang hampir terbelah, yang kita
butuhkan adalah jembatan.
Berorientasi
Pembangunan Manusia
Ada dua tipe pemimpin, yakni pemimpin yang meninggalkan
monumen-monumen besar, dan pemimpin yang meninggalkan visi yang kuat yang
dilanjutkan oleh para kader-kadernya. Pemimpin monumen lebih berorientasi pada
pembangunan fisik. Firaun, Nebukhadnezar adalah contoh pemimpin monumen, yang
dikenang karena bangunan fisik yang ditinggalkan. Sedangkan Rasulullah Muhammad
SAW, Khulafaur Rasyidin adalah pemimpin yang meninggalkan visi, sehingga
ajarannya terus dikenang dan diamalkan sepanjang masa.
Ciri khas pemimpin visioner adalah orientasi yang kuat pada
pembangunan manusia. Bagaimana agar manusia bisa berfungsi “utuh”, kongruen
(sebangun) antara real self dengan ideal
self—sebagaimana teori Carl Rogers, atau telah mencapai aktulisasi diri—sebagai
mana teori Maslow.
Dari jejak panjang yang ditoreh Anies Baswedan, terlihat
betul bahwa beliau memang lebih berorientasi pada pembangunan manusia. Ya, apa
arti kota megah standard internasional jika para penduduknya masih bermental
zaman batu, bukan?
Intelek dan Cerdas
Berliterasi
Ini dimensi yang paling kentara dari beliau. S1 di UGM, lalu melanjutkan di University of
Maryland dan Northern Illinois University hingga meraih P.Hd, dan menjadi
rektor pada usia 38 tahun, ini sungguh keren. Beliau juga rajin menulis dan suka
membaca, dan bahkan mendapat IKAPI Award 2016 dengan kategori Literacy Promoter. Penghargaan itu diberikan
oleh Ikatan Penerbit Indonesia kepada seseorang yang dinilai aktif menggalakkan
budaya membaca.
Nah, itu beberapa kelebihan Pak Anies menurut kacamata saya.
Dengan kelebihan semacam itu, Pak Anies sangat cocok memimpin kota terbesar di
Indonesia, agar Jakarta tak hanya megah secara fisik, tetapi juga bisa
berkembang menjadi pusat peradaban dunia.
Hm, sebenarnya, masih ada satu lagi kelebihan beliau, yaitu
GANTENG. Tapi, saya takut dijitak suami jika menuliskan hal ini.
Jadi, mengapa tidak pilih Anies Baswedan?
4 komentar untuk "Empat Keunggulan Anies Baswedan"
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!