Forum Lingkar Pena dan Usia Tinggal Landas

Hari ini, 12 November 2017.  Seminggu pertama terlewati setelah saya mendapatkan amanah berat sebagai ketua umum Forum Lingkar Pena dalam ajang Munas 4 FLP.  Pada hari ketujuh ini, saya berusaha untuk memaksa diri menulis blog ini. Sebenarnya, menulis merupakan aktivitas harian saya. Nyaris tiada hari terlewat tanpa menghasilkan tulisan, terlebih setelah saya menjadi kontributor sebuah media online. Akan tetapi, entah mengapa, untuk mentransformasikan segenap perasaan dan pikiran tentang peristiwa itu dalam ujud kata-kata, terasa begitu beratnya.

Masih terasa dan terngiang di telingan gegap-gempita, riuh-rendah, buncahan semangat dan senyum riang sekitar 300 anggota FLP dari seluruh Indonesia—bahkan perwakilan luar negeri, saat berkumpul di Wisma Bina Marga, Bandung 3-5 November kemarin. Mereka datang membawa harapan yang begitu besar. Dan saya terentak kaget, menyadari bahwa harapan itu sekarang mereka titipkan di pundak saya.

Sekitar 10 tahun silam, seorang Ustadzah senior pernah memberikan nasihat kepada saya tentang arti usia 40 tahun. “Usia tinggal landas,” kata Bunda Wirianingsih, nama ustadzah tersebut. “Itulah saat engkau memberikan segalanya untuk ummat. Sebelum usiamu mencapai 40 tahun, persiapkan segalanya, fisik, mental, pemikiran, ilmu, agar proses tinggal landasmu mulus.”

Usia 40! Saat ini usia saya 38 tahun. Dua tahun lagi, saya mencapai usia tinggal landas tersebut. Sebelum terpilih menjadi ketua umum FLP, saya masih meraba-raba, ketika saya memasuki usia 40, di manakah saya berada? Kendaraan apakah yang akan saya tumpangi untuk naik ke langit, mengudara, melakukan proses tinggal landas? 

Ternyata, barangkali inilah takdir saya. Forum Lingkar Pena. Tidak jauh dari aktivitas yang saya tekuni sejak 1999, ketika saya mulai bergabung di FLP lewat rekrutmen yang dilakukan lewat Majalah Annida. Tahun 1998, saya membaca majalah Annida, dan ada formulir bergabung dengan FLP terpampang di sana. Saya pun menggunting formulir tersebut, mengisinya dan mengirim ke kantor majalah Annida.

Tahun 1999, saya ditelepon oleh Mbak Helvy Tiana Rosa, intinya diberi tugas untuk membentuk FLP Semarang. Saya diberi kontak nama-nama yang ingin bergabung dengan FLP yang berasal dari Semarang dan sekitarnya. Nama-nama yang bergabung di antaranya adalah Leila Imtichanah, Maya Hayati (istri Ustadz Bobby Herwibowo), dan Nova Ayu Maulita yang saat itu masih SMP. Akhirnya, FLP Semarang pun terbentuk, dengan segala kebersahajaan dan keterbatasan.

Lantas, saya seperti ditarik ke dalam pusaran ke-FLP-an. Setelah diamanahi sebagai ketua FLP Jateng, saya diajak ketua terpilih Munas III tahun 2013, mbak Sinta Yudisia sebagai Sekjen FLP Pusat. Dan... di Bandung, saya terpana ketika ternyata mayoritas delegasi memilih saya sebagai pengganti Mbak Sinta.

Takdir? Ya, takdir. Itu pasti. 

Memang FLP adalah jalan hidup saya. Kian hari, kian benderang bahwa jalan untuk mengabdi kepada umat yang diberikan Allah SWT ternyata lewat dunia literasi, bil khusus melalui FLP. Jika Allah memberi panjang umur, saya akan melewati usia 40 tahun dengan amanah sebagai ketua umum FLP.

Jujur, saya tidak terlalu berambisi untuk meraih posisi ini. Terlebih, orang-orang terdekat saya juga selalu mengingatkan hal tersebut. Bahkan, hari Sabtu (4/11) jam 4 sore, sekitar  5 jam sebelum pemungutan suara, anak saya Rama (sekarang usia 11 tahun), mengirim pesan lewat HP suami saya, “Ummi, jangan ambisi!” 

Bagi saya, berkhidmat tak harus selalu dalam posisi ketua. Di posisi manapun, kita bisa ikut aktif memberi dan melayani. 

Meski jelas tak bisa dibandingkan, saya ingin meniru Ummu Mahjan, seorang sahabiyah di zaman Rasulullah. Ummu Mahjan adalah seorang wanita tua, berfisik lemah, berparas tidak menarik, miskin, kurang pandai, intinya jauh dari segala macam hal yang membuat seseorang menjadi sorotan publik.

Akan tetapi, keterbatasan tak menghalangi Ummu Mahjan untuk menjadi yang terbaik. Dia pun tetap berusaha bergabung dalam gerbong perjuangan, meski hanya sebagai pembersih masjid tempat Rasulullah dan para sahabat senantiasa shalat lima waktu dan mengerjakan berbagai aktivitas fiisabilillah lainnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan, maka dia pun totalitas mengerjakan hal tersebut. Pengabdian Ummu Mahjan sangat mengesankan hati Rasulullah. 

Ketika Ummu Mahjan wafat, Rasulullah dalam keadaan tertidur pulas, dan para sahabat tak berani membangunkan Rasulullah. Maka, sang manusia utama itu tidak tahu bahwa sang pembersih masjid favoritnya itu telah tiada.

Beberapa hari Ummu Mahjan tak datang ke masjid. Rasulullah pun merasa kehilangan dan bertanya kepada sahabatnya. Betapa sedih dan kecewanya Rasulullah, karena tidak diberitahu berita kematian Ummu Mahjan. Beliau pun seketika minta diantar ke makam sang Ummu Mahjan, dan mendoakan perempuan istimewa itu.

Ya, beramal tak selalu harus di posisi mentereng. Tak harus menjadi Abu Bakar, Umar bin Khatab, Aisyah binti Abu Bakar yang sangat terkenal karena kapasitasnya untuk bisa menduduki posisi penting di hati Rasulullah dan tentu, Allah Azza wa Jalla. Karena, tentu tak semua orang ditakdirkan secemerlang mereka. Maka, di posisi apapun, kita harus totalitas dan memberikan yang terbaik. Semangat untuk memberi terbaik, itulah yang terpenting.

Namun, dengan beban sebagai leader, tentu pertanggungjawaban akan semakin berat. Karena itu, tolong bantu saya agar bisa menjalani amanah ini dengan baik. Jangan segan-segan jewer jika saya terlihat menyimpang, kritiklah dengan pedas, dan jika itu memang akan membuat saya semakin baik, saya justru akan hormat kepada Anda.

Mari melangkah bersama. Sungguh, tugas menebarkan pencerahan lewat jalur literasi di negeri ini mungkin akan terjal berliku. Indonesia adalah negeri dengan periode literasi yang tercuri, dan kita harus mengembalikan periode yang terlewati dari perjalanan bangsa ini.

Salam literasi!

4 komentar untuk "Forum Lingkar Pena dan Usia Tinggal Landas"

Comment Author Avatar
Semoga flp semakin sukses. Kami siap membantu dan mendukung kebijakan anda dalam dunia literasi.

Salam literasi
FLP Cabang Pasuruan
Comment Author Avatar
Muhammad Ery Zulfian 13 November 2017 pukul 14.48
Ya ampun mbak afra. Saya sangat suka dengan tulisan ini. Apalagi dpt informasi baru ttg ummu mahjan. Syukron mbak afra..
Comment Author Avatar
Terimakasih ya, Ery sudah berkunjung

Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!